Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rasa Duka Mendalam Tragedi Kanjuruhan dalam Spirit Keberagaman

Kompas.com - 07/10/2022, 09:40 WIB
Suci Rahayu,
Sem Bagaskara

Tim Redaksi

MALANG, KOMPAS.com - Tragedi Stadion Kanjuruhan 1 Oktober 2022 tidak hanya menjadi duka penikmat sepak bola. Masyarakat umum dari berbagai golongan dan komunitas pun memberikan rasa simpati.

Salah satu yang menunjukkan dukacita adalah Komunitas Pencinta Kebaya dan Sanggul Sumariwe Dampit.

Komunitas pelestari budaya kebudayaan Jawa tersebut rutin mengirimkan doa setiap hari ke Stadion Kanjuruhan, Kepanjen, Kabupatan Malang.

Anika, selaku pendiri Sumariwe Dampit, mengungkapkan setiap hari 3-5 anggotanya bergantian datang ke Kanjuruhan untuk mengirimkan doa.

Baca juga: Tragedi Kanjuruhan: Polisi di Sepak Bola Indonesia Tak Sesuai Regulasi FIFA

 

Hal itu dilakukan rutin sejak hari pertama pasca-kejadian dan akan dilakukan sampai hari ketujuh tragedi Kanjuruhan.

“Karena sangat prihatin sekali atas apa yang terjadi di sini. Sulit bagi kami untuk memberikan komentar mengenai tragedi, tapi kami berharap masalah ini bisa diusut tuntas,“ ujar Anika yang bernama lengkap Kanjeng Mas Ayu Tumenggung Sariro Anikaningtyas.

“Kami berdoa untuk para korban, dan keluarga yang ditinggalkan semoga diberikan kesabaran dan keikhlasan,” katanya sambil berkaca-kaca.

Sikap tersebut diambil secara spontan dan murni karena keprihatinan. Anggota komunitas yang berpartisipasi pun memiliki latar belakang, agama, dan kepercayaan berbeda-beda.

“Anggota kami berbagai suku agama, jadi ada yang beragama Budha, Hindu, Islam, Kristen yang kami rangkum doa bersama secara Jawa (Kejawen). Nanti yang Islam berdoa secara Islam, yang Hindu secara Hindu, yang Kristen beroda secara Kristen dan lainnya,” katanya menerangkan.

Baca juga: Tragedi Kanjuruhan: Pihak Klub-Polisi Sudah Jadi Tersangka, Bagaimana PSSI?

Dalam semangat keragaman tersebut, Anika dan rekan-rekannya justru ikut merasakan duka yang mendalam atas tragedi kemanusiaan di Kanjuruhan yang menewaskan 131 orang.

“Dalam Sumariwe kami mengedepankan dengan welas asih. Prinsip welas asih itu kemanusiaan, kita harus mencintai sesama, mencintai alam sekitar, mencintai semua,“ ujar wanita 43 tahun itu.

“Prinsip welas asih yang diajarkan dalam Jawa (Kejawen) itu kami pegang teguh pada perkumpulan kami, supaya cinta kasih kepada semua orang bisa kami wujudkan. Begitu juga kepada para almarhum yang mendahului kita semua,“ katanya lagi.

Tragedi Kanjuruhan menjadi salah satu tragedi sepak bola paling besar di dunia dengan menyebabkan total 574 korban.

Korban tragedi Kanjuruhan 131 di antaranya meninggal dunia, 23 luka berat, dan 420 mengalami luka ringan sampai sedang. Banyak di antaranya adalah wanita dan anak-anak di bawah usia.

Pamflet duka cita yang diletakkan diatas taburan bunga pasca tragedi yang terjadi pada pekan ke-11 Liga 1 2022-2023 seusai pertandingan bertajuk Derbi Jawa Timur, Arema FC melawan Persebaya Surabaya di Monumen Stadion Kanjuruhan Kepanjen, Kabupaten Malang, Selasa (4/10/2022) siang.KOMPAS.com/SUCI RAHAYU Pamflet duka cita yang diletakkan diatas taburan bunga pasca tragedi yang terjadi pada pekan ke-11 Liga 1 2022-2023 seusai pertandingan bertajuk Derbi Jawa Timur, Arema FC melawan Persebaya Surabaya di Monumen Stadion Kanjuruhan Kepanjen, Kabupaten Malang, Selasa (4/10/2022) siang.

Banyak korban yang meninggal diduga karena terinjak-injak, setelah dibuat panik dan sesak napas oleh tembakan gas air mata ke arah tribune Stadion Kanjuruhan.

Kesaksian dari korban selamat pun membuat hati terenyuh siapa pun yang mendengarnya. Belum lagi jika harus mendengar isak tangis dari keluarga yang ditinggalkan.

Anika berharap tragedi kemanusiaan dan sepak bola seperti ini menjadi yang terakhir di Indonesia.

“Semoga ke depan lebih menjaga sportivitas, lalu lebih bisa menjaga emosi, kedewasaan dalam setiap perlombaan. Selalu ada menang ada kalah.”

“Semoga persepakbolaan Indonesia makin matang dan makin baik. Semoga tragedi ini menjadi pertama dan terakhir kalinya. Jangan sampai lagi ada korban lagi yang jatuh,” katanya menutup.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com