M Clara Wresti dan Pingkan Elita Dundu
Setiap kali menjelang Imlek, warga Jakarta memenuhi kawasan Pancoran, Glodok, Jakarta Barat. Kawasan yang disebut pecinan Jakarta itu meriah sejak satu bulan sebelum Imlek. Bahkan, setelah Imlek pun, orang terus datang karena di sanalah segala kebutuhan Imlek ada.
Menjelang Imlek, di Pancoran sangat kental suasana hari besar itu. Banyak orang menjual angpao dengan berbagai macam ukuran dan desain. Ada angpao tiga dimensi dengan bentuk rumah. Ada juga angpao yang berwarna merah jambu karena Imlek 2561 yang jatuh Minggu (14/2) berbarengan dengan Hari Valentine, hari yang banyak dirayakan pasangan dan orang muda.
Selain angpao, pedagang-pedagang menjajakan baju-baju khas Tionghoa berwarna merah menyala. Desainnya lucu dengan harga bervariasi dari puluhan ribu hingga ratusan ribu rupiah.
Banyak juga pedagang dadakan yang menjajakan pakaian dalam. Berdasarkan kepercayaan, setiap kali tahun baru, orang harus memakai baju dan pakaian dalam yang baru agar segala kesusahan dan kesulitan hidup pada tahun yang sebelumnya tidak terbawa pada tahun baru ini.
Pedagang buah turut meramaikan. Mereka menjajakan jeruk, pir, dan buah naga. Sebagian besar jeruk diimpor langsung dari China.
Di Petak Sembilan, salah satu jalan di kawasan itu, juga tidak kalah sibuk. Di tempat itu, komoditas utama adalah sayuran dan bahan segar. Teripang, kodok, belut, dan ikan gabus segar mudah didapat di sepanjang jalan.
Menurut pedagang teripang, Andi, menjelang Imlek, teripang banyak dicari. Walaupun harganya mahal, sekitar Rp 300.000 per kilogram untuk teripang segar, permintaan terus meningkat. ”Selain enak, teripang juga mempunyai khasiat bagi kesehatan,” katanya.
Konsumen juga banyak mencari paohi alias hisit ikan hiu. Harganya spektakuler, Rp 1,2 juta per kaleng ukuran 500 mililiter. Harga paohi untuk membuat sup itu mahal karena diimpor dari Meksiko.
Makanan-makanan itu bukanlah makanan yang harus ada saat Imlek. Semua makanan ini diperlukan untuk pendamping sajian upacara keagamaan.