Gus Dur pula yang dengan terbuka mengakui kembali masyarakat Papua sebagai bangsa. ”Ia tidak hanya membuka dan membangun ruang-ruang demokrasi, menghadirkan rasa aman dan nyaman, tetapi juga mengakui harkat dan martabat kami rakyat Papua,” kata Ketua Umum Dewan Adat Papua Forkorus Yaboisembut.
Meskipun dalam logika ketatanegaraan pengakuan atas bendera Bintang Kejora dan lagu ”Hai Tanahku Papua” sebagai salah satu simbol kepapuaan menurut Forkorus Yaboisembut sangat kontroversial, toh Gus Dur tetap merestuinya.
Pengakuan atas ekspresi kultural, kebebasan berpendapat, dan identitas politik itu tidak hanya penting bagi masyarakat Papua, tetapi juga menegaskan keberadaan masyarakat Papua yang harus diperlakukan setara.
”Dengan keberanian iman dan intelektualitasnya, ia membebaskan masyarakat Papua dari kekangan masa Orba yang otoriter militeristik,” kata Forkorus.
Sayang, menurut peneliti dari Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, Amiruddin al Rahab, apa yang telah dirintis Gus Dur tidak diteruskan.
Meskipun demikian, itu tidak mengurangi arti penting dari apa yang telah dirintis Gus Dur untuk Papua.
Bagi Ketua Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi Fajar Timur, Abepura, Neles Tebay, sikap terbuka dan demokratis yang didukung oleh keberanian iman dan intelektualitas itulah yang menempatkan Gus Dur sebagai sang damai. ”Man of Peace,” kata Neles Tebay.
Tidak mengherankan jika kepergian Gus Dur menjadi kehilangan besar bagi masyarakat Papua. Apalagi, mereka sebenarnya tengah mempersiapkan peringatan penetapan nama Papua dan hendak mengundang Gus Dur hadir.
Menurut Forkorus, Gus Dur telah mengilhami mereka untuk berjuang dalam dan demi perdamaian. Meski masa pemerintahannya sebagai presiden amat pendek, apa yang telah dilakukannya bagi masyarakat Papua sangat penting.
”Meski secara fisik, Gus Dur sulit melihat, ia memiliki mata hati yang mampu melihat jauh lebih dalam daripada mata fisik,” kata Anton Sumer.
Dalam keheningan misa sambut Tahun Baru di sebuah gereja kecil di wilayah perbatasan di Kabupaten Keerom, doa untuk Gus Dur membubung. ”Terima kasih Gus,” gumam seorang umat.