KALIMAT pemain Arsenal (1995-2006) ini begitu pas menggambarkan posisi suporter dengan klub kesayangannya. Relasi keduanya tidak bisa dipetakan algoritma, apalagi alasan dengan logika.
Tayangan langsung di layar kaca melalui televisi nasional dan saluran internet tidak menghentikan langkah meramaikan gelanggang. Menyaksikan langsung klub kesayangan tidaklah ada yang bisa menggantikan kenikmatannya.
Relasi suporter dan klubnya ini mungkin bisa menjelaskan peristiwa kericuhan di Stadion Jatidiri Semarang, Jumat (17/2/2023).
Pendukung PSIS Semarang memaksa masuk stadion Jatidiri Semarang pada laga PSIS Semarang Vs Persis Solo. Pertandingan derbi tersebut sebelumnya diputuskan dilangsungkan tanpa penonton oleh panitia.
Keputusan panitia ternyata tak bisa dipahami para suporter. Pendukung PSIS Semarang akhirnya memaksa masuk stadion ingin menyaksikan langsung klub kesayangannya berlaga.
Lemparan batu dan botol suporter dijawab semburan gas air mata pihak kepolisian. Pertandingan di dalam stadion empat dihentikan.
Kondisi ini tentunya membuat suasana sekitar stadion menjadi tidak nyaman. Keselamatan masyarakat khususnya suporter sepak bola menjadi rawan.
Erick Thohir dalam sambutannya sebagai Ketua Umum PSSI yang baru mengatakan, kemenangan yang dicita-citakan adalah ketika suporter sepak bola Indonesia bisa pulang ke rumah dengan selamat.
Itu artinya keselamatan suporter adalah nomor satu dalam setiap pertandingan sepak bola di Indonesia. Dengan mengutamakan keselamatan suporter artinya posisi suporter dimanusiakan.
Lalu bagaimana caranya memanusiakan suporter atau dengan kata lain mengutamakan keselamatan suporter dalam suatu pertandingan?
Belajar dari PSSI-nya Inggris, yaitu FA (Football Association), membuat pemahaman kepada masyarakat bahwa klub sepak bola dan fansnya adalah sebuah kesatuan.
FA memang tidak mengatur langsung penonton pertandingan sepak bola. Namun aturan FA menegaskan bahwa klub sepak bola bertanggungjawab memastikan pendukungnya tidak melakukan tindakan yang tidak pantas, baik sebelum pertandingan, saat pertandingan, dan sesudah pertandingan.
PSSI sebetulnya juga memiliki aturan yang hampir sama dengan FA. Pasal 70 ayat (2) Kode Disiplin PSSI menyatakan bahwa klub tuan rumah bertanggungjawab atas tingkah buruk penonton.
Pasal yang sama ayat (4) menyatakan bahwa sanksi yang dijatuhkan bergantung kepada akibat yang ditimbulkan dari pelanggaran. Sanksi dapat berupa teguran, denda, pembatalan hasil pertandingan hingga kerja sosial.
Regulasi Liga 1 tahun 2018 lebih jelas lagi menegaskan bahwa Klub Peserta bertanggungjawab terhadap tingkah laku pemain, official, personel, penonton, baik saat sebagai klub tuan rumah (pertandingan kandang) maupun sebagai klub tamu (pertandingan tandang).
Pemahaman bahwa klub dan pendukungnya adalah satu kesatuan dapat kita tengok praktiknya dalam peristiwa bernama tragedi Heysel.
Peristiwa yang terjadi saat pertandingan Liga Champions 29 Mei 1985, di Stadion Heysel Brussels, Belgia.
Suporter Liverpool saling ejek dengan pendukung Juventus. Pendukung Liverpool merangsek ke wilayah pendukung Juventus. Tidak ada perlawanan.
Namun tembok pembatas tidak kuasa menahan beban fans Liverpool yang terus merangsek. Tembok pun roboh.
Sebanyak 39 penonton tewas (32 orang adalah suporter Juventus) dan 600 orang lainnya luka-luka.
Buntut peristiwa itu adalah seluruh klub sepak bola Inggris dilarang bermain di kompetisi Eropa selama 5 tahun. Khusus untuk Liverpool larangan bermain selama 6 tahun.
Keputusan UEFA (Federasi Sepak Bola Eropa) jelas merugikan klub-klub Inggris jutaan dollar AS. Mereka tidak bisa bermain di kompetisi Eropa gara-gara suporter sesama negara.
Bagaimana dengan Indonesia? Pernahkah tercatat klub sepak bola yang dihukum dilarang bermain gara-gara suporternya menciderai atau bahkan menewaskan suporter klub lainnya?
Sepertinya tugas pertama Erick Thohir mereformasi sepak bola Indonesia di antaranya adalah memanusiakan suporter sepak bola dengan mengampanyekan pemahaman bahwa klub dan suporternya adalah satu kesatuan.
https://bola.kompas.com/read/2023/02/19/08551048/memanusiakan-suporter-sepak-bola