Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Delapan Detik yang Mematikan

Kompas.com - 24/05/2013, 03:34 WIB

london, kamis - Delapan detik sudah cukup bagi Borussia Dortmund dan Bayern Muenchen untuk mematikan pertandingan. Dua tim ini nyaris tak terkekang oleh ruang dan waktu. Setiap detik bisa berujung kejutan saat mereka bertarung di final Liga Champions, Minggu (26/5) pukul 01.45.

Dortmund dan Bayern rata-rata hanya membutuhkan waktu kurang dari delapan detik di area kotak penalti lawan untuk mencetak gol. Tiga dari empat gol Bayern ke gawang Barcelona di putaran pertama semifinal Liga Champions hanya berkisar 5-8 detik pada tusukan akhir.

Dortmund juga efektif. Tiga dari empat gol Robert Lewandowski ke gawang Real Madrid di putaran pertama semifinal juga berkisar 5-8 detik.

Dortmund lihai dalam umpan terobosan. Mereka juga biasa menempatkan empat hingga lima pemain untuk melawan enam hingga delapan pemain Madrid yang bertahan.

Dua tim ini sama-sama memiliki pemain kreatif dan mampu bergerak cepat dalam ruang dan waktu yang sempit.

Kesuksesan Dortmund musim ini di Liga Champions merupakan buah dari kegagalan musim lalu. Mereka bermain dalam tempo cepat dan agresif menekan. Para pemain Dortmund mendominasi permainan, tetapi berakhir di dasar klasemen Grup F di bawah Olympiakos, Olympique Marseille, dan Arsenal.

”Saya mempelajari statistik. Tim yang terlalu banyak berlari, kalah. Dan tim yang menekan, menurunkan peluang mereka untuk memenangi pertandingan. Sekarang saya tahu, mengapa itu terjadi,” ujar Klopp.

Musim ini Dortmund lebih matang, lebih cepat, dan sangat mematikan dalam serangan balik. Semua itu berawal dari pola latihan yang digenjot oleh Manajer Dortmund Juergen Klopp.

Pelatih berusia 45 tahun itu memasang target 8 detik bagi pemainnya untuk melepaskan tendangan ke gawang lawan sejak memenangi perebutan bola di wilayah sendiri.

Pendekatan ini diadopsi dengan sempurna oleh Marco Reus, Mario Goetze, Robert Lewandowski dan Ilkai Gundogan. Kecepatan Reus di sayap kiri menjadi sangat vital dalam pola ini.

”Cara tim bermain di fase grup sungguh mengejutkan dan pertandingan di Manchester City menjadi pembuka mata kami. Bahwa kami mampu bersaing dengan tim terkuat di Eropa, bahkan melampaui mereka,” ujar Klopp.

Kini, saat Goetze tidak bisa tampil di final, Klopp harus memilih pemain yang tepat untuk menempati posisi pengatur permainan. Reus bisa menempati posisi Goetze, tetapi statistik pertandingan kurang bagus.

Saat Reus di posisi Goetze, Dortmund kalah 0-2 dari Real Madrid di putaran kedua semifinal Liga Champions dan 1-2 dari Hoffenheim pekan lalu. Pilihan lain adalah Reus tetap di sayap kiri, Gundogan ke posisi Goetze, dan Sebastian Kehl berduet dengan Sven Bender.

Bayern solid

Dortmund seperti raksasa yang baru bangun dari tidur. Tim dari lembah Ruhr ini akan melawan raksasa lain di Bundesliga, Bayern Muenchen.

Dua tim ini memiliki tipikal permainan yang sama dalam kecepatan menyerang dan agresivitas menekan lawan. Namun, Bayern lebih dominan dalam penguasaan bola karena lini tengah mereka sangat solid musim ini.

Bastian Schweinsteiger bisa lebih leluasa mendistribusikan bola sejak gelandang bertahan Javi Martinez bergabung. Mantan pemain Athletic Bilbao itu menjadi pemutus aliran bola lawan sebelum memasuki lini pertahanan Bayern. Ia juga cepat dalam membangun serangan balik, terhubung dengan sayap kanan Arjen Robben ataupun gelandang serang Thomas Mueller.

Kunci serangan Bayern yang akan menjadi ancaman serius Dortmund adalah kecepatan sayap serang Franck Ribery dan Robben. Mereka juga memiliki akurasi umpan silang dan ketenangan penyelesaian akhir.

Lini serang kedua Bayern yang ditempati oleh ”sang pembaca ruang”, Thomas Mueller, jauh lebih berbahaya. Mueller lihai membaca arah permainan untuk menempatkan dirinya pada waktu dan tempat yang tepat untuk mencetak gol.

Laga final ini juga akan ditentukan oleh ketenangan mental. Klopp menyiramkan ketenangan pada para pemainnya dengan menyatakan laga final ini sama seperti laga lainnya. Sedangkan Bayern dalam tekanan untuk menang setelah dua kali kalah di final pada 2010 dan 2012. (Reuters/AFP/AP/ANG)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com