Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengantre Tiket Mengamuk

Kompas.com - 19/12/2010, 03:06 WIB

jakarta, kompas - Sekitar 3.000 pengantre tiket semifinal Piala Suzuki ASEAN Football Federation mengamuk dan merusak atribut Sekretariat PSSI di kompleks Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Sabtu (18/12). Mereka kecewa karena panitia tidak melakukan penjualan tiket tanpa pemberitahuan sebelumnya. Padahal, mereka sudah mengantre sejak pagi.

Para pengantre yang memadati Gerbang X Stadion Utama Gelora Bung Karno kemudian mendatangi Sekretariat PSSI. Mereka menurunkan bendera PSSI dan membakarnya di halaman serta merusak papan-papan nama.

Massa yang emosi kemudian diarahkan masuk ke tribun stadion melalui Pintu X supaya keributan tak meluas. Panitia lokal Piala AFF 2010 kemudian membagikan sekitar 3.000 tiket bekas laga Indonesia vs Thailand kepada setiap orang. Tiket bekas itu menjadi semacam voucher antrean tiket pada Minggu pagi.

Pemegang tiket Indonesia vs Thailand itu dijanjikan mendapat prioritas membeli tiket pada Minggu pagi. Setiap pemegang bisa membeli maksimal lima lembar tiket. Massa kemudian bubar sekitar pukul 15.00.

Namun, panitia tidak menjamin seluruh pemegang voucher itu bisa memperoleh tiket.

”Tiket yang masih ada hanya sekitar 5.000 hingga 6.000 lembar dari total yang dicetak 71.000 lembar. Tiket yang tersisa hanya kelas I yang harganya Rp 150.000 per lembar,” ujar Koordinator Bidang Tiket Edhi Prasetyo.

Ketua Panitia Lokal Piala Suzuki AFF 2010 Joko Driyono juga tidak bisa menjamin seluruh pemegang voucher antrean bisa mendapatkan tiket. Tiket yang ada sangat terbatas dibandingkan jumlah permintaan.

”Itu risiko. Mereka yang pegang voucher antrean belum tentu mendapat tiket. Saya tidak bisa menjamin. Dengan segala keterbatasan ini kami mohon maaf,” ujar Joko.

Penjualan Dihentikan

Joko menjelaskan, panitia sudah menjual tiket laga kedua semifinal sejak 14 Desember di dua loket. Penjualan pada Sabtu dihentikan karena khawatir ada kelebihan kuota penjualan.

Panitia melakukan sinkronisasi data penjualan dari enam loket penjualan supaya diketahui posisi terakhir, yaitu tersisa 5.000-6.000 lembar tiket kelas I. ”Jika penjualan terus dilakukan tanpa diketahui sisa tiket yang tersedia, bisa terjadi kelebihan kuota dan keributan besar berpotensi terjadi pada hari pertandingan,” tutur Joko.

Ia tidak mau kejadian pada laga-laga sebelumnya terulang, di mana panitia mengembalikan uang pembelian tiket kelas VVIP dan VIP yang telanjur dipesan. Joko juga menyayangkan adanya pejabat pemerintah yang menonton laga dengan membawa rombongan di luar daftar. Rombongan Presiden, misalnya, dari hasil rapat protokoler hanya ada 225 personel. ”Namun, 225 itu teorinya, kenyataannya lebih banyak,” kata Joko.

Penentuan jumlah rombongan Presiden itu baru diputuskan sehari menjelang laga. Padahal, panitia sudah menjual tiket selama empat hari dan hampir terjual habis. Akibatnya, panitia harus mengatur ulang distribusi tiket supaya tidak terjadi kekacauan.

Panitia lokal yang berjaga di gerbang VVIP dan VIP juga mengeluhkan adanya praktik memasukkan kolega-kolega dari sejumlah oknum aparat keamanan ke dalam stadion tanpa tiket. Akibatnya, di dalam stadion banyak yang tidak memperoleh tempat duduk.

Edhi menambahkan, sebenarnya panitia sudah membagikan 5.000 tiket gratis bagi PSSI, AFF, Asosiasi Sepak Bola Filipina, termasuk 225 kursi rombongan Presiden. Sayangnya, banyak yang membawa koleganya masuk ke stadion tanpa tiket sehingga mengganggu kenyamanan penonton yang memegang tiket.

”Saya tahunya keluarga Cikeas membeli 106 tiket di VIP Barat pada laga pertama, yang lain saya tidak tahu,” ujar Edhi.

Pada leg pertama Filipina melawan Indonesia, banyak penonton yang berdiri berdesakan di lorong antartribun. Petugas dari panitia lokal tidak mampu menahan desakan ratusan penonton itu. Akibatnya, banyak yang berdiri di tribun khusus wartawan sehingga mengganggu peliputan.

Petasan mengganggu

Sementara itu, asisten pelatih Indonesia Wolfgang Pikal mengimbau agar pendukung tim Merah Putih tidak membawa petasan atau kembang api ke stadion. Pada sejumlah laga, banyak suporter menyalakan kembang api yang sebenarnya terlarang.

”Kami berharap fans tidak bawa roket (kembang api) karena kita bisa terkena sanksi dari AFF. Kita tentu ingin tetap main di Gelora Bung Karno jika masuk final,” ujar Pikal.

Mengenai kondisi para pemain, Pikal menjelaskan, masih ada pekerjaan bagi fisioterapis untuk memulihkan kondisi fisik Firman Utina dan Irfan Bachdim. Kedua pemain utama tim nasional Indonesia itu memiliki waktu 30 jam sebelum didaftarkan sebagai starter.

”Fisioterapis kami bekerja keras untuk menyembuhkan kedua pemain itu. Kami berharap mereka bisa pulih karena kami ingin bermain dengan formasi yang sama,” ujar Pikal. (RAY/ANG)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com