Riyandi mengaku senang dengan kabar yang mencuat pada Rabu (24/2/2016). Namun, eks pemain Persipasi Bandung Raya (kini Madura United) itu menilai, selepas pembekuan PSSI selesai, bukan berarti penantian usai.
Sebab, pemerintah, dalam hal ini Kemenpora, dan PSSI harus sama-sama instrospeksi serta bersatu untuk sepak bola Indonesia. Selama ini menurutnya, pemain dan perangkat tim seperti pelatih hingga pembantu umum sebuah klub, yang jadi korban.
"Saya dengar dan membaca soal rencana pemerintah pencabut pembekuan PSSI. Secara pribadi sebagai pesepak bola saya senang. Tapi, saya ingin kedua belah pihak ini saling instrospeksi atas kesalahan-kesalahan mereka, ya pemerintah, ya PSSI," kata Angki, sapaan Riyandi kepada JUARA pada Kamis (25/2/2016).
Riyandi juga mengatakan, selama ini banyak pemain yang dirugikan karena pembekuan PSSI yang berbuntut sanksi FIFA. Namun, sebelum sanksi ini, pemain juga ada yang sering jadi korban "kekuasaan" klub, terkait masalah kontrak, gaji, dan sejumlah hak lainnya.
"Kami para pemain juga wajib lebih mawas diri dan jaga diri, jika akhirnya pembekuan PSSI dicabut. Sebab, pemain harus belajar dari sejumlah kasus yang merugikan mereka sebelumnya. Sanksi dicabut, kompetisi bakal segera jalan dan pemain kembali berhubungan dengan klub,” tutur Riyandi.
"Pada saat berhubungan dengan klub, pemain wajib mempelajari secara detail kontrak. Kalau perlu, pemain membawa agen atau perwakilan jika dibutuhkan saat sign kontrak. Kalau pun tak memakai jasa itu, mereka bisa konsultasi. Pokoknya, pemain jangan ada yang dirugikan lagi setelah sanksi dicabut dan kompetisi jalan," tambahnya.