Hujan Sabtu sore menyisakan jalan setapak yang becek dan udara yang dingin menusuk. Secangkir kopi hitam panas dan keripik tempe membantu mengusir dinginnya udara Kota Batu-Malang malam itu. Meski demikian, hal itu tidak membantu menghapus wajah para lelaki yang tegang dan hilir mudik masuk dan keluar ruangan. Di dalam ruangan, beberapa orang asyik membaca ulang catatan yang mereka tulis sepanjang sepekan terakhir.
Maklum, malam itu 23 peserta pelatihan dan standardisasi Akademi Nusantara menjalani tes awal. Tegang? ”Ah, biasa saja,” ujar Adjat Sudradjat, mantan pemain Persib Bandung, salah satu ikon sepak bola Indonesia, santai.
Tak lama, Direktur Pembinaan Usia Muda PSSI Timo Scheunemann masuk ke ruangan dan meminta agar hanya alat tulis yang berada di atas meja. Seperti mengerti kondisi psikologis peserta, dengan bahasa Indonesia logat Jawa Timur, Timo Scheunemann berkata, ’’Saya hanya mau melihat sejauh mana Anda menyerap materi. Ndak perlu tegang.”
Meski urat saraf mengendur, tak mudah bagi peserta menjawab 25 pertanyaan yang disusun Scheunemann, pelatih berlisensi A UEFA (Asosiasi Sepak Bola Eropa), dalam 90 menit.
Keberadaan dua pelatih senior, Tumpak Sihite dan Sartono Anwar, di belakang mereka tak menyurutkan nyali mereka untuk berdiskusi satu sama lain meski dilarang. Beberapa kali Sartono menempelkan telunjuk kanannya ke bibir, sekadar mengingatkan agar diskusi segera dihentikan.
Lemah
Sabtu malam di ruang simulator Pusat Pendidikan dan Latihan Artileri Pertahanan Udara menjadi puncak keberadaan mereka sepekan terakhir. Hampir setiap hari, selama sepekan, para pelatih berlisensi B dan C PSSI itu mendapatkan penyegaran program kepelatihan sepak bola, seperti program manajemen akademi, fisioterapi, ilmu dan teknologi keolahragaan, motivasi, hingga teori dan praktik program kepelatihan.
Scheunemann mengakui, waktu sepekan tidak cukup. ”Tapi, mereka sangat antusias. Ini melegakan,” katanya.
Syarif Sazali, asisten pelatih asal Balikpapan, Kalimantan Timur, mengakui, banyak hal baru didapatnya. Selama ini, pengetahuan sepak bola, termasuk strategi, didapat dari senior, termasuk penggunaan strategi 3-5-2. ”Ternyata tidak semua usia bisa cocok dengan strategi 3-5-2,” kata pemilik lisensi C PSSI ini.
Scheunemann menyatakan, sebagian besar pelatih usia muda di Indonesia lemah dalam ilmu kepelatihan dasar sepak bola. Materi latihan pemain senior secara bulat-bulat diberikan kepada pemain usia muda. Hal itu diamini Syarif.
Mengakui talenta para pemain muda Indonesia sangat berlimpah, materi latihan seadanya, dan mengadopsi pola pemain senior membuat hasil tak maksimal. Minimnya kompetisi usia dini pun membuat keterampilan pemain muda tak terasah.