Terlebih lagi, Amal mengingatkan bahwa budaya Tanah Air tak cocok diaplikasikan kepada organisasi luar sebesar FIFA.
"Perlu diketahui juga, kalau sudah level internasional, tidak bisa andalkan lobi-lobi gaya lokal. FIFA tidak akan kompromi dengan risiko keamanan, apalagi mereka paham betul tentang Tragedi Kanjuruhan," tutur pria lulusan Sports Management di Universitas Coventry, Inggris Raya, ini.
Tak hanya itu, Amal juga mengingatkan agar para pesepak bola kita harus punya mental lebih elite ingin eksis di level internasional.
Hal ini berkaitan dengan unggahan beberapa personel timnas U20 yang secara gamblang menyuarakan kecewaan mereka melalui media sosial.
"Saya katakan, mimpi bermain di Piala Dunia jalur tuan rumah adalah mimpi yang terlalu kecil," tuturnya.
Baca juga: Pembatalan Tuan Rumah Piala Dunia U20, Fakhri Husaini: Ini Kesedihan Kita Semua
"Pesepak bola harus bermimpi besar: Misalnya berjuang sangat keras sampai dilirik pemandu bakat klub Liga Jepang atau Inggris, lalu membawa timnas tampil di Piala Dunia jalur kualifikasi."
"Jadi, mindsetnya harus lebih elite kalau mau tembus level global."
Kemudian, Amal mengingatkan bahwa isu isu ini sebenarnya bukan tentang sanksi FIFA atau bercampurnya politik dan olahraga.
Melainkan, isu ini adalah soal inkonsistensi.
"Sudah dari dulu semua orang tahu, Indonesia tidak mengakui Israel," tuturnya.
"Jika tiba-tiba menerima timnas Israel berlaga di Indonesia, maka itu sama saja dengan memberi legitimasi kepada Israel. Tidak konsisten."
"Lagi-lagi karena pengambil keputusan sepak bola kita gagal memetakan isu-isu yang lebih strategis, karena hanya mengerti hal-hal bersifat teknis."
"Presiden Jokowi dalam pernyataannya berkata jangan campuri urusan politik dan olahraga.
Baca juga: Presiden Jokowi: Saya Jamin Adanya Israel Tak Ubah Posisi Indonesia
"Tidak lama saya baru berkata, bahwa memisahkan olahraga dari politik dan sebaliknya adalah mitos. Jelas-jelas Ketua Umum PSSI sekarang adalah perpanjangan politik -jika tidak mau dibilang politisi- karena ia merupakan Menteri BUMN yang dipilih oleh presiden."
Terakhir, ia mengatakan bahwa kejadian ini harus menjadi titik refleksi/ instropeksi diri bagi semua pihak.
Ia mengingatkan agar jangan menjadikan "football taken for granted" alias jangan menganggap enteng sepak bola karena resiko dan biayanya terlalu besar.
"Bayangkan, dalam setahun terakhir, Indonesia dapat dua image memalukan di kancah global melalui sepak bola: Tragedi Kanjuruhan dan pencopotan status sebagai Tuan Rumah Piala Dunia U20," lanjut pria yang juga pernah bekerja di Manchester City ini.
"Saya pikir, jika ingin mengabdi di sepak bola, harus benar-benar mengabdi, jangan 'take it for granted' dan jadikan sepak bola sebagai ajang cari popularitas."
"Ada banyak channel lain untuk kejar popularitas, misalnya sering bikin konten bareng selebriti. Tapi, sepak bola ini menyangkut citra Indonesia di level dunia."
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.