Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sylo Menderita Sendiri

Kompas.com - 31/12/2012, 03:14 WIB

BANYUWANGI, KOMPAS - Hidup Moukwelle Ebanga Sylvain atau Sylo, pesepak bola asal Perancis yang pernah bermain di Persewangi Banyuwangi, tak ubahnya seperti TKI di luar negeri. Dia dipekerjakan, tetapi gaji tak dibayarkan. Dia terlunta-lunta dan kini sakit tanpa ada yang mendampingi.

Sylo sejak tiga hari lalu terpaksa dirawat inap. Dokter yang merawatnya menyatakan Sylo harus istirahat total karena sakit tifus. Penampilannya kini jauh berbeda dibandingkan dengan saat dia tampil di lapangan bola. Sylo yang biasanya energik dan gesit menggiring bola kini terlihat lemah dan pucat dengan infus menancap di tangan kiri.

Saat dikunjungi di ruang tidurnya di Rumah Sakit Fatimah, Banyuwangi, Minggu (30/12), Sylo sendirian. Dengan infus di tangan, ia berjalan membuka sendiri pintu kamarnya untuk tamu. Lalu ia kembali naik ke tempat tidur. Saat ke kamar mandi, ia juga harus berjalan sendiri. Begitu pula mencuci sendok makan dan menghidupkan lampu. Tak seorang pun yang menjaga atau menemaninya.

”Ini lumayan masih dekat dengan dokter dan perawat. Saat tinggal di kos, saya harus datang ke dokter sendiri dan cari obat sendiri, cari makan juga sendiri. Karena itu, dokter meminta saya tinggal di rumah sakit agar mudah dirawat,” kata Sylo.

Sesekali pendukungnya, dari ”Laros Jenggirat”, nama suporter Persewangi, datang menjenguknya. Begitu pula teman-temannya. Namun, mereka tak bisa selalu menemani Sylo.

Sebenarnya sebelum Natal tahun ini, Sylo ingin kembali ke keluarganya di Perancis. Namun, ia masih menunggu sisa gajinya yang tertahan. Dari kontrak Rp 297,5 juta dalam 10 bulan, ia baru dibayar Rp 80 juta.

”Pada dua bulan awal, saya memang dibayar, tetapi selanjutnya tak ada uang yang masuk. Saya coba menanyakan ke pengurus dan manajemen, tetapi tak dikasih juga. Hingga saat ini saya belum terima sisa gaji saya yang Rp 217,5 juta,” katanya.

Selama 10 bulan hidup tanpa gaji membuat Sylo harus putar otak untuk bisa tetap bisa hidup di Banyuwangi sampai gajinya terbayar. Ia tidak mengontrak rumah, tetapi memilih tinggal di kamar kos ukuran 3 x 3 meter dengan sewa Rp 400.000 sehari. Setelah kompetisi berakhir, ia bahkan tak teratur makan. Kadang telat, kadang makan sembarangan. Namun, ia tetap berlatih keras sampai jatuh sakit.

Sylo berutang sana-sini untuk bisa sekadar bayar kos, makan, dan biaya obat dokter. Sampai saat ini saja ia sudah berutang Rp 15 juta kepada teman-temannya di kalangan pesepak bola. Jumlah itu belum termasuk tagihan rumah sakitnya, yang diperkirakan mencapai Rp 7 juta-Rp 8 juta untuk pengobatan tifus.

Sejumlah simpatisan yang prihatin dengan kondisi Sylo mencoba menggalang dana. Sepekan lalu, menurut Mustain, salah satu suporter Laros Jenggirat, ia berhasil mengumpulkan dana Rp 450.000 untuk Sylo dari hasil ngamen di simpang lima Kota Banyuwangi. Mereka juga menyuplai makanan untuk Sylo walau tak setiap hari.

Janji dibayarkan

Manajer Persewangi Banyuwangi Nanang Nur Ahmadi mengatakan, hingga kini pihaknya masih mengusahakan pembayaran sisa gaji Sylo. Ia meminta sumbangan ke sejumlah tokoh, di antaranya Bupati Banyuwangi, patungan pengurus Persewangi, juga meminta bantuan ke PSSI.

Ia menjanjikan akan memberikan sisa gaji ke Sylo, minggu depan. Namun, ia tak menjanjikan biaya pengobatan hingga tiket pulang ke Perancis.

Dalam kasus Sylo, Nanang mengakui Persewangi salah informasi. Pengurus membeli pemain asing karena mereka pikir masih bisa menggunakan APBD di Divisi Utama.

Selama ini Persewangi memang bergantung pada APBD Banyuwangi. Pada 2011, saat masih di Divisi I, mereka menerima suntikan dana APBD Rp 3 miliar. Saat naik ke Divisi Utama, kebutuhan Persewangi diperkirakan mencapai Rp 6 miliar.

Subsidi dipotong

Kasus tunggakan gaji pemain yang dialami Moukwelle Sylvain adalah salah satu dari sekian kasus serupa yang dialami sejumlah pemain sepak bola saat kompetisi negeri ini terbelah dua, yaitu Liga Primer Indonesia (IPL) dan Liga Super Indonesia (ISL).

Sebelumnya, pemain Guinea, Camara Abdoulaye Sekou, juga tertunggak gajinya di Persipro Bondowoso United. Persewangi dan Persipro tampil di Divisi Utama, kompetisi strata kedua di bawah IPL, yang digulirkan PT Liga Prima Indonesia Sportindo (LPIS).

Pemain asal Paraguay di klub Persis Solo (Divisi Utama PT Liga Indonesia), Diego Mendieta, juga tertunggak gajinya sebelum meninggal karena sakit. Berbeda dari Persipro dan Persewangi, klub Persis yang dibela Mendieta tampil di Liga Super Indonesia.

Terkait kasus Moukwelle Sylvain, CEO PT LPIS Widjajanto mengatakan, pihaknya telah memberikan bantuan keuangan kepada pemain yang bersangkutan meski Persewangi tetap harus membayar gaji Sylo.

”Jika pembicaraan Persewangi dan pihak pemain tak menghasilkan kesepakatan penyelesaian masalah itu, kita bisa memotong uang subsidi yang rencananya akan diberikan kepada klub-klub IPL dan Divisi Utama,” kata Widjajanto. Uang potongan subsidi itu akan dikirim ke pemain.

Musim lalu, kompetisi Divisi Utama PT LPIS diikuti 28 klub dengan masalah keuangan yang lebih parah daripada IPL. Widja belum bisa memastikan jumlah klub-klub Divisi Utama PT LPIS yang mengalami masalah tunggakan pembayaran gaji pemain.

Adapun kompetisi Divisi Utama PT Liga Indonesia, yang berafiliasi ke Komite Penyelamat Sepak Bola Indonesia, dimulai 27 Januari 2013 dan diikuti 37 klub, termasuk Persis yang pernah diperkuat mendiang Diego Mendieta. (NIT/SAM)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com