KOMPAS.com — Enam bulan setelah berlalunya rangkaian erupsi Gunung Merapi, Desember 2010, tampilan setiap rumah di Dusun Balong, Desa Wates, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, pun berubah. Teras dan halaman belakang rumah yang biasanya dihiasi aneka bunga dan tanaman hias sekarang diisi oleh berbagai sayuran, yang semuanya ditanam dalam pot.
Tanaman sayuran lebih berguna karena bermanfaat, bisa dikonsumsi oleh keluarga, ujar Kristina Noviyani (26), warga Balong, Minggu (15/5/2011).
Maka, ranum merah cabai dan tomat pun menggantikan merah mawar yang semula ditanam di teras dan di tepi jendela kamar. Tidak hanya itu, tanaman sayuran pun mengisi setiap jengkal petak kosong dalam rumah yang sebelumnya hanya terpikir untuk tempat handuk atau kasur.
Semangat bertanam sayuran juga dirasakan di Dusun Berut, Desa Sumber, Kecamatan Dukun. Dengan keinginan untuk menanam sayuran dalam pot, maka semua pot, ataupun segala sesuatu yang dapat difungsikan sebagai pot, dijadikan sebagai tempat menanam sayuran.
"Karena kekurangan pot, bekas drum minyak tanah dan ember pun akhirnya saya pakai untuk menanam sayuran," ujarnya terkekeh.
Bagi Sukistinah dan Noviyani yang sebenarnya berprofesi sebagai petani sayuran, bertanam sayuran dalam pot jelas tak terpikirkan sebelumnya. Metode penanaman ini baru dikenalnya setelah mendapatkan pelatihan dari Lembaga Pendamping Usaha Buruh Tani dan Nelayan Keuskupan Agung Semarang (KAS) pada Desember 2010. Saat itu mereka mendapatkan bantuan pot untuk menanam sayuran berikut benih-benih sayuran yang akan ditanam.
Pertanian organik
Tidak sekadar menebar benih dalam pot, mereka pun dilatih membudidayakan sayuran tersebut dengan sistem pertanian organik. Dari sinilah mereka dilatih membuat sendiri beragam obat-obatan untuk berbagai jenis hama penyakit.
"Lewat pembelajaran budidaya tanaman sayuran organik ini, saya baru tahu bahwa daun serai, tembakau, dan kleresede dapat diolah menjadi pestisida alami," ujarnya.
Awal mulanya, tanaman sayuran dalam pot ini memang sebatas dianggap sebagai pelipur lara, mengobati kesedihan petani karena lahan pertanian setelah erupsi belum berfungsi optimal untuk ditanami sayuran. Abu yang masih menumpuk di lahan pertanian membuat tanah bersifat panas, tanaman tidak tumbuh dengan baik, dan produksi sayuran turun sekitar 50 persen.