Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Masalah Utama Pemain Muda Indonesia di Mata Jaino Matos

KOMPAS.com - Pelatih asal Brasil yang telah malang-melintang di Indonesia, Jaino Matos, mengutarakan bahwa ada satu problem besar yang menghalangi pemain muda Tanah Air untuk berkiprah lebih baik di level klub mau pun timnas.

Jaino Matos menghabiskan tujuh tahun terakhir di Tanah Air, memberikan kontribusi di dunia perkembangan pemain usia muda.

Berdasarkan pengalaman terjun langsung ke lapangan, ada garis emas yang ia tarik.

"Dalam tujuh tahun terakhir, melalui riset serta data dan bukan hanya opini, kesimpulan saya yang harus dipikirkan lebih dalam adalah sikap para pemain," tuturnya dalam sesi Canda Bola di KASKUSTV.

"Attitude, keseriusan, serta kesungguhan di dalam lapangan. Bukan hanya pemain muda tapi yang senior juga, sikapnya di dalam lapangan hijau. Mereka terlalu banyak bercanda."

Pelatih yang mempunyai Lisensi Pro dari CBF (PSSI-nya Brasil) ini mengutarakan kalau pemain harus lebih banyak menunjukkan tanggung jawab dan keseriusan dalam belajar sepak bola.

"Pemain kita yang di atas usia 12-13 tahun harus sadar kalau hidup itu butuh keseriusan. Suatu saat mereka akan punya keluarga yang harus dinafkahi dan sekarang mereka punya orang tua yang menunggu hasil," tutur pria yang pernah menangani Diklat Persib dan menjabat sebagai Kepala Departemen Science and Performance di Borneo FC ini.

"Oleh karena itu, para pemain harus belajar bertanggung jawab. Jangan bercanda terlalu banyak dan over limit."

Ia mengambil kesimpulan ini berdasarkan pendekatan sports science, di mana dirinya menganalisis data GPS dari para pemain yang pernah ia tangani.

"Data GPS dari klub dan timnas menunjukkan bahwa hanya 25 persen pemain yang berlatih dengan kesungguhan maksimal. Ini bukan opini, ini data GPS. Artinya, apabila satu tim berisi 25 pemain, hanya 4-5 yang berlatih dengan kesungguhan maksimal," ujar Jaino.

"Sering kali saya pulang setelah latihan, melihat hasil GPS dan berkata, 'saya kok membuang waktu ya'," tuturnya lagi.

"Latihan dimulai jam 16.00 sementara saya sudah mulai menyiapkan segalanya, termasuk peralatan GPS, sejak jam 14.00. Lima jam saya di lapangan panas-panas. Begitu melihat hasil GPS, hanya 4 pemain yang latihan memberikan 70  persen usaha mereka," lanjutnya.

Menurutnya, halangan ini membuat para pemain Indonesia tak bisa mewujudkan potensi mereka sebenarnya.

Padahal, ia mengatakan bahwa talenta di Indonesia merupakan yang terbaik dari negara-negara yang pernah ia kunjungi.

"Saya orang sains, saya perlu data untuk berbicara. Studi saya juga memberikan harapan karena para pemain kita punya kemampuan luar biasa. Bagaimana potensi itu bisa jadi realita nyata? Harus ada perubahan," lanjutnya.

Ia mencontohkan bagaimana anak-anak Indonesia bisa berbicara banyak di turnamen usia muda seperti Piala Danone atau Piala Gothia tetapi kerap tak bisa berkompetisi di level sama setelah berusia 16 tahun.

"Anak-anak di Korea Selatan, Arab Saudi, Qatar sudah mempunyuai sikap, pola latihan, dan pola pikir dewasa. Sementara di kita, sikap dan keseriusan pemain belum dewasa," tuturnya.

"Saya pikir kita melompati langkah-langkah dasar dan langsung berbicara strategi, bagaimana berlaga tetapi melupakan sikap dasar," ujarnya.

"Attitude, medical conditioning, fitness conditioning, nutrisi adalah langkah-langkah yang harus diimplementasi," lanjutnya.

Ia mengutarakan kalau hal paling berharga bagi Indonesia adalah potensi dan kecintaan masyarakat terhadap sepak bola.

"Generasi Egy Maulana Vikri, Saddil Ramdani, dan Asnawi Mangkualam ini sangat bertalenta. Indonesia punya begitu banyak talenta, sayang sekali. Para pemain ini hanya perlu berada di trek benar," tuturnya.

"Lack of seriousness is a serious problem."

Namun, Jaino juga mengutarakan kalau aspek sports science di Tanah Air juga tertinggal dan belum bisa menutupi kebutuhan sepak bola modern.

"Secara sains, medis dan nutrisi kita ketinggalan. Tidak ada klub di Indonesia atau bahkan tim nasional pun yang mempunyai phyisiologist," tuturnya lagi kepada KOMPAS.com.

"Seseorang untuk memonitor, mengoleksi, dan mempelajari data GPS serta membantu tim pelatih untuk mengaplikasikannya ke para pemain. Tak ada yang punya ini," ujarnya lagi.

"Intinya, sepak bola kita punya potensi besar tetapi butuh strukturisasi ulang."

https://bola.kompas.com/read/2020/04/18/15100078/masalah-utama-pemain-muda-indonesia-di-mata-jaino-matos

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke