Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pencopotan Piala Dunia U20 Menonjolkan Kegagalan Pola Pikir Strategis PSSI dan Pemerintah

Kompas.com - 30/03/2023, 12:47 WIB
Firzie A. Idris

Penulis

KOMPAS.com - Peneliti kebijakan olahraga, Amal Ganesha, mengutarakan bahwa pencabutan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U20 2023 menonjolkan beberapa kegagalan dari pola pikir pemerintah terkait isu-isu strategis.

FIFA mencabut Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U20 2023 lewat pernyataan resmi mereka pada Rabu (29/3/2023) malam WIB.

Organisasi sepak bola tertinggi dunia tersebut mengatakan bahwa mereka mencopot Indonesia karena "keadaan terkini" tanpa informasi lebih spesifik.

Namun, anggota Komite Eksekutif PSSI, Arya Sinulingga, menyebut FIFA menyoroti kondisi keamanan pelaksaaan Piala Dunia U20 seiring maraknya resistensi terhadap Israel di Indonesia beberapa pekan terakhir.

"Mereka punya prinsip kesetaraan, fairplay, tidak ada diskriminasi yang tak bisa diganggu gugat," tutur Arya dalam keterangan media beberapa saat sebelum pengumuman resmi FIFA.

Sebelum ini, organisasi pimpinan Gianni Infantino tersebut diam seribu bahasa setelah PSSI mengumumkan pembatalan drawing Piala Dunia U20 akhir pekan lalu, suatu acara yang sedarinya diadakan di Denpasar, Bali, pada Jumat (31/3/2023).

Baca juga: Empat Implikasi Polemik Timnas Israel di Piala Dunia U20 Indonesia

Ketika itu, Amal Ganesha yang merupakan Ketua Jakarta Business School's Centre for Sport Business and Governance (JBS Corsigo) sudah mengatakan kepada Kompas.com bahwa akan terjadi deadlock terkait polemik timnas Israel.

"Ini berpotensi mengganggu penyelenggaraan Piala Dunia itu sendiri," tuturnya pada Minggu (26/3/2023).

"Sebagai contoh, bagaimana penyelenggara menjamin aspek keamanan? Sedangkan banyak kelompok yang tidak terima kedatangan timnas Israel."

Setelah kepastian pencopotan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia 2023, Amal pun memberikan beberapa poin tambahan yang perlu diketahui terkait pemangku kepentingan sepak bola Indonesia.

"Pertama, jika ingin eksis dan bermain di level internasional, tidak bisa kita pakai mindset lokal," ujar pria yang juga mendirikan Ganesport Institute, suatu think tank kebijakan olahraga di Indonesia, saat dihubungi Kompas.com kembali pada Kamis (30/3/2023) pagi WIB.

Massa demonstran penolak kedatangan Timnas U-20 Israel mulai berkumpul di area Patung Kuda Arjuna Wijaya, Gambir, Jakarta Pusat, Senin (20/3/2023). (KOMPAS.com/XENA OLIVIA)Xena Olivia Massa demonstran penolak kedatangan Timnas U-20 Israel mulai berkumpul di area Patung Kuda Arjuna Wijaya, Gambir, Jakarta Pusat, Senin (20/3/2023). (KOMPAS.com/XENA OLIVIA)

"Kita harus memetakan posisi strategis Indonesia di kancah sepak bola global sebelum bertarung."

Ia melanjutkan bahwa kegagalan menjadi tuan rumah ini diyakini karena pengambil keputusan sepak bola Indonesia tidak melakukan analisis "macro and micro environment" yang dalam dan tidak pandai menilai resiko.

Menurutnya, pengambil keputusan tersebut -dalam hal ini terdiri dari petinggi PSSI dan pemerintah- tidak mampu mengidentifikasi isu Israel-Palestina ini sebagai titik krusial.

"Kasus ini sekali lagi mengonfirmasi bahwa sepak bola Indonesia kekurangan strategist, karena bertahun-tahun hanya fokus kepada hal-hal yang terlalu teknis," ujarnya.

Terlebih lagi, Amal mengingatkan bahwa budaya Tanah Air tak cocok diaplikasikan kepada organisasi luar sebesar FIFA.

"Perlu diketahui juga, kalau sudah level internasional, tidak bisa andalkan lobi-lobi gaya lokal. FIFA tidak akan kompromi dengan risiko keamanan, apalagi mereka paham betul tentang Tragedi Kanjuruhan," tutur pria lulusan Sports Management di Universitas Coventry, Inggris Raya, ini. 

Mental Pesepak Bola Harus Lebih Elite

Tak hanya itu, Amal juga mengingatkan agar para pesepak bola kita harus punya mental lebih elite ingin eksis di level internasional.

Hal ini berkaitan dengan unggahan beberapa personel timnas U20 yang secara gamblang menyuarakan kecewaan mereka melalui media sosial.

"Saya katakan, mimpi bermain di Piala Dunia jalur tuan rumah adalah mimpi yang terlalu kecil," tuturnya.

Baca juga: Pembatalan Tuan Rumah Piala Dunia U20, Fakhri Husaini: Ini Kesedihan Kita Semua

"Pesepak bola harus bermimpi besar: Misalnya berjuang sangat keras sampai dilirik pemandu bakat klub Liga Jepang atau Inggris, lalu membawa timnas tampil di Piala Dunia jalur kualifikasi."

"Jadi, mindsetnya harus lebih elite kalau mau tembus level global."

Inkonsistensi Pemisahan Olahraga dan Politik

Kemudian, Amal mengingatkan bahwa isu isu ini sebenarnya bukan tentang sanksi FIFA atau bercampurnya politik dan olahraga.

Melainkan, isu ini adalah soal inkonsistensi.

"Sudah dari dulu semua orang tahu, Indonesia tidak mengakui Israel," tuturnya.

"Jika tiba-tiba menerima timnas Israel berlaga di Indonesia, maka itu sama saja dengan memberi legitimasi kepada Israel. Tidak konsisten."

"Lagi-lagi karena pengambil keputusan sepak bola kita gagal memetakan isu-isu yang lebih strategis, karena hanya mengerti hal-hal bersifat teknis."

"Presiden Jokowi dalam pernyataannya berkata jangan campuri urusan politik dan olahraga.

Baca juga: Presiden Jokowi: Saya Jamin Adanya Israel Tak Ubah Posisi Indonesia

"Tidak lama saya baru berkata, bahwa memisahkan olahraga dari politik dan sebaliknya adalah mitos. Jelas-jelas Ketua Umum PSSI sekarang adalah perpanjangan politik -jika tidak mau dibilang politisi- karena ia merupakan Menteri BUMN yang dipilih oleh presiden."

Terakhir, ia mengatakan bahwa kejadian ini harus menjadi titik refleksi/ instropeksi diri bagi semua pihak.

Ia mengingatkan agar jangan menjadikan "football taken for granted" alias jangan menganggap enteng sepak bola karena resiko dan biayanya terlalu besar.

"Bayangkan, dalam setahun terakhir, Indonesia dapat dua image memalukan di kancah global melalui sepak bola: Tragedi Kanjuruhan dan pencopotan status sebagai Tuan Rumah Piala Dunia U20," lanjut pria yang juga pernah bekerja di Manchester City ini.

"Saya pikir, jika ingin mengabdi di sepak bola, harus benar-benar mengabdi, jangan 'take it for granted' dan jadikan sepak bola sebagai ajang cari popularitas."

"Ada banyak channel lain untuk kejar popularitas, misalnya sering bikin konten bareng selebriti. Tapi, sepak bola ini menyangkut citra Indonesia di level dunia."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com