KOMPAS.com - Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) meminta Polri menggelar rekonstruksi penembakan gas air mata Tragedi Kanjuruhan.
Rekomendasi itu tertulis dalam laporan investigasi TGIPF Tragedi Kanjuruhan yang sudah diserahkan ke Presiden Joko Widodo pada Jumat (14/10/2022).
TGIPF menulis 11 poin rekomendasi untuk Polri termasuk salah satunya rekonstruksi penembakan gas air mata.
TGIPF menilai rekonstruksi Tragedi Kanjuruhan perlu dilakukan untuk mengetahui penanggung jawab penembakan gas air mata.
Baca juga: Rekomendasi TGIPF Tragedi Kanjuruhan: Reformasi PSSI, Tunda Liga sampai…
Dalam poin rekomendasi lainnya, TGIPF juga meminta Polri melakukan otopsi terhadap korban Tragedi Kanjuruhan yang diduga meninggal akibat gas air mata.
Terdapat lima poin rekomendasi TGIPF Tragedi Kanjuruhan untuk Polri yang didalamnya tertulis gas air mata.
Berikut adalah lima poin tersebut:
Rekomendasi di atas sejalan dengan dua kesimpulan TGIPF perihal aparat keamanan Tragedi Kanjuruhan.
TGIPF menyimpulkan bahwa aparat keamanan tidak pernah mendapatkan pembekalan atau penataran aturan FIFA terkait pelanggaraan penggunaan gas air mata dalam pertandingan.
Baca juga: Tragedi Kanjuruhan: Daftar Cela PSSI di Mata TGIPF
Kesimpulan TGIPF juga menyebut aparat keamanan melakukan tembakan gas airmata secara membabi buta ke arah lapangan, tribun, hingga luar lapangan.
Dalam konferensi pers pasca menyerahkan laporan investigasi ke Presiden Jokowi, Mahfud MD selaku Ketuta TGIPF juga menyinggung gas air mata.
Mahfud MD dengan tegas menyatakan bahwa penyebab jatuhnya ratusan korban jiwa Tragedi Kanjuruhan adalah akibat desak-desakan setelah aparat keamanan menembakkan gas air mata.
Menurut Mahfud MD, Badan Riset dan Inonavasi Nasional (BRIN) saat ini sedang memeriksa tingkat keberbahayaan kandungan gas air mata.
Namun, Mahfud MD memastikan hasil pemeriksaan BRIN tidak bisa atau tidak akan mengubah kesimpulan bahwa penyebab utama kematian masal Tragedi Kanjuruhan adalah gas air mata.
Baca juga: TGIPF Temukan Akar Masalah di PSSI dan Pihak Liga: Sudah Berlangsung Bertahun-tahun...
"Proses jatuhnya korban itu jauh lebih mengerikan dari yang beredar di televisi maupun di media sosial," kata Mahfud MD.