JAKARTA, RABU - Tanggal 23 Juli yang jatuh pada hari ini selalu diperingati setiap tahunnya sebagai Hari Anak Indonesia. Ironisnya, peringatan tahunan yang selalu diikuti dengan kampanye melindungi hak-hak anak belum menunjukkan hasil konkret. Bahkan, tingkat kasus kekerasan terhadap anak semakin menanjak.
Data yang dipaparkan Komnas Perlindungan Anak pada Juni lalu menunjukkan, kuartal I-2008 sebanyak 21.872 anak mengalami kekerasan, baik fisik maupun psikis. Tahun 2007 lalu, kasus kekerasan pada anak tercatat 40.398.625 kasus.
Sekjen Komnas Perlindungan Anak Aris Merdeka Sirait mengatakan, kekerasan pada anak ibarat fenomena gunung es yang susah mencair. Pada momentum peringatan Hari Anak yang akan berlangsung di Taman Mini Indonesia Indah, sejumlah perwakilan anak dari seluruh Indonesia akan menyerahkan hasil suara mereka kepada Presiden SBY.
"Tujuannya agar ada perhatian dari pemerintah pusat untuk membuat kebijakan, baik di pusat maupun daerah, yang ramah terhadap hak anak. Isu ini sudah kita angkat setiap tahun, tapi ternyata belum punya efek jera. Bahkan kasusnya lebih besar," kata Aris saat dihubungi Kompas.com, Selasa (22/7). Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Masnah Sari pun mengungkapkan keprihatinan yang sama. Menurutnya, kondisi anak Indonesia tak menunjukkan sesuatu yang lebih baik, meskipun ada anak-anak yang berprestasi di level nasional dan internasional.
"Tapi jauh lebih banyak anak-anak yang terpapar hal-hal negatif seperti narkoba, mengalami kekerasan sebagai dampak kemajuan teknologi, gangguan kesehatan akibat rokok, dan kurang gizi," ujar Masnah kepada Kompas.com kemarin.
Ia memberikan contoh, pada tahun 2001 survei menunjukkan, perokok pemula di Indonesia berusia belasan tahun. Pada tahun 2007, survei yang dilakukan di Jabodetabek memperlihatkan hasil yang mencengangkan. "Perokok pemula itu usianya 5 sampai 7 tahun. Bayangkan, anak sekecil itu sudah merokok dan persentasenya 45 persen dari jumlah anak di Jabodetabek," katanya.
Beragam persoalan yang menimpa anak, kata Masnah, merupakan tanggung jawab pemerintah, masyarakat, serta keluarga dan orangtua. Lalu, di mana posisi KPAI? Ia mengatakan, UU yang mengatur tentang kewenangan KPAI hanya sebatas mengawal apakah hak-hak anak sudah terpenuhi.
"Kalau ada yang mengadu, tidak diterima di sekolah karena tidak punya biaya atau ijazah, kita tindaklanjuti dengan mengirim surat ke dinas terkait. Untuk kasus-kasus kriminal, kita lapor ke polisi, proses berikutnya kita hanya bisa memantau sejauh mana perkembangannya," jelas Masnah.
"Tingginya tingkat pelanggaran hak anak disebabkan masih adanya persepsi bahwa anak adalah milik orangtua sehingga orangtua merasa berhak untuk mengatur hidup anak dan tidak memberikan pilihan pada anaknya. Kondisi ini sangat berbahaya bagi masa depan anak. Ingat loh, anak ini aset bangsa yang harus kita selamatkan untuk masa depan negara," papar Masnah.
Selain orangtua, tayangan televisi yang memengaruhi kepribadian anak juga disoroti KPAI. Masnah mengutarakan, tayangan-tayangan yang penuh kekerasan yang ditayangkan sejumlah televisi merupakan sebuah konspirasi global untuk menghancurkan anak Indonesia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.