Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Anggun Gunawan
Dosen

Anggun Gunawan merupakan dosen tetap di Program Studi Penerbitan, Politeknik Negeri Media Kreatif Jakarta dan dosen part-time di Sekolah Vokasi Universitas Indonesia Depok. Ia menyelesaikan S2 bidang Publishing Media dari Oxford Brookes University UK tahun 2020 dan S1 bidang Ilmu Filsafat dari Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Pada tahun 2014, ia berkesempatan mendapatkan beasiswa untuk belajar "Translation Copyright Transanction" di Jakarta dan Frankfurt Jerman dari Goethe Institut Indonesia.

Kenapa Tak Berani Melawan FIFA?

Kompas.com - 31/03/2023, 06:15 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SAYA melihat hampir tidak ada pejabat tinggi di negeri ini atau pengurus teras PSSI yang berani bersuara lantang melawan keputusan pembatalan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 yang semena-mena oleh FIFA.

Ya, semena-mena karena keputusan itu tanpa melalui teguran terlebih dahulu. Pada saat bersamaan FIFA masih tetap menerjunkan Tim Inspeksi untuk melihat persiapan terakhir Indonesia menuju Piala Dunia U-20 yang akan diselenggarakan Mei 2023.

Tiba-tiba saja FIFA mengambil keputusan mencabut status Indonesia sebagai Tuan Rumah. Sementara kesempatan untuk menjelaskan secara detail apapun tentang kisruh penolakan terhadap timnas Israel tidak diberikan secara proporsional.

Padahal prinsip-prinsip fair play itu adalah memberikan ruang terbuka bagi pihak yang merasa dirugikan untuk memberikan klarifikasi terlebih dahulu sebelum diberikan keputusan.

Aksi menyerah dan pasrah para pejabat pemerintahan dan pengurus PSSI terhadap keputusan FIFA ini menimbulkan tanda tanya besar di tengah-tengah publik. Seolah-olah tidak ada perlawanan yang dilakukan atas keputusan pembatalan status sebagai tuan rumah dan tidak ada kerugian Indonesia yang sudah menyiapkan infrastruktur dan fasilitas buat tim dan suporter.

Padahal sangat jelas Indonesia dirugikan karena keputusan yang serba mendadak ini, baik kerugian materiil dan nonmateriil.

Kerugian yang sebenarnya bisa diprotes dan diadukan kepada Pengadilan Olahraga Internasional atau Court of Arbitration for Sport yang berkedudukan di Swiss.

Segala sesuatu yang ada hubungannya dengan olahraga bisa diajukan sengketanya ke CAS ini. Salah satu aturan yang dikeluarkan oleh lembaga ini pada pas R27 tentang Penerapan Aturan:

"Aturan Prosedural ini berlaku setiap kali para pihak setuju untuk merujuk sengketa terkait olahraga ke CAS. Referensi tersebut dapat muncul dari klausul arbitrase yang terkandung dalam kontrak atau peraturan atau dengan alasan perjanjian arbitrase selanjutnya (proses arbitrase biasa) atau mungkin melibatkan banding terhadap keputusan yang diberikan oleh federasi, asosiasi atau badan yang berhubungan dengan olah raga dimana undang-undang atau peraturan dari badan tersebut, atau kesepakatan khusus mengatur banding ke CAS (banding proses arbitrase).

Sengketa semacam itu mungkin melibatkan masalah prinsip yang berkaitan dengan olahraga atau masalah uang atau kepentingan lain yang berkaitan dengan praktik atau pengembangan olahraga dan dapat mencakup, lebih umum, segala aktivitas atau hal yang berhubungan atau berhubungan dengan olahraga."

Namun melihat tidak munculnya statement untuk memperkarakan masalah ini ke CAS melahirkan beberapa analisis bagi saya pribadi.

Pertama, soal isu FIFA mendapatkan tekanan dari Israel yang mengatakan bahwa Indonesia bukanlah tempat yang aman buat mereka. Jika hembusan angin ini benar adanya, maka sebenarnya pemerintah kita gagal menyakinkan FIFA bahwa Indonesia aman untuk siapapun dan dari negara manapun.

Kita memiliki Densus 88 yang dikenal sigap dalam mematahkan rencana-rencana teroris. Ditambah lagi kita memiliki BNPT dan tentunya BIN.

Apabila tiga lembaga yang sudah sangat berpengalaman menangani teror ini tidak dipercaya dan diyakini bisa mengamankan Piala Dunia U-20 bebas dari ancaman-ancaman terorisme dan kelompok-kelompok yang tidak senang dengan kehadiran timnas dan suporter Israel, maka sesungguhnya ada semacam rasa tidak percaya diri kita terhadap kemampuan lembaga-lembaga tersebut.

Kedua, jangan-jangan salah satu alasan FIFA membatalkan perhelatan Piala Dunia U-20 di Indonesia lebih dipicu oleh Tragedi Kanjuruhan Oktober 2022, yang kemudian berakhir antiklimaks di Pengadilan Negeri Malang. Ada terdakwa yang divonis bebas, sementara sisanya dihukum ringan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com