KOMPAS.com - Saga transfer itu akhirnya usai juga. Cesc Fabregas telah resmi mengakhiri "masa perantauannya" selama delapan tahun di Arsenal untuk kembali ke Barcelona. Puasa gelar Arsenal selama enam tahun terakhir diyakini menjadi salah satu faktor pendorong terwujudnya hal tersebut. Hal ini semakin menguatkan opini banyak pihak yang berujar bahwa Arsenal adalah akademi sepak bola sempurna bagi pemain remaja, tapi bukan tempat yang tepat untuk meraih gelar juara.
Musim 2010/2011 bisa dikatakan menjadi saat-saat terberat Arsene Wenger ketika menjabat sebagai manajer sekaligus pelatih utama "The Gunners". Saat itu Arsenal memang berhasil mengawali musim dengan penampilan gemilang, tapi seperti biasa mereka memasuki grafik menurun ketika sampai di pertengahan atau menjelang akhir musim.
Misalnya saja, bisa kita lihat yang menjadi titik balik merosotnya performa Arsenal secara keseluruhan adalah kekalahan mereka dari Birmingham City di final Piala Liga dengan skor 1-2. Gol kemenangan Birmingham saat itu juga diwarnai kesalahan komunikasi di antara kiper Wojciech Szczesny dan bek anyar Laurent Koscielny. Sejak itu, mental para pemain muda Arsenal drop.
Pada Februari, mereka memang sempat menduduki posisi dua klasemen dengan selisih satu poin saja dari sang pemuncak, Manchester United. Akan tetapi setelah kekalahan menyakitkan dari Birmingham tersebut di akhir Februari, mereka hanya mampu meraih satu kemenangan di liga dalam dua bulan setelahnya, serta disingkirkan oleh Barcelona di babak 16 besar Liga Champions dengan skor agregat 3-4.
"Bagian terakhir (dari musim lalu) adalah yang terberat (dalam karierku). Secara emosional, hal itu sangat sulit karena kami ada di bawah. Anda bisa lihat bahwa tiga atau empat minggu terakhir sangatlah sulit," ujar Wenger.
Sekali lagi terbukti bahwa para pemain Arsenal tak memiliki mental juara yang cukup untuk mengakhiri kompetisi sebagai sang juara. Kurangnya sosok pemain senior berpengalaman yang bisa menjadi tumpuan tim di saat goyah ditenggarai menjadi penyebab inkonsistensi permainan "The Gunners". Para suporter benar-benar dibuat rindu oleh kepemimpinan solid dan tak kenal kompromi ala Patrick Vieira, serta gol kemenangan di saat-saat menentukan yang biasa dicetak Thierry Henry, dahulu.
Hampa gelar yang dilalui Arsenal selama enam musim berturut-turut akhirnya membuat kesabaran para suporter kian mencapai batasnya. Wenger dianggap kurang berani beraktivitas di bursa transfer. Dia jarang merekrut seorang pemain "jadi" dengan nama besar, apalagi yang berasal dari Inggris. "Sang Profesor" lebih senang mendatangkan berlian-berlian kasar yang akan dipolesnya hingga menjadi perhiasan mahal incaran para klub-klub berkantong tebal.
Di satu sisi, hal itu tentu baik untuk kesehatan kas dana Arsenal yang selama ini bersih dari utang. Tapi di sisi lain, Wenger juga kerap kesulitan menumbuhkan serta menjaga loyalitas para pemain mudanya yang tak sabar untuk segera mendapatkan gelar. Oleh karena itu, ketika mereka mulai tumbuh matang, keinginan untuk hengkang pun tak bisa ditentang. Sebut saja pemain-pemain seperti Aliaksandr Hleb, Emmanuel Adebayor, Gael Clichy serta Fabregas yang akhirnya hijrah setelah menunjukkan potensi maksimalnya di Arsenal.
Arsenal tak bisa menjaga komposisi tim dengan para tumpuannya di berbagai lini secara konsisten dari tahun ke tahun. Terlalu banyak pemain kunci yang datang dan pergi tanpa memberikan hasil berarti. Banyak dari pemain tersebut, hanya menganggap Arsenal sebagai tempat persinggahan sementara untuk mematangkan permainan sebelum menjajal diri di klub besar lainnya.
Perbedaan mendasar