JAKARTA, KOMPAS.com - Kericuhan pecah saat berlangsungnya laga Indonesia vs Malaysia di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, Kamis (5/9/2019).
Kericuhan dalam laga Indonesia vs Malaysia terjadi saat pertengahan babak kedua yang membuat pertandingan terhenti.
Kericuhan terjadi dipicu ulah oknum suporter Indonesia yang menempati tribune sisi selatan.
Satu per satu dari mereka turun ke pinggir lapangan dan berlari ke arah suporter Malaysia yang menempati tribune sisi barat daya.
Pantauan di lokasi, ada beberapa oknum suporter yang bahkan sudah sampai ke tribune suporter Malaysia, meski langsung dihalau oleh aparat sebelum mereka melakukan kekerasan.
Tak terbayangkan apa yang akan terjadi jika jumlah suporter yang turun ke pinggir lapangan semakin banyak dan aparat tak sanggup menanganinya?
Kejadian seperti Tragedi Heysel yang terjadi di Eropa tahun 1986 mungkin saja terjadi.
Untungnya, aparat yang berjaga di pinggir lapangan masih sigap menghalau massa dan mencegah terjadinya bentrokan.
Pagar Pembatas di SUGBK
Kejadian kericuhan di laga Indonesia vs Malaysia ini mengingatkan kembali mengenai betapa mudahnya pagar tribune SUGBK yang sekarang dipanjat dan bahkan dirobohkan oleh suporter.
Pascadirenovasi untuk Asian Games 2018, wajah SUGBK memang lebih modern, tak terkecuali pagar pembatas tribune.
Pagar tribune SUGBK yang sekarang menggunakan sekat kaca yang membuat penonton masih nyaman menyaksikan pertandingan.
"Kalau pagar yang lama kan penonton harus mengintip di sela-sela kawat. Kalau yang sekarang mereka tetap bisa menyaksikan pertandingan dari balik kaca," kata Kepala Pengelola GBK, Winarto kepada Kompas.com, Sabtu (7/9/2019).
Meski lebih modern, pagar tribune SUGBK yang sekarang lebih mudah roboh.
Sejak diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada awal Januari 2018, pengelola SUGBK mencatat sudah ada tiga kasus robohnya pagar tribune SUGBK akibat ulah suporter.
Pertama, saat final Piala Presiden 2018 antara Persija Jakarta vs Bali United pada 17 Februari 2018.
Ketika itu, suporter Persija beramai-ramai masuk ke lapangan dan menjebol pagar tribune seusai pertandingan.
Sebelum laga Indonesia vs Malaysia, pagar tribune SUGBK juga sempat roboh saat laga Persija vs Persib Bandung, 10 Juli.
Kondisi tersebut berbeda dengan tribune SUGBK di masa lalu yang memiliki pagar yang lebih tinggi.
"Pagar tribune yang lama memang lebih tinggi sekitar 25 centimeter," ujar Winarto.
Sebelum direnovasi, tribune SUGBK dibatasi pagar besi yang bentuknya bisa dibilang menyerupai terali kandang hewan buas di kebun binatang.
Meski terkesan kurang nyaman untuk penonton, pagar besi di tribune SUGBK yang lama relatif lebih kokoh dan sulit dipanjat.
Pascakericuhan dalam laga Indonesia vs Malaysia, Kompas.com sempat berupaya meminta pendapat pelatih timnas kita, Simon McMenemy mengenai sudah layakkah tribune tanpa pagar di Indonesia.
Sayangnya, McMenemy tak mau berkomentar banyak mengenai hal tersebut.
Menurutnya, suporter Indonesia adalah salah satu suporter terbaik di dunia, namun juga bisa jadi suporter yang terburuk.
"Saya di sini tamu. Saya sudah bangga jadi perwakilan dapat kesempatan jadi pelatih timnas Indonesia," kata McMenemy.
"Namun, buat menjawab apakah sudah layak atau tidak, atau budaya Indonesia seperti apa saya tidak bisa menjawab," ucap pria asal Skotlandia itu.
Berkaca ke Inggris
Pagar pembatas tribune sebenarnya merupakan sesuatu yang sudah lama ditinggalkan di Inggris.
Pascatragedi Hillsborough tahun 1989, FA melakukan standarisasi stadion, yang di dalamnya meniadakan pagar pembatas tribune.
Apa yang telah dilakukan di Inggris tersebut kini justru banyak diikuti negara-negara Eropa lainnya.
Dalam perkembangannya, tak adanya pagar pembatas memang menjadi celah bagi suporter-suporter tak bertanggung jawab.
Saat Derbi Manchester tahun 2012, bek Man United, Rio Ferdinand dilaporkan sempat terluka akibat lemparan koin oleh penonton.
Sontak, usulan agar peraturan pembatas tribune diberlakukan kembali mengemuka, walaupun dengan material yang lebih ringan.
Usulan bahkan datang dari Asosiasi Pesepak Bola Profesional (PFA).
Walau demikian, usulan tersebut tak pernah direalisasikan.
Pasalnya, usulan tersebut juga mendapat penolakan dari pemain, tak terkecuali dari kapten Man City ketika itu, Vincent Kompany.
Ada ucapan menarik yang dilontarkan Kompany yang sepertinya bisa menjadi bahan renungan bagi suporter Indonesia yang melakukan kericuhan pada Kamis kemarin.
Ketika itu, Kompany menilai suporter adalah manusia yang tidak perlu diperlakukan seperti binatang.
"Fakta bahwa kami dapat menaruh orang-orang di luar kurungan adalah sesuatu yang membuat sepak bola Inggris begitu istimewa," ucap pemain asal Belgia itu.
"Saya tentu saja mengatakan kami memerlukan tindakan pencegahan, namun tetap memperlakukan para penggemar sebagai manusia dan bukan hewan yang harus berada di balik kandang," kata Kompany.
https://bola.kompas.com/read/2019/09/07/11400048/haruskah-tribune-sugbk-kembali-dipagari-seperti-kandang-hewan-buas-