Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Segalanya Bisa Terjadi dalam Sepak Bola

Kompas.com - 22/06/2012, 17:12 WIB

KOMPAS.com - "Esensi dari sepak bola adalah tidak ada yang bisa memprediksi tim mana yang akan menang dalam sebuah pertandingan" - Robert Layton (1997).

Pernyataan Profesor Antropologi asal Inggris itu melukiskan bahwa sepak bola adalah drama. Tak bisa diprediksi, tak dapat pula ditentukan dengan rumus fisika. Tak cukup hanya kegigihan semata. Bisa jadi,takdir jua yang dapat menentukan nasib dari 22 manusia yang bertarung dalam lapangan sepak bola.

Lihatlah, satu gol gelandang Yunani, Giorgos Karagounis di penghujung babak pertama, sudah cukup untuk melempar favorit Grup A, Rusia dari Piala Eropa 2012 beberapa waktu lalu. Nyaris tereliminasi, Yunani akhirnya mampu lolos ke perempat final setelah menjadi runner-up grup. Mereka pun berpeluang kembali merajut mimpi delapan tahun silam saat menjadi kampiun Eropa.

Sepak bola saat ini memang satu-satunya mimpi yang masih diyakini oleh rakyat Yunani. Di tengah himpitan ekonomi, olahraga itu seakan bertransformasi ibarat wahyu keagungan bukit Olympus dengan keajaiban dewa-dewa sakti. Aroma panas politik gedung Parlemen Uni Eropa di Brusell, Belgia, yang tengah sibuk mencari cara mengatasi krisis sejumlah negara peserta, pun sedikit terurai jika sudah bersabda tentang sepak bola.

Walhasil, sangat wajar jika Yunani berbangga hati. Meski tidak datang dengan cara elegan seperti saat dewa Zeus turun ke bumi, mereka mampu menegaskan bahwa Piala Eropa selalu penuh dengan anomali. Tak sedikit pengamat memprediksi Yunani tak bakal mampu lolos babak penyisihan. Apalagi, permainan mereka dinilai membosankan, karena terkesan hanya menunggu bola mati di menit-menit akhir untuk menghempaskan sang lawan.

Pada Piala Eropa 2004 misalnya. Perancis, Ceko dan Portugal adalah beberapa contoh korban pasukan "Negeri Para Dewa" tersebut. Strategi tidak atraktif Yunani dengan memakai hampir 10 pemainnya untuk menjaga bola, terbukti sangat ampuh. Ketika lengah, seluruh pemain itu pula yang akan "menghancurkan" lawan dengan serangan balik cepat maupun eksekusi bola-bola mati.

Strategi tersebut memang disayangkan bagi para penikmat bola. Tapi, apakah taktik itu haram dalam sepak bola? Tidak. Strategi negatif itu justru seakan menjadi ilmu efektif dalam meredam lawan-lawan yang memiliki kualitas di atas rata-rata. Lihat saja, bagaimana Chelsea mampu meredam kehebatan strategi tika-tiki Barcelona ataupun kecepatan Bayern Muenchen dan menjadi kampiun Liga Champions musim lalu

Dijembatani krisis

Kini, mimpi Yunani itu akan bertemu dengan harapan besar salah satu negara adidaya Eropa, Jerman di perempat final, Jumat (22/6/2012). Pertemuan ini memang tidak akan sarat dengan aroma kental rivalitas abadi soal urusan sepak bola. Jelas berbeda, andaikata jika Ceko atau Rusia yang menjadi penantang bagi Jerman.

Hanya bayang-bayang krisis Ekonomi Eropa yang menjembatani rivalitas kedua negara. Jerman, sebagai negara dengan perekonomian kuat, tengah memaksa Yunani yang terancam pailit untuk berhemat. Ancaman penarikan bantuan investasi pun menghantui Yunani jika tidak segera memangkas anggaran negaranya. Bahkan, tanpa bantuan Jerman, bukan tidak mungkin Yunani menuju kebangkrutan.

Melihat fakta itu, jelas Jerman diatas segalanya jika dibandingkan Yunani. Lihat saja, daftar unggulan Piala Eropa menempatkan Jerman di puncak, sementara Yunani di peringkat terakhir. Sejarah pertemuan kedua tim itu pun demikian. Dari delapan pertemuan terakhir sejak 1960, Jerman memenangi lima laga, sementara tiga lainnya berakhir seri.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com