SURABAYA, KOMPAS.com — Pelayat terus mendatangi rumah keluarga Almarhum Rusdy Bahalwan (64) di Jalan Rungkut Mejoyo Selatan I Nomor 38 Surabaya, Jawa Timur. Rencananya, mantan pemain Persebaya itu dimakamkan pada Senin (8/8/2011) sore nanti di makam keluarga TPU Pegirian, Surabaya. Mantan pemain Persebaya, baik rekan seangkatannya seperti Subodro maupun seniornya, Andy Slamet, tampak hadir di rumah duka.
Rusdy yang lahir di Surabaya, 7 Juni 1947, menamatkan sekolah di SMAN 6 Surabaya pada 1966. Ayah tiga anak ini lalu masuk di Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga pada tahun 1967. Namun, anak dari pasangan Ali Bahalwan-Rugaiyah Baadillah itu tak betah di bangku kuliah dan memilih sepak bola.
Akibat sering mengikuti latihan di Jakarta, Rusdy akhirnya meninggalkan Universitas Airlangga (Unair) lalu melanjutkan kuliah di Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Tujuh Belas Agustus (Untag) Surabaya. Pegawai negeri sipil di Pemerintah Kota Surabaya itu juga menamatkan pascasarjana di Untag pada 2003.
Sebagai pelatih, kata Yusuf Ekodono yang merupakan mantan anak asuhnya di Persebaya, Rusdy sangat obyektif. "Dia benar-benar pas kalau memilih orang, baik soal posisi maupun kemampuan," katanya.
Pada tahun 1976, anggota tim Persebaya yang dikenal tidak banyak bicara ini ikut Piala Marah Halim di Medan sebagai pemain. Sebagai pelatih, dia berrhasil membawa tim nasional Indonesia ke peringkat tiga Piala Tiger 1998.
Di kalangan pelatih, dia cukup disegani karena mampu membawa Persebaya menjuarai Liga Indonesia 1996/1997.
Ayah dari Irfan Bahalwan, Khaira Imadina Bahalwan, dan Ikhwannurdin Bahalwan itu mulai sakit parah sejak 2004. Tidak hanya stroke, suami Ramadhani itu juga mengidap penyakit komplikasi sehingga aktivitas terbatas. Ia masih terus berjuang melawan sakitnya itu sampai akhir.
Hartono, mantan anak asuhnya di Persebaya, juga mengungkapkan, banyak ilmu yang diperoleh selama dilatih oleh almarhum. "Saya dilatih tahun 1988-1989 ketika masih yunior dan dilanjutkan pada tahun 1990-1992 sewaktu Persebaya ikut perserikatan," ujarnya.
Menurut Irfan, putra sulungnya, Rusdy tidak pernah membahas soal bola di rumah. "Kami anak-anak tidak pernah dipaksa harus suka jadi pemain bola, tetapi justru diberi kebebasan memilih cabang olahraga yang diminati," kata alumnus Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya itu.
Sementara itu, yang paling berkesan bagi Yusuf Ekodono, dalam setiap bertanding, Rusdy selalu menanamkan prinsip tak mudah menyerah. Walau waktu tinggal sedetik, peluang itu masih terbuka. "Pemain selalu ditekankan jangan berpikir kalah dalan pertandingan," katanya.
Kepergian Rusdy Bahalwan tak hanya membuat arek Suroboyo merasa kehilangan, tetapi juga insan persepakbolaan di negeri ini. Selamat jalan Bung Rusdy.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.