Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tangis Bung Hatta untuk Sepak Bola Indonesia

Kompas.com - 14/03/2012, 05:36 WIB

PLEIN van Rome, lapangan luas yang terletak di alun-alun Kota Padang, menjadi saksi bisu kecintaan Bung Hatta terhadap sepak bola. Semasa hidupnya, Wakil Presiden RI pertama itu merupakan salah satu tokoh nasional yang menggemari olahraga tersebut. Melalui kepengurusan sepak bola saat bersekolah di MULO jugalah Hatta pertama kali belajar untuk berorganisasi hingga sebutan "Bapak Koperasi" disematkan kepada dirinya.

Di masa remaja, Hatta sempat bergabung dalam klub sepak bola bernama Young Fellow. Meski berisi sejumlah anak Belanda, Hatta mampu tampil menonjol dan mampu memberikan prestasi. Juara Sumatera Selatan selama tiga tahun berturut-turut serta julukan "Onpas Seerbar" (Sukar Diterobos) dari orang Belanda adalah bukti kehebatan Hatta dalam sepak bola.

"Saya bermula bermain sepak bola di tanah lapang, dengan memakai bola biasa yang agak kecil ukurannya, bola kulit yang dipompa. Saban sore pukul 17.00, saya sudah di tanah lapang. Kalau tidak bermain sebelas lawan sebelas, kami berlatih menyepak bola dengan tepat ke dalam gawang dan belajar menembak ke gawang," tulis Hatta dalam buku Untuk Negeriku: Sebuah Otobiografi.

Salah seorang teman Hatta, Marthias Doesky Pandoe, wartawan kelahiran Padang, dalam buku Hatta: Jejak yang Melampaui Zaman, disebut menyimpan banyak kenangan semasa Hatta masih remaja. Menurut Marthias, sejumlah teman Hatta yang pernah ditemuinya sering bercerita bahwa Sang Proklamator itu adalah gelandang tengah yang cukup tangguh.

Bahkan, kegemaran Hatta pada sepak bola berlanjut ketika dirinya menjadi salah satu tokoh politik penting dalam sejarah Indonesia. Dia tidak pernah absen menonton sejumlah pertandingan besar. Ketika diasingkan oleh kolonial Belanda ke Boven Digul pada 1935, ia bersama Sutan Sjahrir masih menyempatkan bermain sepak bola.

Hatta juga sempat membuat Bung Karno terpojok dan keteter saat beradu argumentasi mengenai kekalahan PSSI saat melawan kesebelasan Aryan Ghimkanna dari India di Stadion Ikada (sekarang Monas). Guntur Soekarno Putera yang ikut menonton pertandingan itu, dalam buku Pribadi Manusia Hatta, seri 10, lantas menyematkan judul "Nonton Bola, Apa Tafakur?" untuk menggambarkan keseriusan Hatta dalam urusan sepak bola.

Hingga hari tuanya, sepak bola pun masih menjadi bagian hidup Hatta. Pada awal 1970-an, saat Pandoe berkunjung ke rumah Hatta, tuan rumah berkata, "Di mana letak Plein van Rome sekarang?" Pandoe pun menjawab bahwa lapangan bola tersebut masih ada, tetapi kini telah menjadi alun-alun Kota Padang. Namanya sudah berganti menjadi Lapangan Imam Bonjol, yang berlokasi tepat di Kantor Balaikota Padang.

Semangat Nusantara

Dari sepenggal cerita tersebut, pasti timbul pertanyaan bagaimana jika Hatta melihat kondisi sepak bola nasional saat ini. Sebagai pencinta sepak bola sejati, Hatta pasti sedih dan mungkin saja menitikkan air matanya. Hal ini bukan tanpa alasan. Pasalnya, jika kita tarik ke belakang, sepak bola di masa Hatta, menjadi semangat tersendiri bagi anak bangsa. Kala itu, sepak bola bukan sebagai ajang pertarungan gengsi kepentingan pribadi seperti sekarang ini.

Pada masa penjajahan Belanda, pemuda Nusantara mengerti betul bahwa kehormatan sebagai bangsa bukan cuma urusan perang senjata, melainkan juga sepak bola. Atas semangat itulah, Persatuan Sepak Raga Seluruh Indonesia (sekarang PSSI) dibentuk pada 19 April 1930 sebagai wadah kesatuan untuk menegakkan martabat bangsa. Meski baru dibentuk, para pengurus di bawah kepemimpinan Ir Soeratin Sosrosoegondo itu telah memiliki konsep jelas bahwa sepak bola tidak hanya menjadi hobi, tetapi juga sebagai prestasi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com