KIEV, KOMPAS.com - ”Perbedaan antara penjaga gawang yang biasa-biasa saja dan yang luar biasa adalah perhatiannya pada detail, tidak melakukan kesalahan selama satu musim kompetisi. Jumlah kesalahan maksimum bagi kiper di satu musim adalah dua atau tiga,” kata penjaga gawang sekaligus kapten tim nasional Italia, Gianluigi Buffon.
Italia berbangga memiliki Buffon, penjaga gawang Juventus berusia 34 tahun ini. Ia memiliki prinsip yang kukuh ditancapkan ke dadanya. Satu kesalahan akan menjatuhkan nama Buffon hanya menjadi kiper yang biasa-biasa saja.
Melawan Inggris di perempat final turnamen bergengsi menjadi kesempatan langka yang menggairahkan bagi Italia. Menurut Buffon, Inggris dan Italia saling memengaruhi, baik dalam strategi maupun gaya bermain.
Nama-nama seperti Gianluca Vialli, Carlo Ancelotti, dan Roberto di Matteo jelas telah memberi warna bagi klub Chelsea. Adapun Roberto Mancini niscaya telah menancapkan gayanya di Manchester City.
Di Matteo bahkan membawa Chelsea memenangi Liga Champions. Mancini mengasuh City hingga meraih mahkota Liga Primer 2012. ”Para pelatih Italia terpengaruh begitu dalam pada gegap-gempitanya liga di Inggris,” kata Buffon kepada BBC Sport.
Melihat keterkaitan yang erat antara Inggris dan Italia plus suguhan kedua tim sepanjang penyisihan di Grup C dan Grup D, Buffon menaksir laga pada Senin (25/6) di Kiev akan berlangsung seimbang. ”Di atas kertas, melawan Inggris itu kemungkinan menang-kalahnya 50/50. Di gim ini, episode-episode kecil yang akan membedakan,” tutur Buffon, yang menduga laga bisa saja berakhir dengan adu penalti.
Ketika sepak bola Inggris merengkuh gaya Italia, justru Italia yang bergerak ke arah lain. Di bawah asuhan Pelatih Cesare Prandelli, Italia mencari cara agar bisa bermain lebih dinamis dan terbuka. Italia ingin mengganti tradisi bertahan dengan menyerang.
Di babak penyisihan melawan Spanyol, Italia bisa menahan seri 1-1. Saat bersua terakhir di perempat final Piala Eropa 2008, Spanyol menang 4-2 atas Italia lewat adu penalti. Maka, justru Spanyol-lah yang dinilai bermain buruk atas hasil imbang 1-1 ini.
Menurut Prandelli, dalam sepak bola sebenarnya tidak ada yang baru, hanya ada sesuatu yang lain. Ia merasa gaya bermain Italia saat ini bukan sebuah tipe yang berbeda dari sebelumnya, atau baru. Bermain lebih menyerang adalah pilihannya, tetapi bukan berarti Italia sebelumnya berbeda.
Prandelli mencontohkan tim Italia tahun 80-an, di bawah Pelatih Giovanni Trapattoni. ”Saat kami menyerang, Trap akan bersiul kepada saya untuk membuat tim seimbang. Makanya, absurd kalau Trap disebut pelatih bertahan. Sejarah menunjukkan kami sangat sangat ofensif. Kalau di menit terakhir kami bertahan, itu semata-mata untuk menyelamatkan hasil,” paparnya di majalah World Soccer Edisi Piala Eropa 2012.