Yulia Sapthiani
Sebagai pelatih sepak bola, profesi yang dijalani sejak awal tahun 2000-an, Rahmad harus menjalani hidup berpindah kota sesuai daerah asal klub yang dia latih. Karena kondisi inilah Rahmad punya waktu terbatas untuk menjalankan tugasnya sebagai marinir, termasuk tinggal di rumah bersama keluarga.
Kami berkunjung ke rumah Rahmad di Victoria Park Residence, Karawaci, Senin (19/12). Ketika itu ia sedianya berencana menjalankan tugas yang sering ditinggalkannya selama ini, yaitu bekerja di Dinas Perawatan Personel TNI AL, Mabes TNI, Cilangkap.
Setelah melatih Persikota yang memang bermarkas tak jauh dari rumahnya di Tangerang, Rahmad mulai merasakan hidup jauh dari istri dan kedua anaknya. Ketika itu, ia melatih Persipura Jayapura pada tahun 2005. Dengan jarak yang begitu jauh, keberadaan Rahmad di rumah dalam setahun bisa dihitung jari. Bersama keluarga, Rahmad mencari cara agar bisa bertemu sesering mungkin. Akhirnya mereka menyiasati dengan bertemu di kota tempat tim yang diasuh Rahmad melakukan pertandingan tandang, terutama ketika pertandingan tersebut berlangsung pada akhir pekan.
Kesempatan untuk sering pulang akhirnya didapat ketika pelatih yang mengantarkan Indonesia meraih medali perak sepak bola SEA Games 2011 itu melatih Sriwijaya FC, yang bermarkas di Palembang. Selain jarak Palembang-Jakarta yang bisa ditempuh dalam waktu hanya satu jam dengan pesawat, waktu tempuh Bandar Udara Soekarno-Hatta ke rumah Rahmad hanya sekitar 15 menit.
”Itu sebabnya, saya memilih rumah di Tangerang supaya dekat dari bandara. Apalagi, Tangerang juga daerah yang bersejarah bagi saya dalam berkarier di sepak bola. Saya mengakhiri karier sebagai pemain bola dan mengawali sebagai pelatih di Tangerang,” kata Rahmad.
Obrolan kami dengan Rahmad pada awal pekan menjelang siang itu berlangsung di ruang tengah, di sofa besar berbentuk huruf L. Dari ruangan ini, kita bisa melihat ruang makan, halaman belakang yang dilengkapi kolam ikan koi, tangga menuju lantai dua, dan halaman samping yang teduh karena rindangnya pohon mangga. ”Duduk di sini saja supaya lebih santai,” kata Rahmad, yang mengajak kami berpindah dari ruang tamu ke ruang tengah.
Bagi Rahmad, rumah yang dia tempati sejak 2006 ini tak hanya menjadi tempat tinggal bagi dia dan keluarga. Rahmad sering kali menjadikan rumahnya sebagai tempat berkumpul saudara ataupun teman. Beberapa hari sebelum kami datang, misalnya, Rahmad mengadakan reuni bersama alumni sekolah perwira militer.
Dalam setahun, bisa lima hingga enam kali Rahmad mengundang orang ke rumahnya. Maka, ketika acara kumpul-kumpul berlangsung, setiap ruang di rumah yang berdiri di atas tanah seluas 450 meter persegi tersebut dipastikan ramai, mulai dari ruang tengah, teras samping, garasi yang biasanya dipakai untuk menyuguhkan makanan, hingga teras belakang tempat keluarga dan teman Rahmad bernyanyi dengan musik hidup.
”Saya senang mengumpulkan saudara karena kita tidak boleh putus hubungan dengan mereka. Dengan sering berkumpul, saya jadi tahu keponakan yang tersebar ke mana-mana,” tutur Rahmad.
Dalam proses pembangunan rumahnya, Rahmad memperhatikan nuansa alam. Ia senang ketika halaman rumahnya rimbun oleh pepohonan. Di Karawaci, Rahmad beruntung ketika mendapatkan lahan yang posisinya berada di hoek sehingga dia bisa menanam pohon mangga di halaman depan dan samping rumahnya.
Rumah yang membuatnya nyaman ini membuat Rahmad selalu berusaha mencari kesamaan suasana ketika harus tinggal di kota lain. Hal ini dia lakukan di Palembang ketika melatih Sriwijaya FC pada tahun 2007-2009. Di ibu kota Sumatera Selatan itu, Rahmad tinggal di rumah sewaan yang bernuansa sama dengan tempat tinggalnya di Tangerang, yaitu bernuansa alam. Rumah ini diperoleh setelah Rahmad bersusah payah mencari hingga menjauh dari pusat kota, yaitu di sekitar bandara. Ia pernah kehilangan suasana rumah ketika melatih Persipura karena harus tinggal di hotel.
Rahmad memang punya memori tersendiri dengan nuansa alam sebuah tempat tinggal. Rumah masa kecilnya di Lampung berdiri di atas tanah yang dikelilingi pepohonan, terutama buah-buahan.
”Sekarang rumah itu jadi tempat istirahat keluarga, terutama kalau tiba waktunya panen duren. Jadi, rumah ini mewakili tempat tinggal saya waktu kecil,” ujarnya.