Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wawancara Eksklusif Suami Istri Asal Indonesia yang Jadi Volunteer Piala Dunia 2022

Kompas.com - 12/12/2022, 08:40 WIB
Ferril Dennys,
Benediktus Agya Pradipta,
Sem Bagaskara

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Volunteer atau sukarelawan merupakan napas dari penyelenggaraan Piala Dunia 2022 Qatar. Mereka memiliki peran penting dalam kesuksesan pesta sepak bola empat tahunan tersebut.

Wahyu Adi Wicaksono (50) dan Diana Kartikasari (51) adalah suami istri asal Indonesia yang memperoleh kesempatan berharga untuk menjadi volunteer Piala Dunia 2022.

Mereka masuk ke dalam tim Spectator Services Volunteer (SSV) sehingga menjadi sukarelawan yang kerap berinteraksi langsung dengan para penonton Piala Dunia 2022 di Qatar.

Tak hanya datang saat dibutuhkan, Wahyu Adi Wicaksono dan Diana Kartikasari sebagai bagian tim Spectator Services Volunteer harus bisa menghadirkan kebahagiaan di tengah para suporter.

Baca juga: Eksklusif Piala Dunia 2022: Mengupas Keistimewaan Education City Stadium

Mereka menjalani tugas tersebut dengan sepenuh hati. Bahkan, Diana Kartikasari sempat disorot FIFA karena aksinya selama menjalankan tugas sebagai volunteer.

Diana Kartikasari dinilai bisa menyebarkan aura positif dan kegembiaraan kepada para suporter di Qatar.

"Pertama Anda harus merasakan kegembiaraan di dalam diri Anda sendiri, kemudian Anda bisa menyebarkannya kepada orang lain," demikian pernyataan Diana Kartikasari yang termuat di laman Hub for Volunteers.

Diana Kartikasari bersama sang suami, Wahyu Adi Wicaksono, menjadi volunteer Piala Dunia Dunia 2022 untuk mengekspresikan rasa terima kasih kepada Qatar yang telah menjadi rumah kedua bagi keluarganya.

Baca juga: Argentina Disebut Siapkan Taktik Kotor untuk Kroasia di Piala Dunia 2022

Wahyu Adi Wicaksono dan Diana Kartikasari sudah tinggal di Qatar sejak 2011. Mereka menyaksikan langsung persiapan Qatar untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022.

Jurnalis KOMPAS.com yang meliput Piala Dunia 2022 Qatar, Ferril Dennys, berkesempatan untuk berbincang secara langsung dengan Wahyu Adi Wicaksono dan Diana Kartikasari.

Berikut isi wawancara eksklusif KOMPAS.com bersama Wahyu Adi Wicaksono dan Diana Kartikasari yang tampak antusias ketika menceritakan pengalamannya sebagai volunteer Piala Dunia 2022:

Bagaimana proses menjadi volunteer di Piala Dunia dunia ini?

Diana: Sekitar awal tahun 2022 dibuka secara online pendaftaran untuk para volunteer. Jadi, waktu itu saya daftar duluan, isi form secara online. Awalnya tuh kami disuruh bikin seperti dashboard atau portal untuk volunteer. Kami isi data kami, Qatar ID, dan teman-temannya. 

Setelah itu, baru nanti di-review. Kemudian, setelah beberapa saat, dapat email untuk semacam seleksi awal. Seleksi awal tuh kami kayak main gim gitu, karena lucu sih, (di laptop) ada delapan stadion gitu, ada peta gambar Qatar, kita klik, gimnya apa, terus klik seperti simulasi kalau misalkan menghadapi spectators (penonton), gitu.  

Baca juga: Ungkapan Maaf Rodrygo Usai Tunda Mimpi Neymar Juara Piala Dunia

Setelah selesai, kami nunggu lagi, kemudian ada email lagi untuk booking interview. Setelah booking interview, datang ke Doha Exhibition Center. Kami interviu dengan interviewer kami, kemudian dari situ mereka tahu tuh kita maunya volunteer di mana atau strength kita tuh di mana, terus ditanyain juga, "Kesenangan kamu apa sih?". Ya saya bilangnya senang ketemu orang baru, senang membuat mereka happy agar mereka punya pengalaman bagus selama datang dan menjadi penonton di stadion.

Kemudian beberapa minggu atau mungkin satu bulan, ada email "role offer", terus di situ tertulis "Spectator Services Volunteer". Terus, ngapain ya (tugasnya), ya itu tadi memberi informasi ke spectators yang datang, terus juga membantu event di stadion itu agar berjalan lancar sehingga para spectators itu mengalami great experience selama mereka mengikuti atau melihat pertandingan.

Lalu, suami saya juga daftar akhirnya, dia pingin juga daftar waktu itu, ikutan daftar. Ya itu tadi, melalui proses yang sama, interview, dan akhirnya sama tuh, spectator services, tapi kami beda stadion. Mas Wahyu di 974 yang bisa dibongkar pasang stadionnya dari kontainer, kalau saya di Education City Stadium.

Pinginnya satu stadion biar berangkat bisa bareng, pulang bisa bareng, apalagi kalau nanti pertandingan malam. Ternyata, enggak bisa. Saya sudah kirim email, menurut mereka kalau waktu interview itu bisa minta di situ, karena kan waktu itu Mas Wahyu belum ikutan daftar ya. Ya puji Tuhan kami dapat di bagian yang sama, jadi kami tahu lah apa yang harus kami kerjakan. Itu sama.

Baca juga: Bagan Semifinal Piala Dunia 2022: Argentina Vs Kroasia, Perancis Vs Maroko

Kenapa sih mau terlibat di Piala Dunia dan tahun berapa mulai tinggal di Qatar?

Wahyu: Jadi kami pertama kali datang ke Qatar itu tahun 2011. Kalau saya Januari 2011, istri saya 1 Juli 2011. Pada waktu itu memang Qatar baru mendapatkan bid dari FIFA World Cup ini. Jadi kami tuh kayak merasa bahwa kami bagian dari FIFA World Cup 2022 karena dari 2011 sampai sekarang 2022, persiapannya kami tahu, dari lapangan bola yang cuma satu, Khalifa International Stadium, sampai sekarang ada delapan.

Jadi, kami berdua pingin mendukung Qatar sebagai rumah kedua dengan menjadi volunteer ini, untuk memeriahkan FIFA World Cup ini.

Apa suka duka saat menjadi relawan Piala Dunia 2022?

Wahyu: Suka dukanya, tentu lebih banyak sukanya, karena dengan menjadi spectator services ini kami bertemu banyak orang, banyak bangsa, kami ketemu di stadion. Seperti yang tadi istri saya bilang, kami ingin membuat orang-orang yang datang ke Qatar itu mempunyai kenangan yang indah. Jadi, kami membuat mereka gembira dari datang sampai pulang. 

Kalau dukanya mungkin ya capek lah ya, karena kami harus sampai di stadion itu lima jam sebelum pertandingan dimulai. Kami bertemu banyak orang, ada yang orang datangnya telat, terus agak marah, tapi kami harus tetap bikin dia tenang, bikin dia senang agar mempunyai kenangan yang indah di Qatar ini.

Baca juga: Jadwal Lengkap Semifinal Piala Dunia 2022: Argentina Vs Kroasia, Perancis Vs Maroko

Diana: Seperti suami saya, lebih banyak sukanya daripada dukanya. Sukanya ya itu tadi bisa ketemu orang baru, bisa merasakan atmosfernya World Cup itu sendiri di stadion dan tidak hanya bertemu spectators dari berbagai negara, tapi volunteers juga. Volunteers dari Qatar sendiri yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa, juga ada international volunteers, ketemu dari Nigeria, ketemu dari Selania Baru, Sri Lanka, dan dari Indonesia juga yang datang jauh-jauh memang khusus untuk jadi volunteer ini.

Dukanya sih sama. Kami harus tetap kuat dengan kondisi yang kayak kemarin awal-awal waktu bulan November, Piala Dunia kan masih panas, Qatar belum dingin. Waktu itu tugas, istilahnya di PSA, PSA itu pintu pertama masuk dari spectators yang enggak ada atapnya sama sekali. Ya tapi enjoy aja karena kita senang melihat berbagai dandanan para spectators yang heboh-heboh itu masuk. 

Kami anggap itu sebagai pengalaman yang lucu kalau misalkan spectators seperti suami saya bilang, dari situ kami belajar dari security supervisor, team leader, soal crowd management. Jadi kami mengarahkan, sedangkan spectators yang datang kan enggak ngerti ya, ya mereka maki-maki kami lah. Ya kami tetap harus senyum biar mereka jadi tenang dan akhirnya bisa enjoy di dalam pertandingan, menonton bolanya.

Baca juga: Top Skor Piala Dunia: Mbappe Memimpin dengan Rekor, Pele Ikut Senang

Ibu menjadi salah satu volunteer yang masuk FIFA media ya? Itu kenapa awalnya? Bisa diceritakan?

Diana: Saya kan suka menyapa orang, waktu itu pertandingan antara Korea sama apa saya lupa. Waktu itu saya tahu, kalau Korea itu suka menyapa "Annyeonghaseyo" gitu. Jadi, terus kalau ada orang Spanyol waktu itu datang, kami ngomongnya "Hola, como estas?", gitu. Dengan kami menyapa seperti itu, mereka senang. 

Sampai ada team lead nanya, "Kamu ngomong apa, kok orang-orang jadi ketawa?". Waktu itu saya menerangkan ke team leader saya yang orang Skotlandia, lalu ada tim dari FIFA di sebelah saya. Dia bilang, "Kamu punya energi positif, sejauh apa pengalamanmu menjadi volunteer?". ya saya bilang, saya ingin memberikan pengalaman yang bagus bagi mereka, menyalurkan kegembiraan, karena kami kan harus happy dulu ya saat menjealani setiap tugas kita.

Kalau kami happy, menjalankannya dengan suka cita, pasti orang merasa bahwa kami memang happy. Akhirnya mereka bilang, "Oke sebentar, saya panggil fotografer dari FIFA". Terus akhirnya setiap gerakan saya difoto dan masuk di portalnya FIFA tentang menyebarkan kegembiraan. Memang bener sih, kalau kita punya energi positif, pasti kita bisa salurkan itu ke orang-orang sehingga orang-orang di sekitar kita bsia merasakan hal yang sama.

Baca juga: Prediksi Harry Maguire: Piala Dunia 2022 Milik Perancis

Apa pengalaman paling menyenangkan?

Wahyu: Pengalaman yang paling menyenangkan sebenarnya itu tadi, tugas kita sebagai spectators services yang buat cheer up orang-orang ya, penonton-penonton itu, jadi yang paling membuat saya senang itu kalau melihat mereka juga happy. Jadi saya ingat banget waktu pertama kali dateng, waktu pertama kali tugas itu ada spectators dari Meksiko yang mana buat saya itu heboh banget, totalitas orang meksiko. Jadi kami bilang "Welcome, Meksiko, enjoy the game", dan dia membalasnya dengan antusias. Itu luar biasa buat saya. 

Jadi yang tadinya buat berangkat aja kami capek, kami naik metro, jalan jauh, ketemu orang itu capeknya langsung hilang. Buat saya, melihat mereka enjoy, mereka puas, mereka happy, itu buat saya pengalaman yang paling mengesankan.

Diana: Kalau saya pernah waktu itu udah malam ya, capek. Setelah selesai tugas, memang kita kan pulangnya bareng para spectators itu. Ya, enggak rame banget, udah mulai berkurang. Waktu itu mau menuju ke metro kan kami naik kayak eskalator gitu, terus ada yang bilang, "Kamu volunteer dari mana?". Saya jawab dari Indonesia, tapi tinggal di sini (Qatar). "Oh karena kalian para volunteer, kami bisa menikmati pertandingan itu dengan nyaman. Berkat kerja keras kalian kami bisa menikmati peetandingan hari ini". Itu saya langsung "wow", berarti walaupun gitu doang tuh ternyata membekas di mereka. 

Jadi pengalaman yang baik juga buat mereka. Seperti suami saya, capeknya tuh langsung hilang. Memang kami sebagai volunteer waktu pakai baju ini kita tuh jujur ya, kami tuh ga hanya di stadion aja loh jadi volunteer, bahkan di metro itu orang lari-lari cari kami.

Karena mereka kan tamu dari luar Qatar, jadi kami sebagai tuan rumah harus siap melayani mereka, membantu mereka. Itu sih, saya senangnya gitu, mereka menghargai kami dan mereka membutuhkan kami.

Baca juga: Semifinal Piala Dunia 2022: Bayern Muenchen Jadi Penyumbang Pemain Terbanyak

Bagaimana bekerja dengan para volunteer yang lebih muda?

Wahyu: Memang kebanyakan volunteer itu masih muda-muda. Bahkan, sebagian besar seumuran anak saya. Jadi waktu kami ketemu dengan mereka jadi kayak kami ada semangat lagi. Dengan kita bergaul dengan mereka, vibe kami jadi mengikuti mereka. Kami jadi semangat menjadi anak muda lagi.

Diana: Beberapa teman tim itu seperti suami saya bilang, banyak yang seumuran anak saya yang pertama, jadi sekitar umur 24, 23, 22, 19, jarang yang di atas saya. Kadang mereka kalau melihat, saya kan orangnya rame gitu ya, jadi mereka kadang malah ngikut. 

Terus waktu itu ada spectators marah-marah. Biasa kalau anak muda kan emosinya enggak terima gitu ya, terus waktu itu saya ngingetin dia, "Udah gapapa, biarin aja, dia kan ga ngerti maksudnya mungkin, just let him go". Di situ dia bilang, "Untung ya ada kamu, pengalaman kamu dalam menangani orang lebih baik daripada saya.". Ya karena kita kan kalau seumuran gini ngerti ya, lebih bisa handle emosi daripada yang muda-muda itu. 

Jadi saya dan suami mengambil energi mereka. Mereka ambil kesabaran kita untuk handle itu para spectators yang frustrasi atau enggak sabaran.

Baca juga: Kata-kata Pertama Ronaldo Setelah Portugal Tersingkir dari Piala Dunia 2022

Kenapa mau bersusah payah, capek-capek mengabdikan diri untuk para spectators?

Wahyu: Kami melihat perkembangan (Qatar) dari tahun 2011 sampe 2022 benar-benar luar biasa. Negara ini sudah berusaha luar biasa untuk acara FIFA world Cup ini dan kami, saya, itu ingin menjadi bagian dari kesuksesan Qatar ini. 

Buat kami volunteer ini sebagai suatu kebanggaan, kami bagian dari kesuksesan Qatar, dan inilah yang bisa kita berikan buat Qatar dengan secara tidak langsung, kami pingin orang-orang yang datang ke Qatar mempunyai kenangan atau mempunyai pengalaman yang baik, positif, tentang Qatar.

Diana: Seperti yang suami saya bilang, Kami mau memberikan kembali ke Qatar, karena selama 11 tahun kami tinggal di sini kan Qatar sebagai rumah kami yang kedua. Anak-anak kami tumbuh dan besar di sini, dan kami terberkati dengan negara ini. 

Jadi, kami mau mengembalikan, ya ucapan terima kasih kami lah ke Qatar ini. Seperti yang suami saya juga bilang. Kita ingin menunjukkan bahwa ini loh Qatar. Saya awal pindah ke sini aja tuh enggak tahu Qatar tuh di mana.

Kami mau menunjukkan bahwa walaupun negara kecil tapi tuh mereka sudah menjadi saluran berkat buat banyak bangsa. Kami memang capek, tapi kami mau menunjukkan bagaimana mereka menyambut orang, sangat membantu, dan  mereka tidak memandang latar belakang orang, semua disambut dengan baik di Qatar ini. Itu sih yang menjadi latar belakang kami menjadi volunteer.

Baca juga: Piala Dunia 2022: Portugal Gugur, Mencadangkan Ronaldo adalah Kesalahan!

Apa apresiasi FIFA kepada volunteer?

Diana: Kontribusi dari FIFA sendiri itu kami disediakan kayak transport itu free, karena kami punya akreditasi itu kami bisa free ke mana-mana, naik bus, naik metro, free. Terus seragam ini disediakan oleh FIFA, dan itu tadi, kami ingin memberikan yang terbaik, karena namanya juga volunteer ya, kami membantu dengan sukarela. Apa pun yang kami dapat ya kami bersyukur, karena memang kami ingin menjadi bagian dari ajang besar ini untuk Qatar.

Apa pengalaman unik yang paling diingat?

Diana: Volunteers ini kan lambangnya hati, maksudnya tuh bahwa volunteer itu the heart of World Cup ini. Jadi kami tuh kayak heart beat-nya World Cup. 

Waktu itu pengalaman unik, seperti yang saya bilang, ketemu spectators yang mengharhai, kami senang. Terus uniknya lagi, karena ada international volunteer, kami bisa ketemu volunteer dari negara lain. Ada volunteer dari Selandia Baru itu udah tua juga, dia bagi-bagi ke satu timya kayak suvenir yang personal ada nama dia. Jadi waktu itu saya beri dia, dia koleksi pin tuh, kebetulan saya ada koleksi pin rumah gadang. Saya kasih ke dia, senang dia. Terus dia keluarin tuh suvenirnya dia, personal, ada namanya dia di situ, jadi unik gitu ya. 

Jadi, sesama volunteer bisa saling sharing. Dia juga sudah berusia. Jadi dia juga memberikan masukan-masukan ke teman yang masih muda ini, bagaimana untuk handle orang. 

Baca juga: Nestapa Harry Kane di Piala Dunia 2022: Bahagia Berubah Jadi Air Mata

Wahyu: Di Stadion 974 itu enggak ada AC, karena memang dibuat temporary, jadi habis FIFA World Cup mungkin akan dibongkar lagi. Sama tadi, pengalamannya volunteer banyak dari internasional, luar Qatar, jadi kami ketemu banyak orang baru dan pengalaman menarik lainnya juga. 

Kami tuh ditugaskan di tiap sif pertandingan. Jadi di 974 itu ada 7 pertandingan dengan masing-masing sif itu dengan dua negara berbeda lah. Jadi pengalaman saya tuh bisa melihat tipe-tipenya, misalkan spectators yang negara ini semangat banget, heboh banget lah, sementara negara ini saya perhatiin agak kalem, orangnya agak pendiem, tapi tetep mereka mendukung. Ya itulah pengalaman saya yang saya masih ingat, ketemu berbagai suporter dari berbagai negara.

Diana: Satu lagi yang unik itu, waktu ada pertandingan Arab Saudi lawan Polandia. Jadi satu suporter yang bukan pedukung Arab, tapi dia dikelilingi suporter Arab yang menyanyikan yel-yel. Akhirnya suporter yang sendiri itu ikut yel-yel bersama pendukung Arab saudi.

Jadi saya melihat bagaimana World Cup ini bisa menyatukan berbagai negara. Enggak ada tuh musuh-musuhan, itu sudah mereka lupakan karena olahraga ini tuh menyatukan mereka semuanya. Mereka juga saling bantu, saling cheer up. Kegembiraan itu benar-benar dirasakan semua orang. Mereka mengesampingkan segala perbedaan yang ada di olahraga ini.

Baca juga: Argentina Vs Kroasia, Tim Tango Sempurna di Semifinal Piala Dunia

Bagaimana proses kerja sebagai volunteer? Apakah tidak mengganggu jam kerja sehari-hari?

Wahyu: Jadi di Qatar ini untuk beberapa perusahaan yang ada di Doha, ada kebijaksaan jam kerjanya dikurangi. Jadi biasanya mungkin dari jam 8 (pagi) sampai jam 4 (sore), ini yang di Doha jadi jam setengah 7 pagi sampai jam setengah 12 siang.

Nah jadwal yang kita shift (sebagai volunteer) sudah keluar di awal-awal. Jadi shift yang untuk volunteer ini buat saya tidak mengganggu jadwal kerja saya. Jadi paginya tetep kerja normal.

Diana: Lima jam sebelum pertandingan sudah harus ada di stadion. Jadi kami datang, masuk melalui gerbang untuk volunteer, itu kami di scan akreditasi kami, terus kami jalan menuju gate, itu kami check-in, di-scan lagi. Nah dari situ kami dapat deployment card, kayak pembagian tim gitu. Saya kan dapat delapan shift, satu sampai tujuh saya tuh di luar terus, yang tanpa atap itu. Kita enggak bisa milih karena setiap hari beda-beda. Tiap kali dateng, kami dapet tim baru, team leader baru, dan supervisor baru. 

Saat briefing, apa sih yang ditekankan oleh team leader?

Wahyu: Di mana pun kami (ditugaskan), mau di luar atau di dalam (stadion), kami harus  selalu senyum. Mau capek seperti apa pun, senyum. Sebetulnya tugas utama kami tuh itu.

Baca juga: Al-Hilm, Bola Baru untuk Semifinal dan Final Piala Dunia 2022 Qata

Diana: Saya pernah, di shift keempat, supervisor saya kakinya sakit, enggak bisa jalan. Lalu, saya diminta jadi team leader dadakan. Satu shift naik pangkat. Saya merasakan the power of blue folder (map biru). Itu isinya denah lokasi, terus nama-nama anggota tim, terus juga deployment-nya, misal tugas si A di mana. Nah waktu itu saya kebagian tuh, di training super cepat karena kebutuhan.

Bagaimana soal jadwal shift selama jadi volunteer?

Wahyu: jadwalnya itu sama kayak bekerja normal, delapan jam di outdoor per shift, tugasnya pasti pas ada pertandingan. Itu ada shift, libur, dan istirahat.

Diana: Kalau Mas Wahyu tujuh shift, saya di Education City delapan shift plus dua. Jadi yang pertama itu venue training sama rehearsal. Jadi rehearsal itu biar kami tahu, pas datang ambil deployment card, dibagi tugasnya di mana, kayak simulasi lah untuk hari-H. Kemudian kami volunteer diberikan kesempatan untuk berfoto dengan trofi FIFA (Piala Dunia). Kami dapat invitation, kami booking waktunya biar mereka ngaturnya gampang. Karena total volunteer kan 20.000. kalau enggak diatur booking jadwalnya kan repot. 

Lalu ada volunteer center, istilahnya hub volunteer, itu ada di Doha Exhibition Center. Kami dulu training di situ, interview di situ, terus kemudian mengambil seragam volunteer juga di situ, dan tempat kami foto dengan trofi. Selain itu, di dinding panjang itu ada nama-nama 20.000 volunteer yang terlibat. Jadi kami senang ya, kami dihargai kayak ami dibuatin museum, Ini loh, Kalau tanpa kalian tuh kami enggak ada napasnya.

Mereka mengapresiasi, srtiap kali datang kami dapat gift, Setiap shift pun kami dapat gift, dapat pin, dapat bola, yang semuanya itu enggak dijual di luar. Itu benar-benar personal. Terbatas hanya untuk volunteers. Itu suatu penghargaan buat kami bahwa mereka tuh mikirin. Kami bahagia banget menjadi bagian dari sejarah perhelatan besar ini. Itu sih yang enggak akan terbayarkan. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Komitmen Ketum PSSI untuk Perpanjang Kontak Shin Tae-yong hingga 2027

Komitmen Ketum PSSI untuk Perpanjang Kontak Shin Tae-yong hingga 2027

Timnas Indonesia
Jadwal Indonesia di Thomas dan Uber Cup 2024, Mulai Sabtu 27 April

Jadwal Indonesia di Thomas dan Uber Cup 2024, Mulai Sabtu 27 April

Badminton
Indonesia Vs Korea Selatan, Garuda Muda Tak Dianggap Underdog

Indonesia Vs Korea Selatan, Garuda Muda Tak Dianggap Underdog

Timnas Indonesia
Xavi Putuskan Bertahan di Barcelona hingga Juni 2025

Xavi Putuskan Bertahan di Barcelona hingga Juni 2025

Liga Spanyol
Liverpool Tumbang di Tangan Everton, Van Dijk Bicara Perebutan Gelar

Liverpool Tumbang di Tangan Everton, Van Dijk Bicara Perebutan Gelar

Liga Inggris
Man United Vs Sheffield United: Bruno Berjaya, Kemenangan MU Hal Utama

Man United Vs Sheffield United: Bruno Berjaya, Kemenangan MU Hal Utama

Liga Inggris
Thomas dan Uber Cup 2024: Momen Penguatan Semangat Jelang Olimpiade

Thomas dan Uber Cup 2024: Momen Penguatan Semangat Jelang Olimpiade

Badminton
Siaran Langsung dan Live Streaming Indonesia Vs Korsel Malam Ini

Siaran Langsung dan Live Streaming Indonesia Vs Korsel Malam Ini

Timnas Indonesia
Persib Bandung Vs Borneo FC, Siasat Pieter Huistra Manfaatkan Laga

Persib Bandung Vs Borneo FC, Siasat Pieter Huistra Manfaatkan Laga

Liga Indonesia
Klasemen Liga Inggris: Liverpool Gagal Pepet Arsenal, Terancam Man City

Klasemen Liga Inggris: Liverpool Gagal Pepet Arsenal, Terancam Man City

Liga Inggris
Hasil Man United Vs Sheffield United 4-2: Roket Fernandes, Setan Merah Menang

Hasil Man United Vs Sheffield United 4-2: Roket Fernandes, Setan Merah Menang

Liga Inggris
Hasil Everton Vs Liverpool, The Reds Tumbang, Gagal Dekati Arsenal

Hasil Everton Vs Liverpool, The Reds Tumbang, Gagal Dekati Arsenal

Liga Inggris
Link Live Streaming Everton Vs Liverpool, Kickoff Pukul 02.00 WIB

Link Live Streaming Everton Vs Liverpool, Kickoff Pukul 02.00 WIB

Liga Inggris
Pengamat Korsel Bahas Beban Besar Timnas Korea Jelang Hadapi Indonesia

Pengamat Korsel Bahas Beban Besar Timnas Korea Jelang Hadapi Indonesia

Timnas Indonesia
Sirkuit Mandalika Sudah Terpesan 200 Hari untuk Even Otomotif

Sirkuit Mandalika Sudah Terpesan 200 Hari untuk Even Otomotif

Sports
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com