Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dulu Piala Soeharto, Kini Piala Presiden

Kompas.com - 03/09/2015, 15:24 WIB
Oleh: SUMOHADI MARSIS, Pengamat sepak bola

KONGRES PSSI 1974 di Yogyakarta bukan hanya dipercepat sehari secara diam-diam sehingga para awak media termasuk saya terkecoh, tapi juga melahirkan seorang ketua umum yang kontroversial, Bardosono.

Awalnya ia dijuluki "titipan Istana". Dengan itu, pimpinan PSSI dan tim kampanye lebih mudah menggoyang opini peserta kongres untuk tidak memilih pesaingnya, Sjarnoebi Said. Pak Bardo, begitu ia lalu sering disapa, juga segera menimbulkan kontroversi baru dengan konsep "sepak bola Pancasila".

Dalam konsep sepak bola Pancasila, soal menang kalah dan skor tidak penting. Yang lebih penting adalah persahabatan dan persatuan Indonesia. Karena itu kalau wasit bingung sebuah partai final turnamen, bahkan juga kompetisi PSSI, seusai menit 90 skor masih imbang, tiup saja peluit panjang dan nyatakan kedua tim sebagai juara bersama.

Tapi, syukurlah, masih pada tahun kedua kepemimpinannya, tokoh penting di Istana dengan jabatan Sesdalopbang (Sekretaris Pengendali Operasi Pembangunan) itu, tampil dengan konsep yang lebih logis dan inovatif. Atas perintahnya, PSSI menggelar turnamen singkat di antara empat tim Perserikatan terbaik dalam kompetisi PSSI 1974-1975, memperebutkan "Piala Soeharto". Turnamen berlangsung seru dan disaksikan banyak penonton di stadion utama Senayan, melahirkan PSM Makassar sebagai juara.

Langkah Bardosono berikutnya lebih fenomenal. Ia mengontrak Wiel Coerver, mantan pelatih klub Feyenoord Rotterdam, Belanda, untuk melatih tim nasional PSSI dengan target tinggi: merebut tiket ke Olimpiade Montreal 1976. Kebetulan Indonesia terpilih untuk menjadi tuan rumah turnamen Pra-Olimpiade 1976 grup II Asia yang diikuti enam negara itu.

Target itu tercapai, kalau saja Iswadi Idris dan kawan-kawan, yang dipilih Coerver, antara lain dari turnamen Piala Soeharto itu, tidak kalah adu penalti dalam final melawan Korea Utara. Setidaknya PSSI di bawah ketua umum Bardosono telah berhasil mengangkat mutu dan gairah Indonesia ke tingkat lumayan tinggi, bahkan hampir mengulang sejarah Olimpiade 1956.

Tidak cukup

Kini, atau 40 tahun kemudian, sebuah turnamen memperebutkan Piala Presiden yang diikuti 16 tim sedang digelar di empat kota di negeri ini. Presiden Joko Widodo sendiri turun ke lapangan hijau stadion Kapten I Wayan Dipda, Gianyar, Bali, untuk melakukan kick-off, tanda dimulainya turnamen dengan partai perdana Bali United melawan Persija Jakarta.

Ada beberapa hal yang membuat turnamen ini patut disebut sama tapi tak sebangun dengan turnamen Piala Soeharto pada 1975. Pertama dan terutama, penyelenggaranya bukan PSSI, melainkan Mahaka Sports, perusahaan pengembang olahraga milik Erick Thohir.

Siapa tak kenal Erick? Resminya pengusaha dan pembina olahraga ini masih menjabat sebagai Wakil Ketua KOI (Komite Olimpiade Indonesia) dan terakhir menjadi komandan kontingen Indonesia ke Olimpiade London 2012. Tapi di dunia internasional, ia lebih dikenal karena menjadi pemegang saham utama dua klub besar, Inter Milan di Italia dan DC United di Amerika serikat.

Federasi sepak bola Italia, demikian juga AS dan lebih dari 200 negara lain, adalah anggota badan dunia FIFA. Dengan demikian, semua aktivitas mereka, sepanjang sesuai prosedur dan statuta FIFA, akan diakui bahkan difasilitasi oleh badan dunia itu. Tapi Indonesia?

Kita semua tahu, sejak 30 Mei lalu FIFA telah menjatuhkan hukuman isolasi tanpa batas waktu kepada PSSI akibat diintervensi, bahkan dibekukan oleh pemerintah. Artinya, semua aktivitas sepak bola di Indonesia tidak lagi diakui, apalagi difasilitasi oleh FIFA. Tapi mengapa Erick, yang bisa kita sebut manusia universal, insan kosmopolitan, atau bahkan taipan global, mau menjadi promotor dan investor turnamen tanpa restu FIFA ini?

Kita yakin Erick tidak sekadar ingin menyenangkan Presiden Joko Widodo atau siapa pun. Dari pernyataannya ketika jumpa pers, dengan menabur sebagian isi kantongnya (di antaranya Rp 3 miliar bagi tim juara) Erick hanya ingin sepak bola Indonesia tidak benar-benar beku, alias tetap bergulir. Katanya kurang lebih, "Yang penting industri sepak bola Indonesia terus berjalan."

Terhentinya roda industri sepak bola Indonesia dalam tiga bulan terakhir memang telah mengakibatkan jatuhnya lumayan banyak korban. Ribuan pencari nafkah, terutama pemain, pelatih, wasit, dan keluarganya, tak lagi bisa hidup normal. Belum terhitung putusnya proses transfer ilmu dan teknologi akibat gugurnya begitu banyak program yang disubsidi FIFA. Klub AS Roma yang sudah hadir di Senayan pun batal bertanding melawan Persija.

Karena itu, dan karena Erick pasti paham betul etika internasional, apalagi berurusan dengan organisasi sebesar FIFA, seusai turnamen baiknya ia kembali bertemu Presiden Jokowi di Istana atau di mana saja. Yang penting katakanlah kepada beliau, "Bapak Presiden, turnamen ini menghibur, tapi tidak cukup."

Yang cukup dan seharusnya terjadi, pastilah kegiatan domestik yang connect dengan aktivitas internasional. Semoga situasi ini mengetuk para pengambil keputusan untuk segera mengambil solusi. Perlu diingat, makin lama terisolasi, makin jauh pula harapan terciptanya prestasi tinggi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Link Live Streaming PSG Vs Dortmund, Kickoff 02.00 WIB

Link Live Streaming PSG Vs Dortmund, Kickoff 02.00 WIB

Liga Champions
DXI Community Camp, Rumah Komunitas Pencinta Olahraga Ekstrem Jalin Relasi

DXI Community Camp, Rumah Komunitas Pencinta Olahraga Ekstrem Jalin Relasi

Sports
Perjalanan Berliku Persija di Liga 1, Thomas Doll Ungkap Penyebabnya

Perjalanan Berliku Persija di Liga 1, Thomas Doll Ungkap Penyebabnya

Liga Indonesia
Eks Juventus Ingin Juara di Persib, Tak Sabar Tampil di Championship Series

Eks Juventus Ingin Juara di Persib, Tak Sabar Tampil di Championship Series

Liga Indonesia
Persija Putuskan Absen, PSM Ikut ASEAN Club Championship 2024-2025

Persija Putuskan Absen, PSM Ikut ASEAN Club Championship 2024-2025

Liga Indonesia
Seputar Stade Leo Lagrange yang Dikritik STY: Saksi Gol Historis, Tersebar di Penjuru Perancis

Seputar Stade Leo Lagrange yang Dikritik STY: Saksi Gol Historis, Tersebar di Penjuru Perancis

Timnas Indonesia
Indonesia Vs Guinea: Amunisi Baru Garuda Tiba di Paris, Yakin ke Olimpiade

Indonesia Vs Guinea: Amunisi Baru Garuda Tiba di Paris, Yakin ke Olimpiade

Timnas Indonesia
5 Momen 'Buzzer Beater' Historis di Playoff NBA

5 Momen "Buzzer Beater" Historis di Playoff NBA

Sports
Indonesia Vs Guinea, Saat Garuda Lebih 'Panas' dari Sang Gajah...

Indonesia Vs Guinea, Saat Garuda Lebih "Panas" dari Sang Gajah...

Timnas Indonesia
Piala Asia U17 Putri 2024: Claudia Scheunemann dkk Tingkatkan Kecepatan

Piala Asia U17 Putri 2024: Claudia Scheunemann dkk Tingkatkan Kecepatan

Timnas Indonesia
Indonesia Vs Guinea: Tantangan Persiapan 72 Jam

Indonesia Vs Guinea: Tantangan Persiapan 72 Jam

Timnas Indonesia
Persib Tatap Championship Series, Gim Internal untuk Jaga Kebugaran

Persib Tatap Championship Series, Gim Internal untuk Jaga Kebugaran

Liga Indonesia
PSG Vs Dortmund: Enrique Tebar Ancaman, Ingin Cetak 2 Gol dalam 3 Detik

PSG Vs Dortmund: Enrique Tebar Ancaman, Ingin Cetak 2 Gol dalam 3 Detik

Liga Champions
Jadwal Siaran Langsung Indonesia Vs Guinea di Playoff Olimpiade 2024

Jadwal Siaran Langsung Indonesia Vs Guinea di Playoff Olimpiade 2024

Timnas Indonesia
Indonesia Vs Guinea: Garuda Muda Terus Bersiap di Tengah Kelelahan

Indonesia Vs Guinea: Garuda Muda Terus Bersiap di Tengah Kelelahan

Timnas Indonesia
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com