KOMPAS.com - Komunitas suporter Arema, Aremania Curva Sud, menggelar rangkaian kegiatan untuk memperingati satu tahun Tragedi Kanjuruhan yang jatuh pada Minggu (1/10/2023) ini.
Salah satu kegiatan itu adalah doa bersama lintas agama yang diselenggarakan di markas Curva Sud, Jalan Pattimura, Kota Malang, Sabtu (30/9/2023) malam.
Pentolan Curva Sud, Sam Nawi, dan rekan-rekan adalah saksi hidup Tragedi Kanjuruhan 1 Oktober 2022 silam. Tribune Selatan mendapatkan tembakan pertama gas air mata yang dilepaskan aparat.
Akibat gas air mata itu membuat Aremania berlarian mencoba menyelamatkan diri. Namun, naas, mereka terjebak karena pintu Gate 10, 11, 12 serta Gate 13 sempat terkunci, membuat Tribun Selatan menjadi lokasi dengan jumlah korban berjatuhan paling banyak.
Ia masih ingat di tengah kepanikan tersebut, ada beberapa Aremania yang bertahan untuk menyelamatkan korban lainnya.
Bahkan, salah satu temannya berakhir meninggal karena memaksakan diri masuk kembali ke tribune demi membantu korban yang kesulitan menyelamatkan diri.
"Kami sebagian besar ada di sana, salah satu teman kami, Sam Tobe, dari Kendalpayak, meninggal setelah dia menolong korban," ucap Sam Nawi.
"Tentu doa ini tidak hanya untuk satu orang, tetapi semua Aremania yang telah meninggalkan kami lebih dulu. Ada pendiri dan siapa pun Aremania, semoga doa kami diijabah untuk yang telah meninggal dunia," katanya.
Sebagai korban dan juga saksi hidup, ia mengungkapkan ketidakpuasannya terhadap proses peradilan yang terkesan berjalan setengah hati.
Hukuman yang diberikan pengadilan kepada pelaku tidak sebanding dengan luka, derita, dan duka yang dialami ribuan Aremania.
Hingga hukuman setimpal dijatuhkan, Sam Nawi memastikan perjuangan untuk menuntut keadilan akan terus hidup dan berjalan.
"Jalan perjuangan tidak hanya diucapkan satu, kami tetap berjuang, seperti saat kejadian itu kami banyak kehilangan teman, saudara, dan adik-adik," tuturnya.
Ia pun mempersilakan anggota Curva Sud untuk melepaskan atribut komunitas dan melebur ke dalam aksi Aremania lainnya, seperti saat Aremania menggelar aksi serempak di beberapa wilayah.
Setelah itu, mereka bergerilya di daerah-daerah, merawat ingatan Aremania lain supaya tidak lupa bahwa Tragedi Kanjuruhan masih belum tuntas.
"Jadi, kami kembali ke kampung-kampung sendiri, tidak usah memakai Curva Sud Aremania agar tidak terganjal ini itu," tutur Sam Nawi.
"Awalnya kan kami berangkat dari kampung ke kampung, dari gang ke gang, dari desa ke desa, Aremania berdiri kan itu jadi mereka kembalikan ke situ. Jadi, ada Gadang bergerak, Oro-oro bergerak, Oro-Oro Dowo bergerak," katanya.
Tidak hanya menggelar aksi menuntut keadilan, Curva Sud juga rutin menggelar kegiatan-kegiatan kemanusiaan, seperti santunan anak yatim, sunatan massal, donor darah, Jumat berkah, serta sayur dan sembako gratis untuk dhuafa.
Kegiatan kemanusiaan ini sudah rutin mereka lakukan sejak 2017 silam.
Kegiatan kemanusiaan ini kemudian mereka gagas juga pada hari peringatan Tragedi Kanjuruhan, Minggu (1/10/2023).
"Jadi, untuk acara ini misinya adalah kegiatan rutin kami dan mengenang saudara-saudara kami yang meninggal dunia atas Tragedi Kanjuruhan," tutur Sam Nawi.
"Karena kami punya semboyan penyatu pembeda. Mereka yang berbeda pasti berinisiatif dengan kami, bukan hanya di tribune tapi juga di keseharian," katanya.
https://bola.kompas.com/read/2023/10/01/20000078/satu-tahun-tragedi-kanjuruhan-perjuangan-keadilan-terus-hidup-dan-berjalan-