Oleh MH SAMSUL HADI
Semifinal Liga Champions sudah berakhir! Masih ada ”leg” kedua, 3-4 Mei, tetapi kemenangan tandang Manchester United dan Barcelona—skor masing-masing 2-0—secara berurutan atas Schalke 04 dan Real Madrid memberi gambaran duel final di Wembley, 28 Mei. Sosok sentral semifinal itu adalah Lionel Messi. Lewat dua gol, ia bukan saja memenangkan Barcelona, tetapi juga menyelamatkan derajat ”clasico”.
Terima kasih, Messi. Ucapan ini pantas disampaikan kepada penyerang Barcelona, Pemain Terbaik Dunia itu. Tanpa dia dan tanpa dua golnya, duel clasico Real Madrid versus Barcelona di Santiago Bernabeu, Rabu (27/4) atau Kamis dini hari WIB, akan memberikan gambaran wajah sepak bola yang buruk.
Sebelum Messi mencetak gol pertamanya di menit ke-76, umpan pemain cadangan Ibrahim Afellay, laga clasico yang keempat musim ini sering diwarnai keributan antarpemain, kerap terhenti karena protes pemain kepada wasit Wolfgang Stark (Jerman).
Tidak ada respek, tidak ada keindahan sepak bola, juga tidak ada integritas. Real Madrid dan Barcelona secara bergantian memeragakan sandiwara teatrikal dan beradu akting saat terkena pelanggaran, dengan aktor utama antara lain Marcelo, Angel Di Maria, dan Pedro.
Saat turun minum, kiper cadangan Barcelona, Jose Manuel Pinto, diberi kartu merah di lorong menuju ruang ganti karena diduga meninju ofisial tuan rumah, Miguel Porlán ”Chendo”, terkait pertengkarannya dengan bek Madrid, Alvaro Arbeloa. Di babak kedua, Pepe diusir karena mengganjal bek Barcelona, Dani Alves, menit ke-61.
Pelatih Jose Mourinho pun diusir ke tribune penonton, menyaksikan tim polesannya dari balik pagar pembatas, bak pesakitan.
Hampir 75 menit, penonton di seluruh dunia disuguhi tayangan yang menyedihkan.
Syukurlah, Tuhan menciptakan sosok bernama Lionel Messi. Dimulai gol pertamanya di menit ke-76, pemain berpostur tinggi 1,69 meter itu mempertontonkan sisi indah sepak bola. Messi seolah berlari ke ruang kosong saat kehilangan bola dan dikerubuti empat pemain lawan.