BANDUNG, KOMPAS.com - Ulen atau ketan bakar merupakan salah satu jajanan khas yang bisa dinikmati di luar Stadion Si Jalak Harupat, kandang Persib Bandung.
Ketan bakar memang menjadi salah satu panganan khas Jawa Barat.
Saat disajikan, pedagang akan melubanginya dengan sendok plastik, lalu ditambahkan dengan bumbu oncom dan serundeng atau parutan kelapa goreng.
Hidangan ini bisa menjadi sekadar cemilan atau pengganti makanan berat karena memang memiliki kalori yang cukup tinggi.
Dengan kondisi seperti itu, wajar apabila suporter yang datang ke stadion kerap mampir membeli ketan bakar untuk mengganjal perut mereka saat hendak menonton tim kesayangannya bertanding.
Apalagi, pertandingan memang dimulai pada saat jam tanggung.
Sore hari, pukul 15.30 WIB sudah jauh melewati jam makan atau pukul 18.30 WIB ketika belum memasuki waktu makan malam karena penonton pasti sudah masuk ke stadion.
“Ditambah lagi, udara dingin Bandung saat musim kemarau seperti ini,” kata Panji, wartawan asal Jakarta yang nonton laga Persib vs Bali United, Jumat (26/7/2019).
“Makan ketan bakar hangat-hangat ditambah bumbu oncom yang agak pedas, merupakan paduan pas,” tutur karyawan di sebuah TV swasta itu melanjutkan.
Situasi itulah yang coba dimanfaatkan tukang ulen untuk hadir di stadion.
Tukang ketan bakar, bersama sejumlah pedagang lain, kerap hadir saat Persib Bandung bertanding di Stadion Si Jalak Harupat.
Gurihnya ulen tak hanya dinikmati suporter, pun bagi para pedagang tersebut.
Mang Alo, salah satu tukang ulen asal Kopo, mengaku mendapatkan keuntungan dua kali lipat ketika berjualan di stadion saat Persib Bandung bertanding.
“Saya biasa berjualan di Dalem Kaum, dekat alun-alun Kota Bandung,” ucap Mang Alo dalam bahasa Sunda.
“Namun, keuntungan yang didapat di sana, hanya setengah dari jualan di sini,” tuturnya melanjutkan.
Dia lalu menjelaskan bahwa dalam satu hari biasanya akan membawa 120 potong ulen siap bakar plus masing-masing satu toples serundeng dan bumbu oncom.
“Kalau hari biasa di Dalem Kaum, saya cuma menjual sekitar 50 ulen, maksimal 70 kalau lagi ramai,” ucap Alo.
“Namun, saat jualan di stadion, paling tidak saya bisa menjual 100 ulen,” ujarnya menjelaskan.
Menurut dia, jumlah 100 ulen itu sama seperti dia berjualan di alun-alun ketika akhir pekan.
Akan tetapi, ada nilai lebih yang didapat pedagang ketika berjualan di stadion ketimbang di pusat kota.
“Di Dalem Kaum, saya kerap bermain kucing-kucingan dengan petugas (Satpol PP) ketika berjualan. Ada larangan ini-itu,” kata Alo.
“Sedangkan di stadion, saya bisa bebas berjualan, bahkan tanpa ada pungutan liar sama sekali,” tuturnya.
Panpel Persib Bandung memang memberi kebebasan kepada para pedagang untuk berjualan di area sekitar stadion.
“Tak ada aturan khusus untuk pedagang di luar staduon, kecuali ya g di dalam,” ujar Budi Bram Rachman, Ketua Panpel Persib.
“Justru, keberadaan mereka itu dibutuhkan, karena memang seharusnya kita mendukung ekonomi kerakyatan,” ujarnya.
Bagaimanapun, sebuah pertandingan olahraga memang sudah seharusnya menggairahkan ekonomi di lingkungan sekitarnya.
Hal itu jualah yang dirasakan Mang Alo dan banyak pedagang lain ketika Persib atau tim Liga 1 lain bertanding.
https://bola.kompas.com/read/2019/07/26/20400098/gurihnya-ketan-bakar-di-luar-kandang-persib-bandung