Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Inilah Final Ideal...

Kompas.com - 01/07/2012, 03:43 WIB

Spanyol dan Italia mencapai babak final Piala Eropa 2012. Mereka menuju laga puncak melalui rute yang berbeda, tetapi kedua tim sukses menuju arena yang sama. Pada semifinal melawan Portugal, Spanyol gagal menjalankan pola permainannya yang istimewa dan berkarakter. Mari menyimak bersama-sama, apa yang membuat tim ”Matador” tetap layak berlaga di final, Senin (2/7) dini hari WIB.

Pada 90 menit pertandingan itu, Spanyol tidak sepenuhnya menguasai ruang, juga waktu. Mereka terkesan kerepotan dengan sikap ”keras kepala” tim Portugal, yang menutup ruang lawannya serta mengantisipasi dan mengacaukan gerakan lawan. Tim ”Seleccao Eropa” mengobrak-abrik kreativitas Matador yang bersendi pada kontinuitas umpan.

Betapapun, ini sebenarnya bukan Spanyol sejati yang berusaha mendominasi lapangan dengan sentuhan-sentuhan cepat. Bahkan, starting line up tim Matador pun tidak merefleksikan potensi bahwa Spanyol akan memainkan pendekatan penguasaan lapangan dengan umpan dari kaki ke kaki. Dengan memainkan Alvaro Negredo dan David Silva, yang lebih aktif merebut bola ketimbang memainkannya, Spanyol sejak awal terlihat akan mengendalikan permainan.

 

Sirkulasi bola yang mengalir dari Xavi, Andres Iniesta, dan Sergio Busquets pun hilang. Xabi Alonso juga kerepotan dan benar-benar di bawah tekanan, demikian juga Alvaro Arbeloa.

Terjadi kebingungan di tim Spanyol yang disebabkan oleh Portugal, dengan Cristiano Ronaldo yang selalu membantu Portugal untuk menang, dan Nani. Dia juga bintang bagi Seleccao Eropa meski sinarnya belum seterang Ronaldo.

Akan tetapi, Cristiano Ronaldo adalah pemain yang hanya hidup untuk memenangi laga. Dia pulalah pemenang dari sebuah laga (dalam sosoknya sebagai bintang), sebagai instrumen penting dalam kemenangan di banyak pertandingan sebelumnya.

Namun, Anda tidak bisa memenangi pertandingan dengan berlaga sendiri, lalu tim Anda menjadi bagian terpisah dengan tampil hanya ber-10 orang. Ronaldo memakai baju kebesarannya, menganalisis skenario laga dari sudut pandangnya, dan ketika gagal melepaskan tendangan berbuah gol, ia sudah siap diwawancarai televisi, seperti aktor. Namun, beginilah bagian dan paket dari kesehariannya. Bukan tipe dia untuk berpikir komprehensif terhadap laga lalu kembali ke lapangan dan merebut bola. Lebih banyak dia meminta bola dioper ke arahnya.

Akhirnya pertandingan 90 menit waktu normal berakhir dengan menit-menit yang ”hebat”. Itu kata para jurnalis mengiaskan sesuatu bermutu rendah dan dimainkan dengan buruk.

Lalu Spanyol berubah. Mereka mentransformasikan pertandingan itu, memainkan pemain-pemain lain dan merebut alur permainan ketika Iniesta mempertontonkan semua kualitasnya, menyiratkan pesan ”beginilah cara bermain yang benar”. Sementara itu Portugal mencoba aksi terbaik mereka dengan kekuatan fisik dan kerja keras.

 

Spanyol pun kembali berada di tengah skenario pertandingan, seperti kemarin-kemarin, dan Portugal justru tenggelam. Meski demikian, Spanyol gagal memenangi pertandingan di perpanjangan waktu walau lantas berjaya saat adu penalti. Kali ini keberuntungan itu terasa fair.

Italia, Pirlo, penyatuan tim

Sekarang, Italia.

Italia memberi konfirmasi bahwa mereka telah berubah, berkat polesan Pelatih Cesare Prandelli. Dia sukses menyatukan tim secara terorganisasi, tim yang berjuang merebut bola, didasari ide untuk terus mendominasi penguasaan bola.

Italia punya Pirlo, yang dengan kemampuan olah bolanya mengambil tanggung jawab dan mengawali semua serangan Italia menuju daerah permainan lawan. Sebuah partisipasi dan keterlibatan strategis di semua aspek pertandingan.

Gol pertama ke gawang Jerman terjadi dengan terlebih dahulu diawali dominasi wilayah permainan. Namun, Italia menyerang dengan hal yang dihayati benar oleh para pemain bertahannya: dengan poin-poin target yang pasti, pengertian terkait siapa pemain yang dikawal, Mario Gomez dan Lukas Podolski. Dua kesalahan tim Jerman, yang tidak bertahan dengan baik, berdampak dua gol Balotelli.

Jerman tidak mengelola nasib malang mereka di semifinal dengan kesadaran tradisinya dan, secara fakta, tim mereka seperti kacau sehingga wajar muncul kekhawatiran selisih skor bisa sewaktu-waktu lebih besar. Setelah beberapa pergantian, pertandingan menjadi lebih menarik karena lebih sulit diprediksi hasil akhirnya.

Namun, tentunya ini Italia yang beda, lebih cekatan, menyerang balik dengan baik, tidak lagi bergantung kepada bola lambung jauh ke depan, tetapi mengumpan dengan kreativitas, dengan semua pemain berpartisipasi.

Apabila menguasai bola, semua pemain terlibat dalam permainan dan dengan cara ini mereka menempatkan tim Jerman yang kacau makin tertekan. ”Der Panzer” memberi ruang kepada lawannya dengan begitu saja, mereka pun tak ingin mengambil keputusan, dan keragu-raguan menjadi-jadi. Italia mengambil keuntungan dari situasi ini dan layak menang.

Upaya Jerman untuk mencoba mendominasi terbentur kegagalan, keragu-raguan mereka membuat tim mudah diserang dan gampak ditebak. Mereka tak pernah menyerah untuk berusaha, tetapi tak banyak kejutan dalam aksi mereka.

Italia menang dengan meyakinkan, tetapi Jerman pulang kampung dengan kehormatan sebagai tokoh utama dalam partai bergengsi. Selamat datang, Italia, ke dunia permainan menawan. Mereka di final melawan tim lain yang punya mimpi besar, Spanyol. Kedua tim ini layak berlaga di final.

(César Luis Menotti, Pelatih Tim Argentina di Piala Dunia 1978)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

AFC Sebut Justin Absen, Tangan Kanan STY Membantah

AFC Sebut Justin Absen, Tangan Kanan STY Membantah

Timnas Indonesia
Kata Pelatih Irak soal Kekuatan Indonesia di Piala Asia U23

Kata Pelatih Irak soal Kekuatan Indonesia di Piala Asia U23

Timnas Indonesia
Irak Vs Indonesia, Presiden Jokowi Nonton di Kamar

Irak Vs Indonesia, Presiden Jokowi Nonton di Kamar

Liga Indonesia
Subaru Catat Prestasi di JDM Run Time Attack

Subaru Catat Prestasi di JDM Run Time Attack

Sports
Indonesia Vs Irak: Klimaks Sesungguhnya untuk Garuda, Sulit Diprediksi

Indonesia Vs Irak: Klimaks Sesungguhnya untuk Garuda, Sulit Diprediksi

Timnas Indonesia
Piala Asia U23 2024: Penilaian Pemain Irak Soal Skuad Garuda Muda

Piala Asia U23 2024: Penilaian Pemain Irak Soal Skuad Garuda Muda

Timnas Indonesia
Link Live Streaming Timnas Indonesia Vs Irak di Piala Asia U23 2024

Link Live Streaming Timnas Indonesia Vs Irak di Piala Asia U23 2024

Timnas Indonesia
Menpora Kunjungi Al Nassr, Bahas Kans Jadi Tuan Rumah Piala Dunia U20

Menpora Kunjungi Al Nassr, Bahas Kans Jadi Tuan Rumah Piala Dunia U20

Sports
Piala Asia U23 2024: Magi STY Disorot Pelatih Irak, Indonesia Wajib Dihormati

Piala Asia U23 2024: Magi STY Disorot Pelatih Irak, Indonesia Wajib Dihormati

Timnas Indonesia
Al Nassr Vs Al Khaleej 3-1: Voli Ronaldo Sakti, Faris Najd Tembus Final

Al Nassr Vs Al Khaleej 3-1: Voli Ronaldo Sakti, Faris Najd Tembus Final

Liga Lain
Parma Promosi, Buffon dan Dino Baggio Beri Ucapan Menyentuh

Parma Promosi, Buffon dan Dino Baggio Beri Ucapan Menyentuh

Liga Italia
5 Poin Penting dari Jumpa Pers STY-Rio Fahmi Jelang Irak Vs Indonesia

5 Poin Penting dari Jumpa Pers STY-Rio Fahmi Jelang Irak Vs Indonesia

Timnas Indonesia
Jadon Sancho Jadi Bintang Dortmund: 12 Dribel Tuntas, Setara Messi

Jadon Sancho Jadi Bintang Dortmund: 12 Dribel Tuntas, Setara Messi

Liga Champions
Piala Asia U23 2024: Irak Mata-matai Timnas Indonesia, Waspada Pemain dari Eropa

Piala Asia U23 2024: Irak Mata-matai Timnas Indonesia, Waspada Pemain dari Eropa

Timnas Indonesia
Kemenangan Dortmund Kunci 5 Slot Bundesliga di Liga Champions Musim Depan

Kemenangan Dortmund Kunci 5 Slot Bundesliga di Liga Champions Musim Depan

Bundesliga
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com