Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bencana Sepak Bola Nasional

Kompas.com - 06/01/2011, 08:36 WIB

Oleh Anton Sanjoyo

KOMPAS.com — Seperti Tragedi Heysel pada Mei 1985, kira-kira begitulah wajah sepak bola nasional kita saat ini. Di Stadion Heysel, Brussels, Belgia, pesta sepak bola final Piala Champions berubah menjadi bencana saat 39 penonton tewas, 32 di antaranya pendukung Juventus, setelah bentrok dengan pendukung Liverpool. Kebanyakan pendukung Juventus tewas setelah tembok pembatas roboh menimpa mereka selepas aksi agresif hooligan Liverpool yang memang terkenal sangat beringas.

Kini ”bencana” yang sama menerpa persepakbolaan nasional Indonesia. Saat bangsa ini dilanda euforia sepak bola berkat penampilan elok tim ”Garuda Merah-Putih” pada Piala AFF, kegembiraan itu dirampas oleh arogansi dan politisasi para pengurus sepak bola. Tragedi belum juga usai karena selepas turnamen, momentum hebat euforia sepak bola nasional kembali terbuang percuma saat Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) menghabiskan energinya untuk berseteru dengan pengelola Liga Primer Indonesia (LPI). Sepertinya, insan-insan sepak bola yang gagah mengaku sebagai pembina kembali melakukan kebodohan yang sama, seperti ketika kita kehilangan momentum besar kebangkitan sepak bola pada Piala Asia 2007.

Sungguh tidak dapat diterima, justru pengurus sepak bola nasionallah yang membuat penampilan hebat Firman Utina dan kawan-kawan menjadi antiklimaks dan tumbang oleh keperkasaan Malaysia yang pernah ditekuk 1-5 pada babak penyisihan grup. Dukungan menggebu penonton yang sebenarnya telah teraniaya oleh buruknya administrasi distribusi tiket, seperti disia-siakan oleh ambisi para politikus di PSSI yang mendompleng kehebatan pasukan ”Garuda”. Tim asuhan Alfred Riedl ini dimobilisasi sowan ke rumah Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie, kemudian diboyong ke sebuah pondok pesantren yang sungguh membuat persiapan Riedl menjadi berantakan.

Riedl, yang sejatinya pelatih bertangan dingin, yang mampu menyulap tim ”Garuda” menjadi sebuah skuad yang penuh gairah dan disiplin, sempat mengungkapkan kekesalannya itu kepada media saat jumpa pers di Bukit Jalil, Malaysia. ”Federasi (PSSI) mengganggu persiapan tim saya dengan hal-hal yang tidak penting dan tak berkaitan dengan sepak bola,” ujar pelatih asal Austria itu.

Keluhan Riedl tersebut sangat dimengerti mengingat pelatih yang pernah menangani Vietnam dan Laos itu memang sangat disiplin, keras, bahkan cenderung kaku. Ketua Umum PSSI Nurdin Halid pun mengaku pernah ”diusir” Riedl dalam sebuah pertemuan teknis menjelang Piala AFF. Riedl pun pernah berseteru dengan manajer timnas, Andi Darussalam Tabussala, karena masalah tertib organisasi. Sayangnya, sepulang dari Bukit Jalil, Riedl tiba-tiba meralat ucapannya.

Inilah bencana pertama bagi persepakbolaan nasional. Kekuatan utama Riedl adalah pada disiplin dan ”kekakuannya” menjaga Firman dan kawan-kawan. Pada suatu titik, Riedl rupanya sudah tidak tahan menahan beragam kepentingan politik yang diboncengkan kepada timnya. Ia mulai menyerah saat Firman cs dibawa ke rumah keluarga Bakrie. Selanjutnya, kita semua tahu, tim ”Garuda” gagal meraih impian lama merebut gelar juara.

Namun, bukan kegagalan meraih juara yang benar sebuah bencana. Tragedi sesungguhnya adalah perubahan sikap Riedl. Ralatnya terhadap ucapannya sendiri di Bukit Jalil menunjukkan, ia menyerah kepada politisi PSSI. Jika ia menyerah, artinya ia membuka pintu selebar-lebarnya pada intervensi-intervensi selanjutnya. Jika benar ini terjadi—dan semoga saja tidak—tidak ada lagi yang bisa kita harapkan dari mantan ujung tombak timnas Austria itu.

Tak lama setelah bencana Riedl, sepak bola Indonesia kembali mengalami masa-masa kelam akibat perseteruan antara PSSI dan pengelola LPI. Sebagai bentuk ketidakpuasan terhadap kinerja PSSI—yang selama delapan tahun masa kepengurusan Nurdin Halid tidak menghasilkan prestasi di tingkat internasional—kompetisi yang digagas oleh pengusaha Arifin Panigoro seharusnya disikapi wajar-wajar saja, tanpa perlu memberi muatan-muatan politik, apalagi syak wasangka picik.

Sebagai kompetisi yang dicita-citakan menjadi profesional dan bersih, seharusnya LPI diberi kesempatan untuk membuktikan dirinya tanpa harus diganggu, apalagi diancam-ancam. Sikap PSSI yang berkeras dengan menyatakan LPI sebagai kompetisi ilegal dan harus dilarang justru semakin menunjukkan arogansi organisasi olahraga tertua di Indonesia tersebut.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Hasil Granada Vs Real Madrid 0-4, Messi dari Turki dan Brahim Diaz Jadi Bintang

    Hasil Granada Vs Real Madrid 0-4, Messi dari Turki dan Brahim Diaz Jadi Bintang

    Liga Spanyol
    Hasil Forest Vs Chelsea 2-3, The Blues di Jalur Antarklub Eropa

    Hasil Forest Vs Chelsea 2-3, The Blues di Jalur Antarklub Eropa

    Liga Inggris
    Reaksi Pertama Vincent Kompany Setelah Burnley Degradasi

    Reaksi Pertama Vincent Kompany Setelah Burnley Degradasi

    Liga Inggris
    Hasil Liga Inggris: Tottenham Menang, Newcastle Imbang, Burnley Degradasi

    Hasil Liga Inggris: Tottenham Menang, Newcastle Imbang, Burnley Degradasi

    Liga Inggris
    Prawira Bandung Kalahkan Tangerang Hawks, Singleton: Bukan Laga Indah

    Prawira Bandung Kalahkan Tangerang Hawks, Singleton: Bukan Laga Indah

    Sports
    Opini Budi Sudarsono Soal Stok Striker yang Minim di Timnas Indonesia

    Opini Budi Sudarsono Soal Stok Striker yang Minim di Timnas Indonesia

    Timnas Indonesia
    Bali United vs Persib, Teco Keluhkan Perubahan Venue Laga

    Bali United vs Persib, Teco Keluhkan Perubahan Venue Laga

    Liga Indonesia
    Pengamat: Cetak Biru 2045 PSSI Harus Dijaga, Ambil Contoh dari Jepang

    Pengamat: Cetak Biru 2045 PSSI Harus Dijaga, Ambil Contoh dari Jepang

    Timnas Indonesia
    Hasil Fulham Vs Man City: Gvardiol Dwigol, City Pesta ke Puncak

    Hasil Fulham Vs Man City: Gvardiol Dwigol, City Pesta ke Puncak

    Liga Inggris
    Respons Kasus Rasialisme, PSSI Siap Bermitra dengan Meta dan Tiktok

    Respons Kasus Rasialisme, PSSI Siap Bermitra dengan Meta dan Tiktok

    Liga Indonesia
    Como Promosi ke Serie A, Sukacita Henry, Simbol Bernama Gabrielloni

    Como Promosi ke Serie A, Sukacita Henry, Simbol Bernama Gabrielloni

    Liga Italia
    Witan Ungkap Kondisi Usai Kepala Cedera di Laga Indonesia Vs Guinea

    Witan Ungkap Kondisi Usai Kepala Cedera di Laga Indonesia Vs Guinea

    Timnas Indonesia
    AC Milan Vs Cagliari: Conceicao Akan Terlihat di San Siro

    AC Milan Vs Cagliari: Conceicao Akan Terlihat di San Siro

    Liga Italia
    Como Promosi ke Serie A, Andil Bos Terkaya Indonesia, Dua Juara Dunia

    Como Promosi ke Serie A, Andil Bos Terkaya Indonesia, Dua Juara Dunia

    Liga Italia
    Persib Bidik Juara Liga 1, Berharap Tren Angka 4 dan Tuah Runner-up

    Persib Bidik Juara Liga 1, Berharap Tren Angka 4 dan Tuah Runner-up

    Liga Indonesia
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com