Transformasi
Titik baliknya datang dari situasi tak terduga: kontroversi pada putaran final Piala Dunia 2006 Jerman. Pada partai perempat final membela Portugal melawan Inggris, Ronaldo menjadi korban kampanye media Inggris yang menilai dia bertanggung jawab atas kartu merah rekan seklubnya, striker Wayne Rooney, dan menjadi kambing hitam tersingkirnya Inggris. Kedipan mata Ronaldo ke bangku cadangan Portugal saat Rooney berjalan keluar lapangan setelah menginjak Ricardo Carvalho menjadi aksi menyakitkan bagi publik Inggris.
Banyak yang percaya, pria bernama lengkap Cristiano Ronaldo dos Santos Aveiro ini tak kembali ke Manchester. Ia juga mengaku ingin bermain di Spanyol. Namun, Sir Alex Ferguson mendinginkan suasana dan meyakinkan Ronaldo agar bertahan. Alasannya, kontroversi juga dialami pemain besar MU, seperti Cantona dan Beckham.
Ronaldo kembali ke Manchester sebagai pemain yang selalu diejek ke mana pun MU pergi. Namun, ia mampu menjadikan kontroversi sebagai inspirasi untuk sesuatu yang lebih besar. Pemain terbaik bisa merespons masalah dengan penampilan yang kian cemerlang.
Musim 2006/2007 menjadi transformasi Ronaldo dari ”pemain sirkus” menjadi penentu kemenangan. Ia mencetak 23 gol dalam 53 laga. Duetnya dengan Rooney menjadi kombinasi mematikan. Hasilnya? MU menyudahi paceklik empat tahun gelar Liga Inggris.
Musim berikutnya, ia menorehkan 42 gol dalam 49 laga saat MU meraih gelar ganda, Liga Primer dan Liga Champions.
Karakter kerasnya mungkin dipengaruhi masa kecil Ronaldo yang tumbuh di kawasan miskin Funchal, Madeira, kepulauan yang ratusan kilometer jaraknya dari daratan Portugal. Rumah masa kecilnya adalah bungalo sempit hingga mesin cuci pun diletakkan di atap. Orangtuanya, José Dinis dan Maria Dolores, tukang kebun dan tukang masak. Ia dinamai Ronaldo sebab Jose pengagum mantan Presiden AS Ronald Reagan.
Gerbang sukses
Pada usia 11 tahun, bakatnya menarik perhatian pemandu bakat Sporting Lisbon, salah satu klub top Portugal, yang lantas menawari dia tempat di akademi klub itu. Awalnya, ia kesulitan mengendalikan temperamen, homesick parah, menelepon ibunya minta pulang.
Ia kemudian berkembang menjadi pemain yang sering berakting di lapangan, pamer, bahkan ”narsis”. Ia menunjukkan hal itu saat MU memenangi Liga Champions 2008, dengan merayakannya seolah-olah ia paling berjasa. Padahal, ia gagal mengeksekusi penalti.
Namun, ia juga membuktikan, tak mustahil seorang pemain punya keindahan, kekuatan, kecepatan, dan daya juang sekaligus. ”Ronaldo lebih baik dibandingkan George Best dan Denis Law, keduanya pemain besar dan brilian dalam sejarah United,” kata Johan Cruijff, legenda sepak bola Belanda.
Kecemerlangannya membuat Real Madrid kepincut. Perebutan Ronaldo oleh MU dan Madrid mewakili perdebatan sepak bola kini: keserakahan versus loyalitas, kekuatan klub lawan kebebasan individu, tuan dan budak, serta kemampuan dia mengubah permainan, menjadikannya dagangan, dimanipulasi agen, dan dipanasi media.
Namun, ia belum disejajarkan dengan Pele, Maradona, atau Zinedine Zidane. Ia mesti menyempurnakan kehebatannya di tim nasional. Penampilannya di Piala Eropa 2008 mengecewakan. Portugal disingkirkan Jerman di perempat final.* (Prasetyo EP)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.