Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

In Memoriam Iswadi Idris: Si Boncel yang Brilian

Kompas.com - 24/02/2008, 23:30 WIB

MEMBICARAKAN kebesaran sejarah sepak bola Indonesia, tak bisa melupakan era akhir 1960-an sampai akhir 1970-an. Saat itu Indonesia menjadi kiblat Asia. Dan, salah satu tokoh kebesaran itu adalah Iswadi Idris. Pemain yang dijuluki Boncel karena pendek (tinggi 165 cm) ini, termasuk pemain paling berbakat yang dimiliki Indonesia.

Karena kehebatannya pula, dia termasuk pemain yang ditakuti Asia. Meski pendek, Iswadi pemain ulet dan cerdas. Dia juga serbabisa. Mengawali karier sebagai bek kanan, tapi dia juga sering dipasang sebagai gelandang kanan. Bahkan di akhir kariernya di timnas tahun 1980, dia malah diplot sebagai sweeper.

Hebatnya, dia bisa menjalani semua posisi itu dengan baik. Bersama Sutjipto Suntoro, Jacob Sihasale dan Abdul Kadir, dia punya popularitas besar di Asia. Itu semua berkat permainan mereka yang memang luar biasa. Bahkan, empat sekawan ini dinilai sebagai penyerang tercepat.

Di masa itu, sepakbola Indonesia sangat dihormati Asia. Bahkan, bersama Burma (sekarang Myanmar, Red), Indonesia merupakan kekuatan utama. Apalagi, timnas Indonesia saat itu sudah biasa bertemu tim-tim besar seperti PSV Eindhoven, Santos, Fiorentina, Uruguay, Sao Paulo, Bulgaria, Jerman, Uni Soviet dan masih banyak lagi.

“Jepang, Korea Selatan dan tim Timur Tengah belum punya cerita. Kekuatan besar dimiliki Indonesia dan Burma,” jelas Iswadi dalam wawancara dengan Kompas.com di PSSI tahun lalu.

Tentang berbagai posisi yang dia jalani, Iswadi mengaku bisa menikmatinya. “Posisi yang sering saya perankan adalah sayap kanan. Saya suka menusuk ke gawang lawan. Entah sudah berapa gol yang saya ciptakan, yang jelas lebih dari 100 kalau dijumlah dari awal sampai akhir karier,” jelas Iswadi Idris yang juga pengurus PSSI itu.

Bakat yang dimiliki Iswadi memang istimewa. Dia tak hanya punya kecepatan lari, tapi juga teknik sepakbola yang baik. Selain itu, visi permainan Iswadi juga luas, ditopang kemampuannya memimpin rekan-rekannya. Wajar jika dia segera dijadikan kapten timnas sejak awal 1970-an sampai 1980.

Menjadi pemain sepakbola yang lama membela timnas dan dikenal luas sampai seantero Asia, sebenarnya tak pernah dipikirkan Iswadi. Awalnya dia malah menyukai atletik, karena punya kecepatan lari. Baru pada 1961, dia membaca temannya memperkuat Persija Junior di koran Pedoman Sport. Iswadi yang sejak umur 4 tahun tinggal di Kramat Lima, Jakarta Pusat, kemudian tertarik bermain bola. Awalnya bergabung dengan Merdeka Boys Football Association (MBFA), kemudian ke Indonesia Muda (IM).

“Kebetulan rumah saya dekat Taman Ismail Marzuki (TIM). Dulu masih berupa kebon binatang. IM berlatih di Lapangan Anjing, tempat melatih anjing. Akhirnya saya pindah ke klub itu,” katanya.

Iswadi pun semakin menikmati sepakbola, bahkan serius menggelutinya hingga menjadi salah satu legenda Indonesia. “Sepakbola hobi yang berharga. Dulu kami bermain ingin terkenal, juga demi pengabdian kepada bangsa. Jadi semangatnya berlebihan,” terangnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com