Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tragedi Kanjuruhan Sudah Semestinya Diinvestigasi Lembaga Independen

Kompas.com - 04/10/2022, 17:00 WIB
Ahmad Zilky,
Sem Bagaskara

Tim Redaksi

Sumber ABC News

KOMPAS.com – Security Officer di Asian Football Confederation (AFC), Nugroho Setiawan, mengungkapkan bahwa tragedi kerusuhan Kanjuruhan harus diinvestigasi melalui lembaga independen.

Pertandingan Arema FC vs Persebaya Surabaya, yang berlangsung di Stadion Kanjuruhan pada Sabtu (1/10/2022), berujung memilukan seusai 125 suporter meninggal dunia.

Selain itu, kerusuhan yang terjadi setelah pertandingan Arema FC vs Persebaya Surabaya juga menyebabkan ratusan fan menderita luka-luka.

Kerusuhan di Stadion Kanjuruhan bermula saat oknum suporter Arema FC yakni, Aremania turun ke lapangan guna meluapkan kekecewaan seusai tim kesayangannya kalah 2-3 dari Persebaya Surabaya.

Baca juga: Oknum TNI Tendang Suporter Arema, Panglima Sebut Masuk Ranah Pidana

Pasukan keamanan berupaya meredam situasi dengan menggunakan gas air mata untuk membubarkan massa.

Penggunaan gas air mata ini memicu polemik sebab dinilai tak sesuai dengan aturan standar pengamanan FIFA.

Larangan itu tertuang dalam regulasi FIFA pasal 19 poin b tentang pengamanan dan keamanan stadion (FIFA Stadium Safety and Security Regulation).

"Ini terkait pihak kepolisian yang melaksanakan tugas atau pengamanan tidak seusai prosedural dan melanggar FIFA Safety and Security Stadium pasal 19 poin B, di mana senjata api dan gas air mata tidak boleh masuk ke sepak bola," kata Akmal Marhali, pengamat sepak bola dan Ketua Save Our Soccer kepada KOMPAS.COM.

Pemakaian gas air mata untuk meredam kerusuhan menjadi penyebab kepanikan saat suporter berusaha keluar stadion, sehingga timbulnya korban jiwa tak bisa terhindarkan.

Baca juga: Pelatih Arema FC soal Tragedi Kanjuruhan: Sorot Polisi, Sebut Stadion Tak Siap

Setelah insiden tragis itu, Asosiasi Sepak Bola Indonesia (PSSI) segera melakukan investigasi untuk mencari penyebab tragedi Kanjuruhan bisa terjadi.

Investigasi itu awalnya dipimpin langsung oleh Ketua Umum PSSI, Mochamad Iriawan, yang merupakan Purnawirawan perwira tinggi Polri.

Namun, penyelidikan terkait insiden tragis Kanjuruhan selanjutnya akan dilakukan oleh Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF).

Mahfud MD selaku Menko Polhukam akan memimpin langsung tim pencari fakta tersebut. Dia didampingi oleh Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Zainudin Amali sebagai wakil.

Adapun TGIPF Tragedi Kanjuruhan yang akan bekerja selama dua pekan hingga satu bulan ke depan, memiliki 13 orang anggota yang terdiri dari berbagai kalangan, mulai dari akademisi, mantan pemain, hingga jurnalis.

Nugroho Setiawan, yang sebelumnya sempat menjabat sebagai Head of Infrastructure, Safety, and Security di PSSI, mengatakan bahwa investigasi kerusuhan Kanjuruhan memang semestinya dilakukan oleh lembaga independen.

“Tentu saja badan independen ya,” ungkap Nugroho Setiawan dalam wawancaranya bersama Hellena Souisa dari ABC News.

Baca juga: Usut Tuntas Tragedi Kanjuruhan, Biarkan TGIPF Bekerja...

“Bisa saja minta bantuan dari induk organisasi kita, kan ada AFC dan FIFA yang punya komite disiplin dan bisa juga membuat komite darurat karena ini fatality,” tutur Nugroho Setiawan yang masuk menjadi bagian TGPIF.

Nugroho Setiawan menilai bahwa insiden Kanjuruhan harus ditanggapi lebih serius dengan melibatkan tim investigasi yang bersifat independen.

“Bagi saya satu orang (tewas) saja sudah luar biasa. Apalagi ini bisa sampai 100 orang lebih. Jadi, harus badan yang lebih tinggi atau independen,” ucap dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com