Jaya Suprana
Menyambut Tahun Baru Imlek awal Februari 2010, Museum Batik Danar Hadi menyelenggarakan Festival Batik Motif China Kuno berhias lampion-lampion bermotif batik. Batik Danar Hadi bekerja sama dengan Persatuan Masyarakat Surakarta juga akan menampilkan Barongsai Nusantara berjubah batik di Festival Tahun Baru China di Jalan Orchard, Singapura.
Di Perth, Australia Barat, murid-murid Prince’s Creative School, Tangerang, mempergelar-perdanakan Naga Nusantara dengan kepala bermahkota blangkon berpuncak teras Candi Borobudur bertabur batu mulia kalimantan, dada berlapis kain lurik, dan sekujur tubuh berbalut kain batik motif kawung bertata prada diperagakan dengan gaya liong kebudayaan China.
Karya-karya inovatif itu layak dihargai sebab di samping kreasi perdana, juga gelora semangat nasionalisme yang sejak dahulu kala mewarnai kebudayaan Nusantara dalam hal kemampuan menyerap kebudayaan asing tanpa mengorbankan kemandirian jati diri kebudayaan bangsa Indonesia sendiri! Kebudayaan Hindu memang masuk ke persada Nusantara, tetapi arsitektur ataupun ornamen candi-candi Hindu di pelataran dataran tinggi Dieng tetap berkemandirian jati diri tanpa begitu saja menjiplak candi-candi Hindu di India.
Keindahan Candi Prambanan siap duduk sama rendah berdiri sama tinggi dengan Kajuraho atau Brihadishvara nun jauh di India. Kedahsyatan monumental Candi Borobudur tidak tertandingi monumen kebudayaan Buddhisme di Ajanta, Ellora, Sanchi, Angkor Wat, atau di mana pun di dunia ini. Kisah Mahabharata dan Ramayana memang diserap Wayang Purwa, tetapi di bumi Nusantara berkembang mandiri jadi Arjuna Sasrabahu, Bambang Sumantri, dan Sukrasana sampai ke para tokoh punakawan yang tak ada di India.
Agama Hindu di Indonesia juga bertriwikrama menjadi agama Hindu-Bali nan tiada dua di jagat raya. Titi nada pentatonik tradisional Sunda mirip Jepang, tetapi masing-masing memiliki kedaulatan karakter tanpa saling menguasai. Kebudayaan Arab memengaruhi musik gamelan Jawa, seperti tampak pada rebab yang memang berasal dari alat musik Arab rhabab. Arab Saudi malah tidak mengenal tradisi halalbihalal pada masa Idul Fitri, atau suara beduk pertanda waktu shalat seperti di Indonesia. Demikian pula pelog, slendro, kecapi, sasando, tari seudati, saman, kecak, gambang kromong, keroncong, dangdut, reog ponorogo, bahasa Indonesia berakar pada kebudayaan asing, tetapi mampu mengembangkan diri tampil dengan jati diri kepribadian mandiri khas Indonesia yang tidak hadir di kebudayaan asing mana dan kapan pun juga.
Tidak bisa diingkari, pencabutan larangan terhadap penggunaan unsur kebudayaan tradisional China mulai dari aksara sampai perayaan Tahun Baru Imlek di Indonesia merupakan jasa almarhum Gus Dur yang memaksa bangsa Indonesia kembali ke fitrah falsafah Bhinneka Tunggal Ika sebagai hakikat penjabaran pluralisme. Pencabutan larangan perayaan Tahun Baru Imlek bukan hasil perjuangan warga keturunan China di Indonesia sendiri, tetapi anugerah hadiah kebudayaan dan kemanusiaan dari Gus Dur.
Maka, sebagai tanda terima kasih atas hadiah Gus Dur itu, warga negara Indonesia keturunan China seharusnya bersikap di mana bumi dipijak di sana langit dijunjung. Bukan menjunjung tinggi kebudayaan Tanah Leluhur, yaitu China, tetapi Tanah Air, yaitu Indonesia. Di daratan China sebagai lahan akar kebudayaan China sendiri, falsafah yang dijunjung tinggi ternyata juga pluralisme akibat kondisi alam beraneka ragam, dengan sendirinya hadir pula beraneka ragam bentuk dan jenis kebudayaan masing-masing daerah dan suku.