PERTENGAHAN bulan November 1993. Liverpool bertandang ke Newcastle. Melawan klub yang baru saja promosi ke Divisi Utama, The Reds sedikit diunggulkan. Blarr...bak petir di siang bolong, kejutan membahana di kerumunan suporter Liverpool. The Reds dibantai The Magpies 3 gol tanpa balas. Andy Cole mencetak hat-trick yang membuat kiper Liverpool, Bruce Grobbelaar, termangu-mangu.
Kekalahan ini sungguh mengejutkan. Soalnya, performa Liverpool sedang menanjak. Sebelumnya mereka melakoni 4 pertandingan tanpa kalah. Bahkan sempat membantai Southampton 4-2.
Waktu pun berlalu. Pecinta Loverpool mulai melupakan kekalahan memalukan tersebut. Tapi itu tak lama. Setahun kemudian, pada 9 November 1994, mereka dihentakkan oleh sebuah artikel kontroversial yang dimuat harian The Sun. Koran kuning asal Inggris tersebut menulis bahwa kiper andalan Liverpool, Bruce Grobbelaar, terlibat skandal pengaturan skor.
Demi uang 40 ribu pounds, Grobbelaar sengaja membiarkan gawangnya dibobol Andy Cole yang mengakibatkan Liverpool kalah 0-3.
Saat Liverpool ditahan imbang MU 3-3 pada Januari 1994, pria asal Zimbabwe itu juga dituding menerima suap sebesar 125 ribu pounds.
Yang lebih menghebohkan, skandal itu bukan bersifat individual. Tapi melibatkan konspirasi yang diotaki pejudi besar asal Malaysia, Heng Suan Lim. Sejumlah pemain beken Liga Inggris ikut terseret. Di antaranya adalah striker dan kiper Wimbeldon, John Fashanu dan Hans Segers.
The Sun tak sekadar omong kosong. Koran gosip tersebut yakin punya bukti kuat. Di antaranya adalah rekaman pembicaraan antara Grobbelaar dengan Chris Vincent, pria yang mengaku sempat menjadi perantara Grobbelaar dengan Heng Suan Lim. Bahkan The Sun juga punya foto saat Grobbelaar menerima duit dari Vincent. Hebatnya, konsiparasi itu tak hanya berlangsung satu musim. Ditengarai, pengaturan skor itu telah terjadi sejak November 1992 sampai November 1994.
Bisa dibayangkan reaksi publik Inggris saat membaca berita itu. Apalagi, orang Inggris sudah kadung berkeyakinan, sepak bola mereka paling sportif di muka bumi. Luapan rasa marah karena malu membahana di seluruh penjuru negeri. Mereka memaki Grobbelaar dkk sebagai pengkhianat. Pemain yang menjual tim, fans dan, spirit sepak bola demi segepok uang.
TUJUH TAHUN BERTARUNG
Pada 1995, kasus ini dibawa ke pengadilan. Grobbelaar dan tiga tersangka yang lain dituntut melakukan tindak pidana pengaturan skor. Ancaman bui membayang di depan mata. Bila terbukti bersalah, Grobbelar, Fashanu dkk bisa masuk ‘hotel prodeo’ lebih dari 2 tahun.
Sayang, kasus suap adalah kasus pelik. Membedahnya tak segampang menguliti kasus pencurian dan pembunuhan. Meski ada kejelasan bahwa telah terjadi serah-terima uang pada seorang pemain, tapi itu belum cukup untuk membuktikan bahwa yang bersangkutan terlibat suap. Pasalnya, tak ada bukti otentik hitam di atas putih (misalnya kuitansi).
Heng Sun Lim berkilah bahwa dia memberi uang kepada Grobbelaar untuk minta analsis dan ramalannya tentang pertandingan-pertandingan Liga Inggris. Lim juga berkata itu merupakan proyek kerja samanya dengan seorang pengusagha asal Indonesia. Sayang, tak disebutkan nama pengusaha asal Indonesia tersebut.