ROMA, KOMPAS.com - Goresan prestasi Barcelona musim ini tidak berhenti saat mereka membekuk Manchester United 2-0 di babak final Liga Champions. Sejumlah rekor pun mengikuti pencapaian ini.
Keberhasilan menekuk MU 2-0 di babak final, melengkapi sukses mereka menjuarai Copa del Rey dan Divisi Primera. Barcelona pun menjadi tim Spanyol pertama yang meraih treble.
Sukses itu juga yang mengantarkan pelatih Pep Guardiola sebagai salah satu pelatih paling sukses di Barcelona, Spanyol, dan dunia. Di musim pertamanya melatih tim senior, Guardiola meraih tiga gelar sekaligus.
Pencapaian itu direngkuhnya dalam usia 38 tahun. Ia pun menjadi pelatih termuda yang berhasil menjuarai ajang ini, semenjak beralih nama dari Piala Champion ke Liga Champions.
Dibandingkan Ferguson, Pep 29 tahun lebih muda. Tentunya, pengetahuan dan pengalaman Pep berada di bawah Ferguson. Artinya, ada sesuatu yang khusus dalam diri Pep sehingga mencapai sukses sebesar ini.
Sebelum gelaran final, pelatih nasional Italia, Marcello Lippi mengatakan bahwa Ferguson kaya taktik yang membuat MU bisa bermain fleksibel dan variatif. Sebaliknya, Barcelona memainkan gaya konservatif yang cuma tahu menyerang dan menyerang.
Ternyata, yang disebut miskin kreasi dan konservatif itulah yang mengantarkan Barcelona menjadi juara. Meski barisan belakang compang-camping, Guardiola mempertahankan skema 4-3-3 seutuh-utuhnya.
Dengan penguasaan bola dan keteguhan pada sepak bola menyerang, Barcelona benar-benar membuat lawan tak sanggup membalas. Inilah satu-satunya strategi pertahanan yang diketahui Pep dan dipertahankan sekuat-kuatnya.
Selain Pep, Lionel Messi berandil besar dalam sukses Barcelona. Sembilan golnya dalam 12 penampilan di Liga Champions musim ini bicara soal tuah "Messiah".
Gol terakhirnya diciptakan ke gawang Manchester United pada babak final. Bagi Messi, ini bukan sekadar gol kemenangan Barcelona, tetapi juga kemenangan dirinya atas tim Inggris.
Sebelum babak final, Messi tidak pernah berhasil menjebol gawang tim Inggris. Dalam dua kali pertemuan dengan Chelsea di babak semifinal, ketajamannya menurun.
Ketika final akhirnya mempertemukan Barcelona dan MU, Messi disebut akan kembali mandul. Tetapi, golnya ke gawang Edwin van der Sar mematahkan ramalan itu.
Gol itu juga tak cuma berarti menghapus tuduhan mandul di depan gawang tim Inggris, tetapi juga membuktikan bahwa postur bukan segalanya.
Messi berhasil menaklukkan gawang Edwin van der Sar dengan sundulan kepala. Mengingat mungilnya tubuh Messi, mencetak gol dengan kepala adalah luar biasa. Apalagi, ia (seharusnya) berada dalam kawalan dua raksasa, Rio Ferdinand dan Nemanja Vidic.
Gol spektakuler Messi itu adalah gol terakhir Liga Champions musim ini. Gol itu juga yang menghapus dominasi Inggris di Eropa, setidaknya untuk tahun ini.
Menjadi satu-satunya tim non-Inggris pada babak semifinal, Barcelona berhasil mendaki puncak dan mengibarkan bendera di Stadion Olimpico Roma.
Terlepas dari kontroversi wasit Tom Henning Ovrebo, Liga Champions telah menjadikan Barcelona yang terbaik musim ini, di Spanyol, Eropa, dan dunia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.