Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kembalikan NU ke Nilai Pesantren

Kompas.com - 20/03/2010, 02:55 WIB

Oleh Abd A'la

Melihat ”kiprah” Nahdlatul Ulama sewindu terakhir ini, para peserta pada Muktamar NU yang berlangsung dari tanggal 22 sampai dengan 27 Maret 2010 di Makassar sangat arif jika melakukan napak tilas perjalanan yang dilaluinya, terutama menyapa kembali nilai-nilai dasar yang menjadi anutan.

”Prosesi” ini urgen dilakukan karena fenomena yang menguat saat ini memperlihatkan terjadinya pemudaran nilai-nilai luhur yang pada masa-masa awal merupakan rujukan utama. Nilai-nilai ini seutuhnya berpulang pada tradisi pesantren.

Adanya keberkelindanan NU dengan pesantren berpulang pada keberadaan organisasi ini yang senyatanya lahir, tumbuh, dan berkembang dari pesantren. Tujuan pendiriannya, di antaranya, sebagai upaya penyebaran dan pembumian ajaran dan nilai ”Islam pesantren” di masyarakat luas yang mencerminkan Islam kerakyatan dan kebangsaan.

Dalam perjalanan sejarahnya, pembumian misi tersebut mengalami gangguan ketika di tubuh NU bersemai kepentingan yang tidak sejalan dengan paradigma dan visi Islam yang dianutnya. Ironisnya, hal itu juga diikuti oleh sebagian elite pesantren. Masalah yang kemudian mengedepan adalah terkooptasinya NU dan pesantren oleh kepentingan pragmatis sesaat.

Paradigma pesantren yang kemudian dielaborasi dan disistematisasikan NU terletak pada pandangan dasar yang menekankan moderasi Islam. Dalam perspektif ini, pesantren memahami Islam sebagai keimanan yang harus berujung pada praksis; sebagai keyakinan yang niscaya dilabuhkan dalam aktivitas sosial melalui dialog, kejujuran, dan kerendahhatian, serta berdampak besar pada kemaslahatan umat, bangsa, dan sesama.

Rujukan utama paradigma ini nyaris seutuhnya didasarkan pada pemaknaan Al Quran dan sunah hasil interpretasi para ulama yang kaya perspektif yang menjangkau kurun waktu sangat panjang. Khazanah keilmuan ini pada gilirannya dikontekstualisasikan dengan realitas kehidupan yang berkembang di sekelilingnya. Pada tataran ini pesantren mampu—sampai batas tertentu —menyandingkan nilai luhur dan ajaran Islam dengan kearifan lokal.

Ketika NU berdiri, nilai-nilai itu dirumuskan ke dalam manhaj fikr organisasi yang dikenal dengan nama ahlu sunnah wal jama`ah (aswaja) ala NU dengan karakteristik moderasi, harmoni, dan toleransi dalam pemahaman ajaran dan implementasinya dalam kehidupan. Hasil semua itu, organisasi dan lembaga ini peduli dalam pemberdayaan, penguatan, dan pemandirian masyarakat, tetapi tetap menjaga harmoni hubungan kritis dengan negara.

Jaring politik kekuasaan

Namun, politik kekuasaan yang menghantam negeri ini mengubah kinerja dan kiprah NU dan pesantren. Eksplisit atau implisit, ada kekuatan besar yang mencoba menarik NU masuk dalam jaring politik kekuasaan. Kendati secara struktural formal NU bersiteguh dengan Khittah 1926, fenomena yang berkembang mulai paruh pertama dasawarsa pertama abad ini menandai adanya sikap dan perilaku sebagian elite NU yang mulai bermain dan bersentuhan dengan politik kekuasaan, baik melalui partai politik, lembaga negara, maupun seminegara.

Fenomena ini berdampak jauh pada kinerja organisasi. Pesona kekuasaan membuat sebagian elite NU—kendati dalam jumlah kecil—cenderung abai terhadap nilai-nilai Islam yang dianut NU. Akibatnya, ada kecenderungan NU dijadikan media untuk proses tawar-menawar politik dan alat —kendati mungkin sangat samar —untuk mendulang dukungan yang berorientasi politik praktis atau kepentingan sempit di luar kepentingan jam’iyah, warga, atau bahkan di luar kepentingan bangsa dan negara.

Pada gilirannya, tragedi semacam itu juga menimpa sebagian pesantren. Entah karena latah, sebagian tokoh pesantren juga tertulari virus syahwat politik kekuasaan. Pesantren terkelupas dari visi luhurnya. Dampak yang mulai terlihat, pesantren secara samar-samar mulai ditinggal masyarakat luas.

Keberlangsungan yang dialami NU dan pesantren itu akan menjadikan Indonesia kehilangan civil society yang cukup kokoh. Pada gilirannya, dominasi negara akan kian mencengkeram kuat masyarakat akar rumput.

Kondisi semacam itu menuntut elite NU dan pesantren untuk bersikap lebih arif. Para tokoh NU dan pesantren perlu segera berefleksi kritis. Mereka niscaya mengembangkan diskursus dan praksis yang mengarah kepada pengembangan pendidikan, sosial, ekonomi, keagamaan, dan politik yang lebih transformatif yang membuat bangsa ini lebih merasa sejuk dan sejahtera.

Muktamar kali ini merupakan momen paling tepat untuk memulai hal itu; atau NU dan juga pesantren akan menjadi sekadar gelembung busa yang tanpa arti signifikan bagi Islam, masyarakat, dan bangsa ini pada masa-masa depan.

Abd A'la Guru Besar dan Pembantu Rektor I IAIN Sunan Ampel, Surabaya

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Malaysia Masters 2024: Lolos Perempat Final, Rehan/Lisa Sempat Buru-buru dan Takut

Malaysia Masters 2024: Lolos Perempat Final, Rehan/Lisa Sempat Buru-buru dan Takut

Badminton
Final Championship Series Liga 1, 'Cocoklogi' Persib Juara 1994, 2014, Dejavu 2024?

Final Championship Series Liga 1, "Cocoklogi" Persib Juara 1994, 2014, Dejavu 2024?

Liga Indonesia
Hasil Malaysia Masters 2024: Putri KW dan Rehan/Lisa ke Perempat Final

Hasil Malaysia Masters 2024: Putri KW dan Rehan/Lisa ke Perempat Final

Badminton
Bek Selangor FC Jadi Korban Perampokan, Kehilangan Motor hingga Paspor

Bek Selangor FC Jadi Korban Perampokan, Kehilangan Motor hingga Paspor

Internasional
Kieran McKenna Tertarik ke Chelsea, Siap Gantikan Pochettino

Kieran McKenna Tertarik ke Chelsea, Siap Gantikan Pochettino

Liga Inggris
Lookman Bawa Atalanta Juara, Ada Peran Gasperini dan Keluarga

Lookman Bawa Atalanta Juara, Ada Peran Gasperini dan Keluarga

Internasional
Maarten Paes 'Tak Terkalahkan', 8 Penyelamatan bagi FC Dallas

Maarten Paes "Tak Terkalahkan", 8 Penyelamatan bagi FC Dallas

Liga Lain
Jadwal Final Championship Series Persib Vs Madura United Akhir Pekan Ini

Jadwal Final Championship Series Persib Vs Madura United Akhir Pekan Ini

Liga Indonesia
Jadwal Malaysia Masters 2024, 7 Wakil Indonesia Tanding di 16 Besar

Jadwal Malaysia Masters 2024, 7 Wakil Indonesia Tanding di 16 Besar

Badminton
Atalanta Juara Liga Europa, Parma Kenang Memori 25 Tahun Silam

Atalanta Juara Liga Europa, Parma Kenang Memori 25 Tahun Silam

Liga Lain
Atalanta Juara Liga Europa, Gasperini Sanjung Para Pemain La Dea

Atalanta Juara Liga Europa, Gasperini Sanjung Para Pemain La Dea

Liga Lain
Kata Xabi Alonso Setelah Leverkusen Terkapar di Final Liga Europa

Kata Xabi Alonso Setelah Leverkusen Terkapar di Final Liga Europa

Liga Lain
FIFA Dorong Uji Coba Aturan Offside Baru, Perubahan Terbesar dalam 30 Tahun

FIFA Dorong Uji Coba Aturan Offside Baru, Perubahan Terbesar dalam 30 Tahun

Internasional
5 Fakta Atalanta Vs Leverkusen: Sejarah La Dea, Rusaknya Rekor Xabi Alonso

5 Fakta Atalanta Vs Leverkusen: Sejarah La Dea, Rusaknya Rekor Xabi Alonso

Liga Lain
Hattrick di Final Liga Europa, Ademola Lookman Cetak Sejarah

Hattrick di Final Liga Europa, Ademola Lookman Cetak Sejarah

Liga Lain
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com