Siang itu, negeri Lancang Kuning di jantung Swarnadwipa dipanggang matahari. Udara panas, sepanas eskalasi konflik suksesi ketua umum PSSI yang telah berlangsung hampir 12 bulan, terhitung sejak Kongres Sepak Bola Nasional (KSN) di Malang, 30-31 Maret 2010.
KSN yang digerakkan oleh unsur reformis dan didukung Istana Presiden itu bisa dikatakan babak belur karena tujuh rekomendasi yang dihasilkan bersifat lunak dan normatif. Namun, semangat membenahi sepak bola nasional belum pupus, ditandai dengan gerakan suporter dan para pencinta sepak bola yang mendengungkan revolusi PSSI.
PSSI terus melenggang mempersiapkan kongres pemilihan ketua umum pada 26 Maret, yang awalnya akan digelar di Bintan, Kepulauan Riau, lalu dipindah ke Bali setelah diberi masukan oleh Presiden Konfederasi Sepak Bola Asia (AFC) Mohammed bin Hammam. Komite Pemilihan yang dibentuk tanpa melalui kongres kemudian tidak meloloskan dua bakal calon ketua umum PSSI, Jenderal George Toisutta dan Arifin Panigoro.
Keputusan Komite Pemilihan itu mengundang reaksi keras dari publik pencinta bola yang menginginkan perbaikan di tubuh PSSI. Ujungnya, pada 25 Maret 2011, Komite Banding membatalkan semua keputusan Komite Pemilihan. Tiga hari kemudian, PSSI mengumumkan menunda kongres pemilihan ketua umum.
Pada hari yang sama, 28 Maret 2011, terbentuk Komite Penyelamat Persepakbolaan Nasional (KPPN) yang menyatakan mosi tidak percaya terhadap kepengurusan Nurdin Halid. Konflik semakin ruwet dan semua harus dimulai dari awal.
Kongres di Pekanbaru pada 26 Maret bisa dikatakan sebagai babak baru membenahi PSSI. Kongres dengan agenda utama memilih tujuh anggota Komite Pemilihan dan lima anggota Komite Banding ini diklaim oleh PSSI dilaksanakan sesuai peraturan FIFA. Sekretaris Jenderal PSSI Nugraha Besoes pun rajin berkorespondensi dengan FIFA untuk meminta arahan pelaksanaan kongres.
Di Pekanbaru, jika kubu reformis masih konsisten membenahi sepak bola nasional, itu akan menjadi pertarungan terbuka menempatkan wakil-wakilnya di Komite Pemilihan dan Komite Banding. Kedua komite ini mutlak diisi individu- individu yang jujur, kompeten, dan peka pada keinginan publik pencinta bola.
Di dalam peraturan organisasi (PO) yang dihasilkan Tim 8 pada 9 Maret, ujar Nugraha, ada syarat bonafide menduduki Komite Pemilihan dan Komite Banding. Kata ”bonafide” itu sempat dijabarkan dalam beberapa poin, Nugraha menolak menyebutkan apa rinciannya.