Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Kenali Potensi Dirimu, Nak"

Kompas.com - 30/04/2013, 05:35 WIB

KOMPAS.com - Pada saat itu, di tahun 2002, Brasil menjuarai Piala Dunia untuk kelima kalinya, yang dihelat di Korea-Jepang. Lini tengah Brasil kala itu diperkuat oleh seorang Gilberto Silva. Tidak ada pemain lain yang saya perhatikan sekali, kecuali Gilberto Silva. Bagaimana tidak, ketika itu, saya bingung mengapa pemain seperti Gilberto ini masuk skuad inti timnas Brasil dan bahkan ikut mengantar tim itu menjuarai Piala Dunia saat itu.

Pikiran ‘kanak-kanak’ saya ketika itu sering sekali bertanya-tanya, “Gilberto ini fungsinya apa ya?”. Saat itu saya menilai Gilberto ini bukan pemain yang hebat seperti Ronaldo Nazario de Lima, Zinedine Zidane, Luis Figo, atau David Trezeguet. Ketika pemain lain memiliki kemampuan individu dan determinasi yang tinggi, si Gilberto ini cuma pemain yang sering tampak mondar-mandir sembari mengoper bola, itu saja.

Setelah Piala Dunia 2002, Gilberto direkrut Arsenal. Pada dasarnya, itu hal yang wajar karena salah satu parameter yang mudah untuk menilai potensi pemain adalah tim juara. Namun, saya tetap heran, karena saya masih tak melihat Gilberto memiliki sesuatu yang istimewa. Gilberto bukan penggocek bola, tidak sering melakukan tekel, kekuatan fisiknya biasa saja, tidak terlalu ngotot. Pokoknya, semuanya serbabiasa. Bagi saya, Gilberto cuma pemain yang suka naik-turun dan mengoper bola.

Sementara saya belum berhenti heran, Arsenal malah sering menjadi juara, yang puncaknya adalah unbeaten season 2003-2004, di mana Gilberto merupakan salah satu pemain yang paling konsisten masuk barisan starter.

Gilberto bukan satu-satunya pemain yang membuat saya bingung. Ketika masih bermain untuk AC Milan, Gennaro Gattuso adalah pemain yang juga sering membuat kening saya berkerut. Gattuso tampak biasa saja, mengingat Milan saat itu memiliki pemain-pemain seperti Demetrio Albertini, Zvonimir Boban, Rui Costa, Clarence Seedorf, Andriy Shevchenko, tetapi Gattuso juga terus dijadikan starter.

Pertanyaan saya saat itu adalah, bagaimana mungkin seorang pemain yang tidak fasih melepaskan umpan silang dimainkan sebagai starter di posisi gelandang kanan. Umpan -umpan silang Gattuso pada masa-masa awal kariernya di Milan banyak yang terlalu tinggi, tidak tepat sasaran. Pokoknya, masih banyak kejanggalan-kejanggalan teknis dari seorang Gattuso, kala itu.

Gattuso semakin menarik bagi saya, karena ia masuk dalam berbagai skema permainan Milan. Dua pelatih ternama Milan di era tersebut, Alberto Zaccheroni dan Carlo Ancelotti, relatif selalu memainkan Gattuso disetiap pertandingan tim utama Milan. Sebagai anak kecil yang menggilai sepak bola kala itu, diri ini sering bertanya-tanya kenapa Zaccheroni dan Ancelotti memilih Gattuso? Bukankah secara teknik, Milan punya pemain lain yang lebih baik dari Gattuso?

Pada medio 2009 sampai 2012, saya memperhatikan satu orang pemain lagi yang sungguh membuat saya semakin bingung dan kemudian membuat saya sadar. Pemain itu adalah Rory Delap. Bagaimana tidak, Delap tidak memiliki satu pun atribut menonjol, kecuali long throw-in. Ya, Rory Delap memiliki lemparan throw in yang spesial, bola hasil lemparan ke dalam Delap kencang dan akurat. Dalam sejumlah kesempatan, throw-in Delap berujung gol untuk timnya saat itu, Stoke City.

Satu-satunya kelebihan Delap itu ternyata merupakan faktor yang dibutuhkan Stoke untuk memainkan gaya direct football atau yang sering disebut dengan kick ‘n rush. Kali ini, pertanyaan saya mendapatkan titik terang menuju pemahaman, termasuk atas pertanyaan saya mengenai Gilberto dan Gattuso.

Setelah melihat Delap, saya sadar bahwa setiap pemain sepak bola memiliki karakter uniknya masing-masing yang dapat menjadi nilai jual tersendiri bagi mereka. Delap beruntung memiliki lemparan yang sangat bertenaga, karena jika tidak, mungkin ia tidak akan pernah diperhitungkan sebagai pemain berbahaya. Dalam ilmu bisnis, fenomena Delap secara filosofis dekat sekali dengan teori competitive advantage strategy.

Mungkin kesadaran akan kebingungan-kebingungan saya juga didukung oleh beberapa kisah pesepak bola yang sukses setelah mengenal dan menerima diri mereka. Sebelum menjadi penjaga gawang, Peter Cech adalah seorang striker.  Emile Heskey yang sempat dikenal sebagai penyerang eksplosif, awalnya menekuni olahraga tinju. Gareth Bale yang belum lama ini mendapatkan penghargaan Pemain Terbaik PFA sebelumnya adalah pemain rugby. Untuk Gilberto Silva, sebelum menjadi pesepak bola, ia pernah menjadi pemecah batu dan buruh pabrik gula. Jika saja mereka tidak berhasil menemukan potensi diri, yang mungkin merupakan satu-satunya kelebihan mereka, mungkin mereka tak dikenal luas seperti sekarang.

Penemuan potensi diri tersebut dapat berasal dari dalam maupun luar diri sendiri. Thierry Henry, jika saja tidak dijadikan Arsene Wenger sebagai penyerang tengah dalam skema 4-4-2, mungkin tidak akan setenar sekarang. Begitupun Andrea Pirlo, jika Ancelotti tidak menemukan titik potensi maksimal darinya di posisi regista, mungkin sampai kapan pun Pirlo hanyalah seorang pemain rotasi. Bale juga bisa mencapai level performa maksimal setelah Harry Redknapp memainkannya di posisi left midfielder (instead of left back). Bahkan sekarang Bale diberikan kepercayaan Andre Villas-Boas menjadi striker.

Bagaimana dengan Adriano Leite Ribeiro dan Luis Suarez? Mereka adalah contoh pemain dengan potensi diri yang dikuasai betul oleh faktor eksternal berupa kasih sayang dari lawan jenis, alias kekasih. Adriano adalah striker yang sangat berbahaya sebelum ditinggalkan oleh sang kekasih hati. Ya, media-media di eropa menyebut ‘anjlok’-nya performa Adriano secara drastis disebabkan faktor ‘patah hati’ dari sang kekasih.

Untuk Suarez, ia memiliki kisah asmara yang lebih ceria. Kekasih Suarez, Sofia Balbi, pindah ke Spanyol dari Uruguay pada 2003 untuk mengikuti jejak keluarganya. Ketika itu Suarez sangat terpukul, dan sempat berhenti bermain bola. Sampai pada suatu hari Suarez sadar bahwa satu-satunya cara untuk mengejar sang pujaan hati adalah kembali bermain bola seapik mungkin, sehingga dia diincar dan pindah ke klub eropa, dan dapat dekat kembali dengan Sofia.

Kegigihan membuat Suarez direkrut FC Groningen sehingga ia dapat berkumpul kembali dengan tambatan hati. Titik motivasi akan Sofia inilah yang membuat determinasi Suarez sebagai pemain sangat tinggi, dan diakuinya sebagai atribut yang mempengaruhi performanya sampai sekarang. Herman Pinkster, bekas manajer Suarez di Ajax pernah mengatakan, berkata “Sofia sangat penting bagi Suarez, dan bisa jadi adalah satu-satunya orang yang dapat mengontrol emosi Suarez yang berlebihan”.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ernando dan Karakter Adu Penalti

Ernando dan Karakter Adu Penalti

Timnas Indonesia
Jadwal MotoGP Spanyol 2024: Balapan Malam Ini, Marc Marquez Start Terdepan

Jadwal MotoGP Spanyol 2024: Balapan Malam Ini, Marc Marquez Start Terdepan

Motogp
Piala Thomas 2024: Jonatan Dikejutkan Lawan, Menang berkat Ubah Pendekatan

Piala Thomas 2024: Jonatan Dikejutkan Lawan, Menang berkat Ubah Pendekatan

Badminton
Jadwal Lengkap Semifinal Piala Asia U23 2024, Indonesia Vs Uzbekistan

Jadwal Lengkap Semifinal Piala Asia U23 2024, Indonesia Vs Uzbekistan

Timnas Indonesia
Semifinal Piala Asia U23 2024, Prediksi Klok Tak Ada yang Mustahil untuk Indonesia

Semifinal Piala Asia U23 2024, Prediksi Klok Tak Ada yang Mustahil untuk Indonesia

Timnas Indonesia
Indonesia Vs Uzbekistan: Keyakinan Pasukan STY Akan Tetap Menyerang

Indonesia Vs Uzbekistan: Keyakinan Pasukan STY Akan Tetap Menyerang

Timnas Indonesia
Hasil dan Klasemen Liga Inggris: Liverpool Gagal Salip Man City, Sheffield United Degradasi

Hasil dan Klasemen Liga Inggris: Liverpool Gagal Salip Man City, Sheffield United Degradasi

Liga Inggris
Hasil Aston Villa Vs Chelsea 2-2: Gol Dianulir, The Blues Bawa Pulang 1 Poin

Hasil Aston Villa Vs Chelsea 2-2: Gol Dianulir, The Blues Bawa Pulang 1 Poin

Liga Inggris
Leverkusen 46 Laga Tanpa Kalah, Xabi Alonso Benar-benar Fenomenal

Leverkusen 46 Laga Tanpa Kalah, Xabi Alonso Benar-benar Fenomenal

Bundesliga
Juventus Vs AC Milan, Tidak Ada Pemenang

Juventus Vs AC Milan, Tidak Ada Pemenang

Liga Italia
Hasil Lengkap Tim Indonesia di Piala Thomas & Uber 2024

Hasil Lengkap Tim Indonesia di Piala Thomas & Uber 2024

Badminton
Hasil Man United Vs Burnley: Gol Penalti Buyarkan Kemenangan MU

Hasil Man United Vs Burnley: Gol Penalti Buyarkan Kemenangan MU

Liga Inggris
Catat Rekor Apik di Stadion Abdullah bin Khalifa, Modal Indonesia Lawan Uzbekistan

Catat Rekor Apik di Stadion Abdullah bin Khalifa, Modal Indonesia Lawan Uzbekistan

Timnas Indonesia
3 Hal yang Harus Dibenahi Indonesia Jelang Vs Uzbekistan

3 Hal yang Harus Dibenahi Indonesia Jelang Vs Uzbekistan

Timnas Indonesia
Piala Asia U23 2024: Sananta Kartu AS, Kecepatan Jadi Modal Indonesia

Piala Asia U23 2024: Sananta Kartu AS, Kecepatan Jadi Modal Indonesia

Timnas Indonesia
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com