Hampir dipastikan setiap Persebaya bertanding di sana akan terjadi kemacetan panjang dan berlangsung selama berjam-jam.
Bahkan, beberapa suporter lebih memilih untuk memarkirkan kendaraan berkilo-kilo meter jauhnya dari area stadion, demi terhindar dari kemacetan.
Kemudian, ada masalah bau sampah dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Benowo yang terletak tak jauh dari Gelora Bung Tomo.
TPA Benowo sudah berdiri 2001, jauh sebelum SGBT dibangun. TPA ini memiliki luas 37,4 hektar dan menampung ribuan ton sampah warga Kota Surabaya.
Sehingga, bau sampah dari TPA bisa tercium sampai radius 5 km saat terbawa angin.
Baca juga: Banjir Pujian, Sejauh Apa Stadion Gelora Bung Tomo Berubah untuk Piala Dunia U20?
Selain itu, sejak 2015 juga berdiri Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) yang diklaim pertama dan terbesar di Indonesia.
Sejumlah tantangan tersebut dilalui dengan penuh kesungguhan dan totalitas oleh Pemkot Surabaya yang bersinergi dengan berbagai pihak terkait.
Kualitas lampu juga diperhatikan dengan penambahan kekuatan mencapai 2.400 lux yang juga standar FIFA. Kursi penonton lalu diganti dengan single seat dan dioptimalkan menjadi 46.800 tempat duduk.
PLN Surabaya turut dilibatkan guna meningkatkan daya listrik, dari 197 kva menjadi 555 kva. Genset listrik yang tidak mengeluarkan asap sama sekali turut disediakan.
Telkom Indonesia juga memfasilitasi SGBT dengan internet berkecepatan 10 GB (gigabyte).
Kemudian, dibangun tiga jalan baru yang salah satunya langsung terhubung ke jalan tol. Dua jalan tol akses dari Pelindo dan JLLB (Jalur Lingkar Luar Barat) terkoneksi dengan baik.
Tim-tim peserta Piala Dunia U20 2023 dan penonton digaransi bakal nyaman mendatangi stadion karena ketersediaan banyak akses jalan besar.
Baca juga: Piala Dunia U20 2023, Shin Tae-yong Harap Klub Mau Rela Lepas Pemain