Kawasan bisnis Ginza, Tokyo, Jepang, Jumat (21/9) pagi. Jalanan masih belum begitu ramai. Burung berbulu hitam memekik,
Seorang perempuan paruh baya mengayuh sepeda berkeranjang melintasi jalur yang disediakan. Dalam kerumunan, seorang ibu dan pekerja berpakaian necis pun menuntun sepedanya. Bahkan, di penyeberangan jalan, tempat persimpangan empat jalan bertemu, polisi pun memarkir sepedanya, kemudian mengatur lalu lintas kendaraan dan orang.
Selama lima hari di kota ini, pemandangan serupa selalu terlihat. Sepeda telah menjadi bagian hidup warga Tokyo yang tidak terpisahkan dalam aktivitas 12 juta warga kota.
Semakin lama, pengguna sepeda di Tokyo semakin meningkat, seiring dengan kampanye hidup sehat. Kementerian Transportasi Jepang mencatat, sebesar 14 persen dari perjalanan di Tokyo pada 2008 dilakukan dengan sepeda. Sebagian pengguna sepeda memanfaatkannya untuk perjalanan jarak pendek, kemudian dilanjutkan dengan moda angkutan kereta. Tren pertambahan jumlah pengguna sepeda terus berkembang sampai sekarang.
Ketika gempa melanda Jepang Maret 2011, keberadaan sepeda sangat diperlukan. Ketika bencana itu terjadi, jaringan kereta bawah tanah sempat terhenti. Mobilitas warga pun lumpuh, semua orang terhambat bepergian ke tempat tujuannya. Orang semakin membutuhkan sepeda sebagai angkutan alternatif membantu mobilitas sehari-hari mereka.
Saika Tince Napitupulu (45), warga Indonesia yang tinggal di Jepang selama 20 tahun, hampir setiap hari menggunakan sepeda. Selain lebih murah dari moda angkutan lain, menggunakan sepeda menjadi pilihan yang menyehatkan. Jika dihitung panjang perjalanannya, rata-rata per hari Tince mengayuh sepeda 5-10 kilometer. Selebihnya, terhubung dengan angkutan publik, seperti kereta.
Walau memiliki mobil, Tince jarang menggunakannya. Bepergian dengan mobil di Tokyo agak repot dan perlu mengeluarkan biaya lebih banyak. Jalanan Tokyo ketika hari kerja dipadati banyak kendaraan. Laju kendaraan sering terhenti, terutama area lampu pengatur lalu lintas. Sementara biaya parkir untuk mobil sangat besar, tergantung dari lokasi dan lamanya parkir.
”Kami sekeluarga memiliki tiga sepeda. Satu sepeda harus disimpan dalam apartemen karena pengelola apartemen hanya memberi kuota dua sepeda untuk tiap-tiap penghuni,” tutur Tince.