Tensi itu bertambah mendidih mengingat publik Liverpool dan suporter Manchester United (MU) belum lupa atas insiden ucapan rasis striker andalan Liverpool, Luis Suarez, kepada bek MU, Patrice Evra, pada duel Liga Inggris, berakhir 1-1, di Anfield, 15 Oktober lalu. Akibat insiden itu, Suarez diskors delapan laga.
Bahkan, andaipun insiden itu tidak terjadi, rivalitas Liverpool- MU itu sudah begitu sengit. Lihatlah suporter MU yang pamer dengan memakai T-shirt bertuliskan ”Liverpool 18, Manchester 19”, untuk membanggakan koleksi trofi tim kebanggaan mereka telah melampaui Liverpool.
Begitupun suporter Liverpool yang kerap membentangkan poster bertuliskan ”Kami bukan rasis, kami hanya membenci Manchester”. Sedemikian serius atmosfer permusuhan yang tercium dari laga di Anfield kali ini, beberapa hari lalu Pelatih MU Sir Alex Ferguson sampai menulis surat khusus kepada suporter MU pemegang tiket laga tersebut.
Dalam surat itu, Ferguson meminta mereka ”mau bekerja sama dengan aparat keamanan dan petugas di Liverpool”, selain imbauan agar mereka bersikap ”positif, pintar, dan bersuara keras”.
Hal senada dilontarkan kapten Liverpool, Steven Gerrard, Jumat lalu. ”Fantastis jika akhir pekan ini bakal dikenang dengan permainan top dan tentu dari sudut pandang kami, Liverpool menang. Kami tak ingin berita halaman depan atau berita apa pun di luar permainan sepak bola di antara kedua tim,” ujar Gerrard.
Aparat keamanan pun bersiaga ekstra mengantisipasi segala kemungkinan. Antisipasi ekstra ini tidak hanya dilakukan di Liverpool, tetapi juga pada laga derbi London, Queens Park Rangers (QPR) versus Chelsea, di Stadion Loftus Road.
Seperti Liverpool versus MU, insiden rasialisme juga membungkus duel QPR versus Chelsea. Ini terkait tuduhan sikap rasial bek Chelsea, John Terry, kepada bek QPR, Anton Ferdinand, di ajang liga, Oktober lalu.
Dua laga itu bagian dari 16 laga putaran keempat Piala FA, yang juga mementaskan West Bromwich Albion vs Norwich City, Bolton Wanderers vs Swansea, dan—pada Minggu besok—Arsenal vs Aston Villa.
Duel Liverpool versus MU kian menarik juga karena ajang pertarungan kegeniusan Kenny Dalglish, arsitek Liverpool, versus Ferguson, sang fenomenal di pihak MU. Ketika Ferguson tiba di Old Trafford pada 1986 dengan sesumbar terkenalnya, ”melucuti Liverpool dari kejayaan mereka”, Dalglish termasuk yang harus ditundukkan Ferguson saat itu.
Duel mereka musim ini di Anfield, 15 Oktober lalu, berakhir imbang 1-1. Jika melihat belum tajamnya bomber-bomber Liverpool dan masalah cedera di kubu MU, bukan tidak mungkin skor imbang bakal terulang dan harus diulang di Old Trafford. MU masih bergelut dengan problem cedera sejumlah pemain kuncinya, termasuk Nani dan Phil Jones.
Liverpool sukses lolos ke final Piala Liga dengan menyingkirkan pemimpin klasemen sementara Liga Inggris, Manchester City. Akan tetapi, mereka masih dihadapkan pada pekerjaan rumah terkait tumpulnya lini depan, terutama striker Andy Carroll.
Dengan absennya Suarez, tumpuan lini depan itu beralih ke pundak Craig Bellamy. Namun, striker Wales ini bisa saja dibangkucadangkan setelah tampil habis-habisan melawan City, Rabu lalu, dan diturunkan setelah laga berjalan. Jika hal itu benar dilakukan Dalglish, mungkin saja keputusan tersebut bagian dari taktik yang bisa menjadi penentu skor akhir pertandingan.
Musim lalu, Liverpool disingkirkan MU di putaran ketiga Piala FA. Akhir pekan ini mungkin saat tepat untuk membalas kekalahan itu. ”Bakal luar biasa jika kami tidak hanya menyingkirkan City (dari Piala Liga), tetapi juga mendepak United dari Piala FA,” ujar Gerrard.