KOMPAS.com - Arema FC masih menjadi sorotan menyusul tragedi Kanjuruhan yang menewaskan ratusan jiwa pada awal Oktober 2022.
Klub berjuluk Singo Edan itu mengalami situasi sulit dalam sepekan terakhir. Ada dua penyerangan yang menyasar bus dan kantor Arema FC.
Serangan ke bus Arema FC terjadi usai pertandingan pekan ke-20 Liga 1 2022-2023 melawan PSS Sleman di Stadion Maguwoharjo, Rabu (26/1/2023) malam WIB yang berakhir 2-0 untuk kemenangan tuan rumah.
Manajer Arema FC, Wiebie Dwi Andriyas, mengungkapkan situasi memang sudah panas sejak pertandingan berlangsung.
Sebagai langkah antisipasi, panpel menyarankan tim Arema FC bertahan sementara waktu di dalam stadion sampai situasi cukup kondusif.
Baca juga: Akmal Marhali Tak Yakin Arema FC Benar-benar Bubar
Namun, keramaian massa tak kunjung surut hingga waktu tunggu berakhir. Arema FC pun memutuskan meninggalkan stadion.
Serangan terjadi secara tiba-tiba membuat seluruh anggota tim terkejut. Apalagi, penyerangan dilakukan menggunakan batu dan batako berukuran besar.
Dalam situasi panik, Wiebie langsung meminta bantuan otoritas keamanan yang dikenal. Setelah pihak keamanan datang, tim langsung mengevakuasi diri dari stadion menggunakan kendaraan yang sama.
Bus langsung menuju Kota Solo meskipun dalam kondisi kaca belakang rusak berat serta serpihan kaca yang menyebar di dalam bus.
Baca juga: Ini Sanksi, Denda, dan Pengaruhnya pada Kompetisi jika Arema FC Mundur
Tiga hari setelah penyerangan bus, tepatnya pada Minggu (29/1/2023), Arema FC kembali berada di tengah suasana genting.
Massa yang bernama Arek Malang Bersikap melakukan aksi di depan Kantor Arema FC di Jl, Mayjend Pandjiatan No. 42 Malang. Salah satu agendanya adalah permintaan maaf kepada sepak bola Indonesia atas seluruh kegaduan yang terjadi selama ini.
Namun, belum sempat permintaan maaf terucap, kericuhan pecah yang berujung perusakan kantor dan official store Arema FC.
Usai ketegangan sedikit mereda, salah satu orang melakukan orasi di atas mobil. Ia menilai Arema FC pasif dalam perjuangan usut tuntas tragedi Kanjuruhan, sehingga proses untuk mencari keadilan menjadi berlarut-larut.
"Faktor-faktor lemahnya perjuangan ini adalah adanya orang-orang yang tidak kompeten di bidangnya justru dijadikan perwakilan arek-arek Malang, mengaku mewakili arek malang," ujar orator menggunakan pengeras suara.
"Selain itu, juga sikap nirempati Arema FC di bawah PT AABBI, yang tidak berperan aktif mendampingi keluarga korban tragedi Kanjuruhan dalam memperjuangkan keadilan, justru melanjutkan pertandingan kompetisi di Liga 1.”