Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tanggapan Narasi soal Rencana PSSI Tempuh Hukum untuk Identitas Pengatur Skor

Kompas.com - 05/11/2021, 17:58 WIB
Celvin Moniaga Sipahutar,
Eris Eka Jaya

Tim Redaksi

Sumber Antara

KOMPAS.com - Pemimpin Redaksi Narasi atau PT Narasi Media Pracaya, Zen Rachmat Sugito, memberikan tanggapan terkait rencana gugatan yang hendak dilakukan PSSI terhadap program Mata Najwa.

Program Mata Najwa menyiarkan tayangan dengan tema "PSSI Bisa Apa jiid 6: Lagi-lagi Begini" pada Rabu (3/11/2021).

Tayangan tersebut mengundang sejumlah narasumber, salah satu di antaranya adalah seorang wasit Liga 1 yang disebut "Mr. Y".

Sosok wasit tersebut tak diperlihatkan dalam program yang dipandu jurnalis Najwa Shihab itu.

Adapun Mr. Y yang baru bertugas musim ini mengaku terlibat dalam pengaturan skor dua pertandingan di Liga 1 2021-2022.

Mengetahui hal tersebut, PSSI berkomunikasi dengan Mata Najwa untuk mengetahui identitas sosok wasit itu.

Baca juga: PSSI Berencana Tempuh Jalur Hukum demi Dapatkan Identitas Pengatur Skor

Akan tetapi, Mata Najwa menolak memberitahukan identitas Mr. Y sehingga PSSI melalui Ketua Komite Wasit Ahmad Riyadh berencena menempuh jalur hukum.

Terkait tuntutan PSSI, Zen Rachmat Sugito mengatakan, PSSI seharusnya fokus mengusut kasus pengaturan skor daripada mengejar identitas wasit yang diduga pelaku match fixing Liga 1.

"PSSI lebih baik fokus ke pokok perkara yang saat ini sudah ada di meja mereka. Mereka bisa menelusurinya dari pemain-pemain yang sudah dihukum," ujar Zen dikutip dari Antara.

Pemain-pemain yang dimaksud Zen adalah lima eks pilar klub Liga 2 Perserang yang divonis terlibat dalam kasus dugaan pengaturan skor dan sudah dihukum PSSI mulai Rabu (3/11/2021).

Menurut pria berusia 45 tahun itu, PSSI bisa memulai penyelidikan internal mulai dari sana.

Baca juga: PSSI Sudah Kantongi Bukti Dugaan Pengaturan Skor di Liga 2

Dia menyarankan PSSI untuk serius menggali secara detail kasus tersebut sehingga ditemukan petunjuk dan membongkar kasus serupa di Liga 1.

"Keterangan dari pemain-pemain itu semestinya bisa dilacak dan menjadi pintu masuk sampai ke akar-akarnya," tutur Zen.

Zen meyakini PSSI memiliki semua sumber daya, termasuk teknologi, yang diperlukan untuk mengupas kasus pengaturan skor di sepak bola Indonesia.

Hal inilah yang membuat dia merasa heran PSSI harus menunggu pengaturan skor itu ramai di media, baru melakukan tindakan pengusutan.

Seperti pada tahun 2018, saat tindakan demi tindakan hukum baru dilakukan setelah Mata Najwa mengangkat kasus pengaturan skor di sepak bola Indonesia.

Baca juga: Rencana Kehadiran Penonton di Liga 1: Menpora Ambil Ancang-ancang bersama PSSI dan LIB

Ketika itu, nama-nama seperti Mbah Putih dan Hidayat terungkap di Mata Najwa yang akhirnya membuat PSSI serta polisi membongkar kasus tersebut.

Dalam kasus tersebut, beberapa petinggi PSSI termasuk eks pelaksana tugas Ketua Umum PSSI Joko Driyono ditangkap.

"Sangat sering PSSI bergerak setelah adanya karya jurnalisik (yang membongkar pengaturan skor. Mestinya tidak perlu menunggu kerja pers," kata Zen.

Sementara itu, Zen menanggapi rencana gugatan hukum terhadap Mata Najwa.

Sebab, Mata Najwa dan juga perusahaan media yang menaunginya PT Narasi Media Pracaya merupakan institusi pers yang diakui oleh Dewan Pers. Maka dari itu, mereka memiliki kewenangan yang disebut "hak tolak".

Ini membuat setiap institusi pers memiliki kewenangan penuh untuk menutup identitas narasumbernya.

Baca juga: Hasil Sidang Komdis PSSI, PSS dan PSM Paling Banyak Dapat Sanksi

Namun, pada Ayat 4 Pasal 4 Undang-Undang Pers tersebut juga menyatakan bahwa "Hak tolak dapat dibatalkan demi kepentingan dan keselamatan negara atau ketertiban umum yang dinyatakan oleh pengadilan".

Artinya, hak tolak bisa tidak berlaku jika ada perintah pengadilan. Hal tersebutlah yang tengah mau diambil oleh PSSI.

Meski demikian, Zen pesimistis usaha PSSI akan sampai ke pengadilan.

Pasalnya, selain Undang-Undang Pers, kerja jurnalistik juga dilindungi oleh dua kekuatan hukum lain, yaitu Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 13 tahun 2008 serta Nota Kesepahaman antara Dewan Pers dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.

"Pak Ahmad Riyadh adalah seorang pengacara yang seharusnya mengetahui UU Pers. Kalau memang mau mempermasalahkan soal narasumber kami, sebaiknya dibawa ke Dewan Pers karena akan buang-buang waktu ke pengadilan," kata Zen.

Jika memang tetap mempermasalahkan soal hak tolak dalam UU Pers, Zen menyarankan PSSI untuk menggunakan jalur hak uji materiil (judicial review) di Mahkamah Konstitusi.

"Silakan saja kalau mau mengajukan judicial review soal hak tolak itu ke Mahkamah Konsitusi," jelas Zen.

Baca juga: Kalahkan Persela, Persib Tutup Kiprah di Seri II Liga 1 dengan Sempurna

Di sisi lain, Ketua Dewan Pers periode 2016-2019 Yosep Adi Prasetyo menyarankan PSSI untuk menuntaskan sengketa dengan acara "Mata Najwa" di Dewan Pers, tidak melakukan gugatan hukum.

"Silakan PSSI mengadukan Mata Najwa ke Dewan Pers," kata Yosep Adi Prasetyo.

Dia menuturkan kata-kata senada dengan Zen Rachmat Sugito bahwa membawa kasus tersebut ke pengadilan adalah hal sulit karena kerja pers dilindungi sejumlah payung hukum.

Semua regulasi tersebut bermuara ke satu titik, yakni sengketa terkait produk jurnalistik harus diselesaikan oleh Dewan Pers.

"Di Dewan Pers, tim Mata Najwa tidak boleh menutupi semua informasi yang didapatkannya," ujar Yosep.

"Namun, nantinya Dewan Pers hanya sampai kepada kesimpulan apakah sebuah produk itu sesuai kaidah jurnalistik atau tidak," tuturnya.

"Jika sesuai, PSSI harus menghormati Undang-Undang Pers. Namun, jika tidak, bisa dilakukan tindakan lanjutan," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com