Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

3 K Erick Thohir untuk PSSI

PSSI, Erick Thohir, Zainudin Amali, Ratu Tisha, dan Yunus Nusi. Federasi sepak bola di Tanah Air kembali menyita perhatian masyarakat. Kongres Luar Biasa PSSI (KLB PSSI) yang ditunggu-tunggu karena melahirkan atmosfer bak pemilihan presiden Indonesia dalam skala mini.

Sejak awal, persaingan untuk menjadi Ketua Umum PSSI dipercaya hanya antara dua tokoh, Erick Thohir dan La Nyalla Mattlitti. Menteri versus Ketua DPD. Mantan Presiden Inter Milan versus mantan Ketum PSSI. Namun, siapa sangka, drama utama KLB PSSI adalah pemilihan wakil ketua umum.

Ketika Erick menang telak atas La Nyalla, pemilihan waketum PSSI harus dilakukan dua kali karena tuduhan kecurangan yang menyingkirkan Ratu Tisha, mantan Sekjen PSSI. Campur tangan Mochamad Iriawan, Ketum PSSI era sebelumnya, membuat pemilihan waketum diulang. Hasilnya, Ratu Tisha menjadi "pemenang" walau Menpora Zainudin Amali yang naik takhta waketum I karena "permainan" Yunus Nusi.

Kita bisa menghabiskan banyak waktu berminggu-minggu membahas taktik dan strategi duet pria asal Gorontalo: Zainudin Amali dan Yunus Nusi yang diperlihatkan di KLB PSSI pada 16 Februari 2023. Entah apa perjanjian yang mereka sepakati, tetapi publik dipertontonkan secara gamblang skenario penyelamatan Menpora Republik Indonesia demi kecintaan terhadap sepak bola. Jadilah dua menteri Kabinet Indonesia Maju berada dalam satu federasi bernama PSSI. Publik kemudian menunggu posisi Zainudin Amali di Kementerian Pemuda dan Olahraga.

Mungkin sudah "kutukan", sejak era kepemimpinan Nurdin Halid periode 2003-2011, pengurus PSSI sangat sering diberitakan oleh kalangan wartawan olahraga di Indonesia. Entah sial atau berkah, berita PSSI bagi media online adalah keyword yang ampuh mendatangkan pembaca. Semoga, insan pers juga mengawal janji PSSI era Erick Thohir yang mengusung "sepak bola bersih dan berprestasi".

Pembahasan soal PSSI era Erick Thohir seperti jalan tol yang tak kunjung selesai dibangun. Dari harapan penyelesaian kasus Tragedi Kanjuruhan, mafia sepak bola, kepastian kompetisi, hingga penantian hadirnya prestasi tim nasional Indonesia.

Inikah saatnya federasi sepak bola kita memiliki fasilitas latihan berstandar internasional untuk tim nasional karena PSSI memiliki ketum yang Menteri BUMN? Namun, benarkah tudingan bahwa Erick Thohir tak akan menyelesaikan periode kepemimpinannya di PSSI demi karier politik? Harapan kita, Erick Thohir maju dalam perebutan kursi ketum PSSI karena memang didasari kecintaan dan panggilan untuk memperbaiki sepak bola Indonesia.

Kemampuannya dalam berorganisasi dan manajemen sepak bola adalah keuntungan bagi PSSI. Di awal kepemimpinannya, Erick seperti mempertontonkan gebrakan mewujudkan "sepak bola bersih dan berprestasi". Sebuah langkah baik bekerja sama dengan Kepolisian Republik Indonesia karena mengelola sepak bola di negeri ini tak bisa lepas dari peran banyak pihak. Gebrakan awal dengan menggandeng Kepolisian RI merupakan wujud komitmen Erick Thohir dalam niatan membangun sepak bola Indonesia. Tanpa komitmen itu, mustahil Erick memasuki PSSI yang kerap disebut hutan belantara yang kusut.

Bahkan, mantan Ketum PSSI Nurhin Halid menyebut PSSI itu ibarat gua yang di dalamnya ada anjing gila, singa, hingga macan saat memberi ucapan selamat kepada Erick. Setelah tidak meragukan komitmen Erick Thohir memimpin gerbong PSSI, bagaimana dengan konsistensi? Apakah Erick bakal setia dan kokoh memimpin PSSI serta bergeming dari tawaran politik menuju Istana?

Dalam sebuah wawancara, aktor Amerika Serikat, Denzel Washington, menegaskan pentingnya konsistensi dalam menyelesaikan apa yang dimulai dengan komitmen. "Tanpa konsistensi, kita tak akan pernah menyelesaikan apa yang kita mulai." Apakah Erick memiliki konsistensi terhadap program "sepak bola bersih dan berprestasi" sebagai Ketum PSSI 2023-2027? Bahkan dua periode? Dari komitmen, menuju konsistensi.

Komitmen, Konsistensi, dan Komunitas

Sepertinya, Erick Thohir membutuhkan "K" ketiga (selain komitmen dan konsistensi) dalam memasuki hutan belantara PSSI seperti yang disebut Nurdin Halid, yakni komunitas. Sungguh, Erick perlu membangun komunitas di sekitarnya yang sungguh peduli dan saling berinteraksi dalam visi dan misi yang sama membangun sepak bola Indonesia yang bersih dan berprestasi.

Apakah Erick perlu memasukkan orang-orang kepercayaannya dalam kepengurusan PSSI atau memaksimalkan pengalaman pengurus lama dengan penegasan pada rambu aturan organisasi? Bongkar-pasang manajemen PSSI berarti melakukan perubahan. Ingat, setiap perubahan memakan korban. Seringnya, korban menjadi sakit hati dan masuk ke dalam kelompok pembenci.

Manusia seperti ini tak boleh ada dalam komunitas yang dibutuhkan Erick. Adalah sangat penting komunitas di sekitar Ketum PSSI merupakan kumpulan orang-orang yang melihat wujud, keberadaan, dan peran sepak bola sama seperti yang Erick lihat sesuai visi yang disampaikannya. Jangan sampai orang-orang di sekitar Ketum dan Waketum baru PSSI, yang menjadi tumpuan harapan menggunung dari masyarakat, punya agenda pribadi atau kelompok seperti yang selama ini dituduhkan.

Saya yakin, komunitas dalam satu frekuensi akan menemukan dan melihat sepak bola dengan cara yang sama serta merupakan kekuatan besar untuk memulai perubahan yang baik di negeri ini. Apakah kita akan melihat komitmen Erick Thohir dalam membenahi pengelolaan sepak bola di Indonesia diikuti dengan 2K berikutnya, yakni "konsistensi dan komunitas" guna mendukung, bukan menusuk, kepemimpinannya?

https://bola.kompas.com/read/2023/02/20/08000078/3-k-erick-thohir-untuk-pssi

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke