"With World Cup, we stand together," demikian salah satu baliho itu. Ada juga yang berbunyi, "Many tribe one pride". Maksudnya, berbeda-beda suku tapi tetap satu kebanggaan.
Meski begitu, masih banyak pula yang skeptis bahwa Piala Dunia menjadi momen persatuan Afsel. Sebab, pesta bola terbesar itu hanya menyentuh kaum elit dan segelintir orang. Sedangkan masyarakat bawah tetap saja tak tersentuh secara ekonomi.
"Saya tak yakin Piala Dunia akan menjadi momen persatuan. Sebab, ini proyek elite dan hanya untuk kepentingan elit. Apa yang bisa didapat dari Piala Dunia dengan biaya miliaran itu untuk Afdsel yang masih banyak pengangguran dan kriminalitas," kritik warga Pretoria tersebut.
Dia justru khawatir, Piala Dunia akan menyisakan masalah buat Afsel. Sebab, biayanya terlalu besar, sementara anggaran negara tersedot habis. Padahal, kepentingan lain yang lebih urgen masih banyak.
"Pengangguran, sinisme ras, dan kriminallitas tak bisa diselesaikan dengan Piala Dunia," jelas sang insinyur tersebut.
Persoalan sinisme antarras memang masih menjadi PR besar buat Afsel. Sebab, warga Afsel dari berbagai kulit belum benar-benar bisa berbaur. Di Afsel, jarang bertemu dua orang berkulit beda berjalan bersama. Semua masih tampak sendiri-sendiri dan terpisah antara kullit hitam dan putih.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.