Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Berpulangnya "Cahaya dari Timur" Sani Tawainella

Sosok yang kerap dipanggil Kaka Sani ini termasuk legenda sepak bola Indonesia. Ia adalah aktor utama munculnya bibit-bibit terbaik sepak bola khususnya dari daerah tempat asalnya, Maluku.

Tidak saja di sepak bola, Sani juga dianggap turut memberikan arti penting dalam upaya meretas perdamaian dan mempererat kohesi sosial di Maluku pascakonflik yang pernah melanda kepulauan itu.

Sosoknya yang menginspirasi diperankan dengan apik oleh Chiko Jeriko yang kemudian menjadi film terbaik Festival Film Indonesia (FFI) 2014 itu, mengisahkan tentang bagaimana Sani memajukan sepak bola dan turut membawa perdamaian.

Sani adalah mantan pemain sepak bola yang sempat mewakili Indonesia pada piala pelajar Asia 1996 di Brunei Darussalam, namun kemudian gagal menjadi pemain profesional setelah sebelumnya tak lolos dalam seleksi PSSI Baretti.

Gagal menembus skuad PSSI, Sani akhirnya memutuskan pulang kampung dan menikah pada 1999. Ia kemudian bekerja sebagai tukang ojek pada awal 2000-an, ketika konflik sedang berlangsung di Maluku.

Sani sebagaimana dikisahkan dalam film CDT, seperti kebanyakan masyarakat Maluku, terutama di Pulau Ambon berusaha tetap menjalani kehidupan di tengah situasi yang kian sulit dan serba kekurangan, apalagi konflik masih berkecamuk.

Di tengah upaya dan kerja keras menghidupi keluarga dalam kondisi yang tidak menentu, Sani kemudian membentuk pelatihan sepak bola, antara lain untuk menghindarkan anak-anak dari keterlibatan atas konflik sosial yang terjadi.

Sani percaya sepak bola bisa menjadi ingatan baik untuk anak-anak sebagaimana pengalaman masa kecilnya. Selain ingatan mereka atas situasi konflik yang berlarut-larut, ada hal baik yang perlu mengisi memori kolektif anak-anak itu.

Awalnya ide Sani itu dianggap aneh dan dilihat dengan sebelah mata. Ada yang menganggap yang ia lakukan itu sia-sia, karena situasi belum benar-benar kondusif, untuk sekadar makan saja susah, buat apa urus sepak bola.

Namun Sani tak patah arang, ia terus bertahan, melatih anak-anak didiknya dengan turut menanamkan nilai-nilai persaudaraan, kasih sayang dan saling mengasihi. Sesuatu yang kontras dengan realitas konflik saat itu.

Pada 2006, Sani ditunjuk menjadi pelatih kepala untuk membawa kesebelasan Maluku berlaga di kompetisi nasional U-15. Sekalipun mewakili wilayah konflik yang masih segregatif, tim yang dibentuk Sani tetap bermaterikan pemain berlatar agama berbeda.

Menjadi hal yang tentu saja tidak mudah. Perbedaan yang ada, dengan latar konflik dan ego dari masing-masing pemain dan tim pelatih, ternyata memang menjadi kendala, apalagi saat tim itu berangkat dan mengikuti berkompetisi.

Namun semua itu bisa diatasi Sani sebagai seorang pelatih. Sani terus menyemangati pemain untuk bersatu dan memberikan yang terbaik bagi Maluku yang sedang dalam proses berdamai.

Terutama di final, saat Maluku berhadapan dengan DKI Jakarta, dalam pertandingan yang berlangsung sengit, di ruang ganti Sani memotivasi pemainya untuk kompak dan tinggikan semangat.

Tim muda Maluku akhirnya berhasil menjadi juara secara dramatis setelah menaklukan tim ibu kota lewat drama adu pinalti yang menegangkan di Stadion Jalak Harupat Bandung.

Pertandingan final itu semakin memberi dampak pada perdamaian dan kohesi sosial masyarakat Maluku karena disiarkan secara langsung oleh TVRI. Sehingga masyarakat di Maluku ikut nonton bareng.

Siaran langsung pertandingan yang melewati waktu normal itu terpaksa terhenti karena telah lewat durasi jam penayangan di televisi. Masyarakat pun mencari informasi mengenai hasil pertandingan lewat telepon seluler yang waktu itu masih susah sinyal.

Mengetahui tim Maluku menang, informasi kemenangan disambut suka cita dan diteruskan melalui pengeras suara di masjid maupun gereja. Sesuatu yang membawa atmosfer perdamaian.

Belakangan sebagian alumni skuad tim U-15 tahun yang dibawa Sani sukses menjadi pemain profesional di berbagai klub tanah air, bahkan ada yang dikontrak klub luar negeri, juga memperkuat tim nasional Indonesia.

Mereka antara lain; Alfin Tuasalamony, Hendra Bayauw, Rizky Pellu, Pangky Pasamba, Pingky Pasamba, Kasim Tuasalamony, Ami Dida, Riskandi Lestaluhu, Akbar Marasabessy, Harir Lestaluhu, Sedek Sanaky, Fahmi Kotta, Irsal Lestaluhu, Pando, Asrul Risahondua, Imran Lestaluhu, Rizky Tawainella, Syaiful Ohorella dan Salim Ohorella

Kisah Sani tentu saja menjadi catatan penting karena tim Maluku yang dikomandoinya melibatkan dua komunitas yang sebelumnya bertikai. Konflik yang kerap terjadi dalam tim kerana perbedaan justru disikapi dengan baik dan membawa optimisme.

Sani menguatkan semangat para pemain sepak bola muda dan juga pada komunitas Maluku yang lebih luas untuk hidup toleran, setelah tragedi yang menimpa kehidupan mereka pada masa lalu. Bahwa sepak bola mestinya mempersatukan.

Sani menekankan untuk anak-anak didiknya bahwa sepak bola bukan hanya soal menang atau kalah, bukan sekadar 2 x 45 menit di lapangan hijau. Namun lebih dari itu dan terpenting adalah tentang persaudaraan dan perdamaian dalam kehidupan.

Atas dedikasinya terhadap olahraga dan perdamaian, Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) pada 30 Desember 2014, memberikan piagam penghargaan kepada Sani sebagai Rekonsiliator Konflik Maluku Melalui Sepak Bola.

Selanjutnya Kemenpora juga memberikan Sani penghargaan sebagai Tokoh Inspiratif Bidang Olahraga pada peringatan Hari Olahraga Nasional ke-34, di Stadion Moch Soebroto, Kota Magelang, Jawa Tengah, 9 September 2017.

Sani hingga akhir hanyatnya masih tetap dan terus melatih. Ia memilih untuk melatih pemain usia dini di kampung halamanya Negeri Tulehu, yang memang dikenal atau dijuluki sebagai kampung sepak bola.

Sekalipun ada banyak tawaran untuknya mengambil lisensi kepelatihan yang lebih tinggi dan melatih klub profesional, Sani lebih memilih melatih usia dini, karena dirinya percaya hanya lewat berlatih sejak usia dini, pemain berkualitas dapat dihasilkan.

Itu pula mengapa Sani sebelumnya memberikan kritik terhadap program naturalisasi pemain yang saat ini gencar dilakukan PSSI. Menurut Sani, hal itu bak dua sisi mata uang, bisa menguntungkan dalam jangka pendek, namun tidak untuk jangka panjang.

Jangka pendek, menurut Sani, mungkin akan bagus dalam mengakselerasi prestasi, namun bila terus seperti itu, yang rugi adalah pemain lokal Indonesia, karena kesempatan mereka untuk tampil pada akhirnya diambil oleh para pemain naturalisasi.

Menurut Sani, jorjoran menaturalisasi pemain harus tetap diimbangai dengan berbagai program untuk meningkatkan kemampuan atau skill pemain muda lokal yang faktanya tidak kalah dan menjanjikan untuk berada di level internasional.

Indonesia, menurut Sani, memiliki banyak pemain muda berbakat, tinggal bagaimana program pelatihan dilakukan lebih terukur, dengan pendekatan sains dan infrastruktur yang memadai, terutama bagi kelompok usia dini, belajar dari pencapaian negara-negara yang telah maju tradisi sepak bolanya.

Sani tentu tidak asal bicara, dia telah membuktikan dengan tangan dingin dan dedikasinya, mengajarkan pada kita semua bahwa membangun sepakbola itu bukan perkara instan, dan sepakbola juga mestinya membawa manusia pada persatuan dan perdamaian.

Selamat jalan Kak Sani, Cahaya dari Timur.

https://bola.kompas.com/read/2023/06/30/08000078/berpulangnya-cahaya-dari-timur-sani-tawainella

Terkini Lainnya

Hasil Spanyol Vs Kroasia: Sejarah Lamine Yamal, La Roja Menang 3-0

Hasil Spanyol Vs Kroasia: Sejarah Lamine Yamal, La Roja Menang 3-0

Internasional
Link Live Streaming Italia Vs Albania, Kickoff 02.00 WIB

Link Live Streaming Italia Vs Albania, Kickoff 02.00 WIB

Internasional
Proliga 2024: Jakarta Pertamina Enduro Jaga Asa ke Final Four, Tuah Malang

Proliga 2024: Jakarta Pertamina Enduro Jaga Asa ke Final Four, Tuah Malang

Sports
Stefano Beltrame Bicara Euro 2024: Inggris-Perancis Favorit, Italia Tetap Italia...

Stefano Beltrame Bicara Euro 2024: Inggris-Perancis Favorit, Italia Tetap Italia...

Internasional
Ahsan/Hendra ke Final Australian Open 2024, Curi Perhatian Media China

Ahsan/Hendra ke Final Australian Open 2024, Curi Perhatian Media China

Badminton
Justin Hubner Sebut Bela Indonesia Jadi Keputusan Terbaik dalam Karier

Justin Hubner Sebut Bela Indonesia Jadi Keputusan Terbaik dalam Karier

Timnas Indonesia
Hasil Euro 2024 Hongaria Vs Swiss 1-3: Sihir Murid Motta, La Nati Menang

Hasil Euro 2024 Hongaria Vs Swiss 1-3: Sihir Murid Motta, La Nati Menang

Internasional
Jadi Official Tea Partner, Teh Pucuk Harum Siap Temani Keseruan Europhoria Piala Eropa 2024

Jadi Official Tea Partner, Teh Pucuk Harum Siap Temani Keseruan Europhoria Piala Eropa 2024

Internasional
Link Live Streaming Spanyol Vs Kroasia, Kickoff Pukul 23.00 WIB

Link Live Streaming Spanyol Vs Kroasia, Kickoff Pukul 23.00 WIB

Internasional
Italia Vs Albania: Ketika Buffon Merasa Tak Biasa…

Italia Vs Albania: Ketika Buffon Merasa Tak Biasa…

Internasional
Euro 2024: Giroud Kiper Perancis, 1.000 Paru-paru Kante Pukau Mbappe

Euro 2024: Giroud Kiper Perancis, 1.000 Paru-paru Kante Pukau Mbappe

Internasional
Italia Vs Albania, Tekanan di Pundak Gli Azzurri

Italia Vs Albania, Tekanan di Pundak Gli Azzurri

Internasional
Australia Open 2024: Hendra/Ahsan Siap Hadapi Unggulan Pertama

Australia Open 2024: Hendra/Ahsan Siap Hadapi Unggulan Pertama

Badminton
Jadwal Siaran Langsung Euro 2024 Malam Ini, Ada Spanyol dan Italia

Jadwal Siaran Langsung Euro 2024 Malam Ini, Ada Spanyol dan Italia

Internasional
Spanyol Vs Kroasia, Modric Sebut La Roja Tim Favorit di Euro 2024

Spanyol Vs Kroasia, Modric Sebut La Roja Tim Favorit di Euro 2024

Internasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke