Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cuaca Jadi Lawan Terberat

Kompas.com - 07/06/2010, 17:42 WIB

Laporan dari Afrika Selatan

KOMPAS.com - Iklim dunia yang cenderung tak stabil dan berubah seenaknya, ternyata menjadi santapan pertama saat pertama kali tiba di Johannesburg. Sebenarnya kondisi tak menentu sudah dirasakan Tribun saat transit di bandara internasional Hongkong, pada malam minggu kemarin.

Sembari menunggu tiga jam ditemani permainan gratis playstation yang tersedia di ruang tunggu bandara mewah dan satu di antara yang tersibuk di dunia tersebut, selalu terdengar pengumuman perubahan cuaca yang tak menentu. Tak pelak, hal tersebut sempat membuat keringat dingin keluar, bukan apa-apa, tapi membayangkan sebuah perjalanan yang bakal dipenuhi tantangan, bukan hanya di lapangan melainkan sejak awal perjalanan.

Saat delapan mesin jet pesawat South Arica Airlines menderu kencang dan mengangkat tubuh raksasa Air Bus ke angkasa, sambaran pertama datang tatkala turbulensi langsung menyambut dengan 'ramah'. Perjalanan 13 jam dari Hongkong ke Johannesburg pun sudah terbayang banyaknya medan yang harus dilalui.

Bayangan itu langsung menjadi kenyataan tatkala turbulensi besar mengadang pesawat tepat di atas lintas samudera. Namun itu belum seberapa, karena praktis yang paling mengkhawatirkan adalah saat co-pilot Andrew Bragnan mengumumkan kalau suhu di J'Burg mencapai 4 derajat Celcius! Karuan saja bisa Anda bayangkan, saat pergi dari Jakarta, suhu masih berkisar 30 derajat, lalu langsung menghadapi tingkat batas anomali air.

Kejutan terkait cuaca tak berhenti sampai di situ, namun kali ini menjadi kabar gembira. Pasalnya, begitu pesawat menyentuh landasan bandara OR Tambo di Johannesburg, suhu sudah naik 100 persen, yakni mencapai 8 derajad Celcius. Tapi tetap saja, rasa kaget tetap mendera, mengingat angin yang bertiup cukup kencang membuat udara dingin tersebut merasuk cepat, bersentuhan dengan kulit.

Tepat pukul 07.45, begitu keluar dari OR Tambo dan masuk ke jalur bebas hambatan N1, alur Pretoria-Johannesburg, udara panas menjadi pengiring! Sangat aneh, dan perubahan itu cukup ekstrem. Tak heran kalau saat partai putaran final Piala Dunia 2010 berlangsung, musuh utama bukan lawan, melainkan faktor cuaca.

Dari beberapa media massa di Pretoria dan Johannesburg menyebutkan, kalau cuaca dingin, terutama pada malam hari ditambah embusan angin yang cukup kencang, membuat para pemain akan menghabiskan waktu lebih lama untuk melakukan pemanasan. Lebih dari itu, asupan oksigen yang tidak terlalu maksimal, membuat pemain harus pintar-pintar mengatur energi, terutama bagi tim-tim asal Asia dan Eropa.

Menurut beberapa orang yang ditemui Tribun, cuaca pada bulan Juni-Juli menjadi titik terdingin sepanjang winter season yang pemanasannya sudah dimulai sejak awal Mei lalu.

"Puncak dari itu ada pada sekitar 15 Juni sampai 11 Juli, kemungkinana sampai minus 2 derajat celcius bisa terjadi di Johannesburg yang memiliki kontur dataran tinggi. Jadi, saya pikir Piala Dunia kali ini memang bakal banyak kejutan, terutama untuk tim-tim lokal (Afrika)," ujar Rolando Bullets, seorang fans Portugal yang sudah jauh-jauh hari datang ke Pretoria dan Johannesburg. (persda network/BUD)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com