Sejujurnya hal yg membuat pemain sangat kecewa kepada Wim Rijsbergen adalah komentar beliau sesaat setelah pertandingan, yg terkesan melempar segala kesalahan kepada pemain. Saya yakin semua pemain kecewa dengan komentar tersebut, akan tetapi sejauh ini hanya 7 pemain yg menyampaikan keberatan untuk bermain di bawah asuhan Wim di tim nasional. Pertemuan saya, Firman, Markus, Wolfgang dan Alfred sendiri lebih kepada ucapan perpisahan dalam kapasitas sebagai sahabat, tidak lebih dan tidak kurang. Dan apakah ada yg salah mengenai hal tersebut, saya rasa tidak.
Jika dilihat dari waktu pertemuannya, mungkin memang sedikit kurang tepat, akan tetapi pada kenyataannya hanya pada hari itu saya mempunyai kesempatan untuk dapat bertemu dengan Alfred. Jika saya tidak melakukannya sore itu, mungkin saya tidak akan memiliki kesempatan lagi untuk mengucapkan terima kasih dan selamat tinggal kepada Alfred Riedl.
Pertemuan tersebut sekali lagi hanyalah acara minum sore sebagai sahabat, tidak ada agenda lain seperti yg dituduhkan oleh beberapa kalangan. Karena acara tadi yg bersifat santai, maka kami memilih Plaza Senayan yg notabene sangat ramai dan terbuka. Bahkan saya sempat memasang photo kami berlima di akun instagram saya @bepe20. Itu artinya acara minum sore ini tidak dilakukan secara sembunyi-sembunyi atau kami rahasiakan.
Jika acara tadi bertujuan negatif dan dirahasiakan, mengapa kami tidak bertemu di apartement Alfred saja atau sebuah hotel misalnya, yg tidak memancing perhatian khalayak ramai. Sekali lagi karena acara ini tidak mengandung tendensi apapun, maka kami membuatnya di sebuah restaurant yg berada di pusat perbelanjaan yg sangat terkenal di ibukota negara ini.
Jika pada akhirnya pertemuan saya dengan mantan pelatih saya tersebut mengusik ketenangan instansi PSSI, maka secara pribadi maupun sebagai kapten tim nasional, saya bersedia dan siap dipanggil Ketua Komisi Disiplin Bernard Limbong guna dimintai keterangan, seperti berita yg berhembus di Jakarta hari ini (9 September 2011). Bahkan sore tadi melalui BBM dari Singapore, saya sempat menyampaikan pesan kepada Manager tim nasional Ferry Kodrat yg berisi demikian, "Boss kalo Komdis mau ketemu aku, sekarang posisiku di Singapore. Minggu depan baru balik Jakarta. Minggu depan saya siap menghadap jika dipanggil."
Yang harus Ketua Komisi Disiplin lakukan hanyalah menekan nomer tlp saya di ponselnya dan meminta saya menghadap. Dan sesegera mungkin saya akan menghadap beliau di kantor PSSI. Di tengah keheranan saya akan terlalu dibesar-besarkannya masalah ini, sempat terlintas di benah saya. Jika saja waktu itu saya bertemu dengan pelatih lain seperti Rahmad Darmawan misalnya, apakah mereka juga akan berpikir jika pemain berniat curhat dan lebih suka jika dilatih oleh pak RD, yg notabene sukses dan sangat berpengaruh dalam mendampingi Wim Risjbergen, dalam 2 partai awal melawan Turkmenistan?
Atau jangan-jangan pertemuan saya dengan Alfred Riedl tersebut menjadi sebuah masalah, karena sosok Alfred yg sekarang membuat PSSI harus berurusan dengan FIFA karena masalah pelanggaran kontrak kerja..?? Mari kita fokus pada permasalahan dan jangan berpikir terlalu sempit saudara-saudara. Sekali lagi permasalahan yg sebenarnya adalah komentar Wim Risjbergen setelah pertandingan yg terkesan melimpahkan segala kesalahan kepada pemain, bukan masalah pemain bertemu siapa setelah pertandingan tersebut.
Toh pertemuan itu sendiri sejatinya dilakukan di saat pemain sudah keluar dari pemusatan latihan, itu artinya setiap pemain bebas dan berhak bertemu dengan siapapun serta membahas masalah apapun. Jika saja ada waktu yg lebih panjang, maka sudah pasti saya akan menunda pertemuan saya dengan Alfred Riedl. Akan tetapi dikarenakan jadwal kami yg cukup padat, maka pertemuan tersebutpun harus dilaksanakan pada hari Rabu 7 September atau sehari setelah pertandingan.
Jadi sejujurnya apapun hasil dari pertandingan hari Selasa itu (Menang, draw ataupun kalah), tidak akan berpengaruh sama sekali pada rencana pertemuan saya dengan Alfred Riedl. Bangsa kita selalu dengan bangga mengatakan jika kita adalah bangsa yg ramah, penuh sopan santun serta menjungjung tinggi adat ketimuran. Akan tetapi jika pertemuan saya, Firman dan Markus dengan Wolgang serta Alfred yg sejatinya hanya untuk menjaga silahturahmi dan ucapan rasa terima kasih tersebut, diberitakan dengan begitu berlebihan, saya menjadi sangsi. Apakah kita sudah cukup ramah dan sopan sebagai sebuah bangsa..?? Atau, kita sudah mulai melupakan budaya arif yg sudah turun temurun dari nenek moyang kita tersebut..?? Mari kita tanyakan kepada hati kecil kita masing-masing.. Selesai..
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.