KOMPAS.com - Gelaran Piala Asia 2023 sekali lagi menunjukkan kualitas penyerang Timnas Indonesia yang tak punya naluri mencetak gol seorang predator.
Dari tiga gol yang dicetak Timnas Indonesia selama turnamen di Qatar, tak ada satu gol pun yang dicetak oleh seorang penyerang.
Rafael Struick penyerang tunggal yang selalu turun di empat laga—termasuk 16 besar—ia gagal mencatatkan skor.
Pada laga melawan Irak gol dicetak Marselino Ferdinan, gol tunggal kemenangan melawan Vietnam dicetak lewat titik putih Asnawi Mangkualam.
Gol hiburan melawan Jepang juga dicetak Sandy Walsh. Dari ketiga gol itu hanya gol Marselino yang melewati proses play-on, dua gol lain lewat situasi bola mati.
Erick Thohir sebagai Ketua Umum PSSI sempat menyebutkan striker Indonesia di Piala Asia 2023 kurang tajam.
Kompetisi domestik seharusnya bisa turut mengorbitkan striker-striker lokal berkualitas.
Namun, Bojan Hodak selaku pelatih Persib Bandung justru lebih menyoroti kompetisi usia dini.
Menurut dia, untuk memunculkan pemain-pemain muda berbakat adalah sebuah tugas dari tim pengembangan pemain muda seperti akademi.
Hodak memandang, hal yang diperlukan untuk mengorbitkan penyerang muda di Indonesia bahkan di kawasan Asia adalah kompetisi kelompok usia yang kuat.
“Saya rasa itu tugas dari pengembangan pemain muda. Menurut saya ini adalah masalah di seluruh Asia terkait pengembangan pemain muda karena tidak punya liga kelompok usia yang kuat,” ungkapnya.
Ia mengistilahkan jika ada dua saudara kembar identik, lalu mengujinya dengan berlatih terpisah di Eropa dengan liga yang kompetitif dan yang satunya berlatih di kawasan Asia tanpa liga, maka hasilnya jelas ia yakini akan berbeda.
“Meski mungkin memiliki pelatih yang lebih bagus, tapi siapa yang akan menjadi pemain lebih bagus?,” kata dia.
Jika dibekali dengan kompetisi usia dini yang kompetitif, terstruktur, dan rutin maka pemain akan bisa jauh lebih berkembang.
Mereka akan menemukan lawan yang lebih tangguh di setiap pekan, karena persaingan di lapangan dan berusaha keluar sebagai pemenang adalah cara yang tepat untuk terus berkembang.
“Ketika bermain di liga yang kompetitif maka pemain akan lebih berkembang. Ketika bermain melawan tim yang lebih bagus atau pemain yang lebih bagus, itu adalah cara untuk terus berkembang,” begitu pendapat Hodak.
Di Indonesia sebenarnya punya Kompetisi kelompok usia bernama Elite Pro Academy (EPA) yang tahun ini di 2024 punya tiga kategori usia kompetisi mulai U16, U18, dan U20.
Dalam beberapa tahun ke belakang, EPA diketahui dilaksanakan dengan sistem kompetisi yang sangat menguras fisik pemain muda.
Mereka dituntut bermain dua kali sehari bahkan didapati jadwal bermain setiap hari. Tak berjalan begitu baik karena mereka tak punya waktu memulihkan kondisi terbaiknya.
Pelatih Persib yang mulai menangani tim pada Agustus 2023 ini, menekankan kompetisi usia muda kompetitif adalah kuncinya.
Kompetisi yang harus menghasilkan pemain-pemain prima dan berkualitas.
“Jadi ini masalah bagi sebagian besar negara di Asia, bukan hanya di Asia Tenggara. Jadi itu kenapa striker sulit berkembang, karena baru mulai bertanding (di level kompetitif) sangat terlambat,” bebernya.
Kendati begitu, Hodak tak mau juga menyebutkan Indonesia tak punya penyerang lokal yang bagus.
Ia percaya Ramadhan Sananta punya potensi menjadi striker berkualitas di masa depan mengingat usianya yang masih 21 tahun.
Persib juga punya beberapa striker potensial dalam benar Ryan Kurnia dan Ferdiansyah
“Tapi tidak bisa juga disebutkan bahwa tidak ada striker lokal bagus. Ada Sananta yang menurut saya bagus, top, dia masih muda dan masih bisa terus berkembang banyak,” sebutnya.
“Kami juga mempunyai beberapa pemain seperti Ryan (Kurnia) di posisi tersebut, Ferdiansyah juga terus berkembang. Jadi selalu Indonesia punya striker muda yang bagus. Masalahnya adalah di seantero Asia, strikernya adalah pemain asing,” ujarnya.
https://bola.kompas.com/read/2024/02/07/17000088/pelatih-persib-blak-blakan-tanggapi-kurang-tajamnya-striker-timnas